Poster Hari Guru : Perjuangan Mereka Untuk Kami P...
Read More“Guruku Pahlawanku”, saat membaca kalimat itu say...
Read MoreAku Suka Matematika
Read More“Selamat Hari Guru, Pak Dedi!” Sahut murid – murid. Halo, selamat datang di ceritaku. Nama saya Dedi, ini ceritaku. Dua puluh dua tahun yang lalu. Jarum pendek tepat pada angka dua belas, murid – murid keluar dari kelas masing – masing untuk menikmati istirahat.
Dedi dan teman – temannya duduk bersama – sama di kantin sambil bercakap – cakap.
“Eh, Dedi, “Kamu tahu gak, ternyata Pak Oktar gak mengajar lagi disini!” Sahut Alwin.
“Oh, itu alasan kenapa aku gak pernah lihat dia lagi ya,” jawab Dedi.
“Panteslah, ngajarnya gak jelas! Guru Bahasa Indonesia apaan?!” seru Nina tertawa.
Nina dan Alwin terus menertawakan Pak Oktar, tapi saya tidak setuju. Menurut saya Pak Oktar guru yang baik meskipun saya tidak terlalu dekat dengan dia. Pak Oktar tidak mengajar lagi membuat saya memikirkan dua hal, siapa guru Bahasa Indonesia kelas saya sekarang dan mengapa Pak Oktar berhenti bekerja diawal tempat.
Tapi, aku masih kecil, tidak usah memikirkan yang seperti itu. Karena satu kejadian itu, semua yang perlu saya ketahui berada pada guru baru saya.
Hari berikutnya, Dedi bangun lebih pagi untuk berangkat ke sekolah dengan gembira dan rasa ingin tahu yang besar tentang guru Bahasa Indonesia-nya yang baru. Karena terlalu gembira, Dedi menjadi tidak fokus. Dalam perjalanan ke sekolah, Dedi tergelincir dan terjatuh. Kaki Dedi terluka dan tidak bisa berdiri.
Dedi berteriak tolong sekencang mungkin. Untungnya, ada ibu – ibu yang membantu Dedi dan membawanya ke dalam mobilnya. Ibu itu memutar mobilnya ke arah asalnya. Ibu itu menginstruksikan Dedi untuk diam didalam mobil sampai ibu itu balik dengan obatnya.
Beberapa menit kemudian, Dedi melihat apa yang terlihat seperti masalah. Dedi melihat dari jendela mobil dan melihat ibu itu membuka dompetnnya dan berusaha mencari sesuatu yang membuat Dedi memikir, apakah ibu itu tidak bisa membayar untuk obat?
Tapi, sekali lagi, aku masih kecil, tidak usah memikirkan tentang sesuatu seperti itu.
Lalu, ibu itu kembali mobilnya dan mengobati kaki saya. “Terima Kasih Ibu…” seru Dedi, “Nama saya Meli” jawab Ibu Meli.
Ibu Meli menawarkan untuk mengantarkan saya ke sekolah. Saat kita sampai di sekolah, Ibu Meli dihentikan oleh guru yang bertugas menyapa murid – murid. Saya dengan rasa ingin tahu menguping dengan konversasi Ibu Meli. Sepertinya, Ibu Meli ditegur karena telat masuk. Saya tidak tahu Ibu Meli guru di sekolah ini atau dia ternyata guru Bahasa Indonesia yang baru. Tapi, sekali lagi, aku masih kecil, tidak usah memikirkan sesuatu seperti itu.
Saat saya sampai di kelas, saya berasa untung karena saya berangkat lebih pagi, jika tidak saya pasti akan dihukum karena telat. Saat jam istirahat, saya dan teman – teman saya penasaran guru bahasa indonesia yang baru siapa.
“Aku lihat tadi ada guru baru lho, terus cewe lagi!” seru Nina.
“Ah, cewe atauu cowo sama aja sikapnya sama, suka marah – marah!” sahut Alwin.
Aku ingin bilang ke mereka bahwa guru galak karena alasan. Guru lebih tegas ke kita supaya kita melakukan yang terbaik. Tapi, mereka tidak bakal mendengar, merekakan gak suka sama guru – guru di sekolah ini.
Akhir istirahat tiba, waktunya masuk ke kelas dan ketemu guru baru. Semua siswa di kelasku heboh membicarakan guru bahasa indonesia yang baru. Saat guru baru masuk ke kelas, ternyata guru itu adalah ibu yang membantuku dan merawat lukaku.
“Halo anak – anak, nama saya ibu Meli dan saya akan menjadi guru bahasa indonesia kalian.” Kata ibu Meli.
Teman – teman di kelas saya ada yang mengatakan buruk kepada ibu Meli karena penampilan ibu Meli. Saat pulang sekolah, saya mencari ibu Meli untuk berterima kasih karena sudah membantu saya. Saat saya melihat ibu Meli, ibu sedang kesusahan membawa tumpukan kertas. Saya langsung berlari dan membantu ibu Meli membawa kertas – kertas itu dan berterima kasih kepadanya. Tapi yang membuat aku memikir adalah apa yang di bilang ibu Meli, “Menjadi guru tidak segampang yang dipikirkan, ya”.
Sebenarnya kan menjadi guru hanya berdiri di depan kelas dan mengajar, gak susah kok. Seminggu setelah ibu Meli mulai mengajar, banyak teman – teman saya yang tidak mempunyai pulpen atau pulpen cadangan yang mengakibatkan kerusuhan kecil di kelas.
Ternyata, gak terlalu gampang ya pekerjaan ibu Meli. Saat pulang sekolah, saya teringat bahwa ibu menitip saya untuk membeli gula pasir. Saat saya sampai di toko kue, saya melihat ibu Meli di toko sebelah. Kelihatannya, ibu Meli sedang membeli pulpen. Mungkin untuk kelas saya, karena kan tadi kelas saya tidak memiliki pulpen.
Saya merasa kasihan kepada ibu Meli karena ibu harus mengeluarkan uang untuk sesuatu yang bukan untuk dirinya sendiri. Jadi, setelah saya membeli gula pasir, saya mengikuti ibu Meli pulang.
Tapi, tempat tinggal ibu Meli mengejutkan. Ternyata ibu Meli tinggal di jalanan, tapi tetap dapat mempertahankan pangan, sandang, papan, dan lain – lain. Saya dengan gugup melangkah mendekati ibu Meli untuk membantunya. Ibu Meli menjelaskan kenapa dan apa yang dilakukan ibu meli di jalanan.
Ibu Meli bilang ke saya bahwa menjadi guru itu tidak gampang. Guru berkerja di sekolah untuk mengajar anak – anak tanpa gaji yang besar. Ibu Meli dipecat dari sekolah yang lama ibu Meli tiga bulan yang lalu. Ibu Meli juga dikeluarkan dari tempat tinggalnya dua minggu setelah dipecat.
Tapi, ibu Meli tetap mementingkan keperluan anak – anak daripada dirinya sendiri. Di sekolah juga, ibu Meli susah membuat teman kerja. Sekarang ibu Meli hanya menjalankan impiannya dengan mengajar di sekolah dengan gaji yang tidak besar tanpa atap diatas kepalanya dengan murid dan rekan kerja yang tidak menyukainya.
“Saya ingin membantu ibu Meli tapi, aku cuman anak kecil, saya tidak bisa melakukan apa – apa” jawab saya kepada ibu Meli.
“Walaupun kamu cuman anak kecil, bukan berarti kamu tidak bisa melakukan apa - apa” jawab ibu Meli.
Sejak saat itu, saya tahu apa yang saya akan lakukan untuk membantu ibu Meli. Saya tekun belajar, siang dan malam. Saya menyisahkan uang jajan untuk menabung dan diberi kepada ibu Meli. Saya ingin menjadi guru untuk meneruskan impian ibu Meli yang tidak berjalan terlalu baik bagi ibu Meli.
Tapi suatu hari, aku dan teman – teman saya sedang bermain ketika kita mendengar sesuatu. Ternyata, ibu meli akan dipecat besok. Saya merasa sedih kepada ibu Meli. Pada hari Jum’at, ibu Meli dipecat dan saya mengucapkan selamat tinggal kepada ibu Meli.
“Ibu, saya berjanji akan meneruskan mimpi ibu dan menjadi guru terhebat yang ibu Meli tidak nyangka” seru kata – kata terakhir saya kepada ibu Meli.
Tahun – tahun berlalu, saya lulus kuliah dengan gelar mengajar dan mulai berkerja sebagai guru. Sekarang saya berusia 36 tahun dan berhasil mencapai mimpi ibu Meli.
---
Mari bergabung di BPK PENABUR Jakarta https://psb.bpkpenaburjakarta.or.id/
Penulis : Clarissa Amanda Arif – SMPK PENABUR Gading Serpong
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur
© 2019 YAYASAN BPK PENABUR