Mama, Papa, Kakak, dan Adik merayakan imlek denga...
Read MoreKayla, peserta didik SDK 11 PENABUR menggambar ke...
Read MoreMenurut kepercayaan masyarakat Tionghoa kelinci a...
Read MoreSore itu, langit mulai memerah, menandakan senja yang indah. Di sebuah pantai, Azrael duduk di pesisir pantai sambil memandang jauh ke depan. Di sebelahnya, ada Raina, sahabat yang sudah menemaninya sejak masa SD. Mereka berbincang dan tertawa seperti biasa. Namun, hati Azrael sedang bergejolak.
Sudah lama ia menyimpan perasaan kepada sahabatnya itu. Setiap senyuman Raina, tawa riang Raina, selalu membuat hatinya berdegup kencang. Tapi ia tahu bahwa Raina hanya menganggapnya sebagai sahabat, tidak lebih. Azrael pun memutuskan untuk menyimpan perasaannya dalam diam. Ia tidak ingin merusak persahabatan yang sudah ia bangun dengan Raina selama berbulan-bulan hanya untuk perasaan yang mungkin tidak terbalas.
Senja itu, ketika mereka berjalan pulang, Raina bercerita mengenai pria yang baru ia kenal. Wajahnya berseri-seri saat ia menceritakan mengenai pria itu. Azrael berusaha untuk menahan rasa cemburu di dalam hatinya, berharap bahwa ia adalah pria yang dimaksud Raina. Tetapi, ia tetap tersenyum dan mendengarkan dengan tulus.
“Elll, kamu tau gak? Dia baik dan perhatian banget, aku ngerasa nyaman di deket dia. Dia juga orangnya penyabar, dia selalu ajarin aku matematika sampe aku ngerti. Eh kemarin dia juga kasih aku coklat karena dia tau aku suka yang manis-manis. Dia udah punya pasangan belum ya??” Ucap Raina sambil berbinar-binar.
Azrael mengangguk sambil menahan rasa cemburu di dalam hatinya. “Kedengerannya dia pria yang baik sih buat kamu, kalian cocok deh.” Ucap Azrael dengan suara yang berusaha tenang.
Raina menatap Azrael dan tersenyum. “Kamu emang sahabat aku yang paling baik El, aku beruntung punya kamu di hidup aku.”
Di saat itu lah, Azrael menyadari bahwa keputusannya untuk mencintai dalam diam adalah yang terbaik. “It’s better to love you in silence than to lose you as a friend, Raina Shrideva Bulan Nayyara,” bisiknya dalam hati. Ia tahu bahwa menyatakan perasaannya mungkin akan merusak persahabatannya yang berharga.
Senja pun berganti malam, dan mereka berjalan pulang dengan perasaan yang berbeda. Raina dengan kebahagiaan tentang kisah barunya, dan Azrael dengan cinta yang tetap ia simpan dalam diam.
• • • • •
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00, tapi Azrael belum juga bangun karena semalam ia sibuk mengerjakan rugasnya. Saat sedang ‘mengumpulkan nyawa’, ia mendengar suara bundanya.
“Azrael bangun, ini sudah siang!”
“Iya bunda, sebentar.”
Azrael pun berlari menuruni anak tangga, menuju ibunya yang ada di dapur. Saat melewati ruang makan, ia dimarahi oleh ayahnya.
“Ya ampun, udah gede kok masih dibangunin. Udah mandi sana, gak usah sarapan segala, ribet. Nanti kamu telat ngampus lagi.” Ucap ayah Azrael dengan nada marah.
“Iya ayah, ini Azrael mau mandi. Azrael bangun telat karena semalem sibuk ngerjain tugas, banyak banget soalnya,” ucap Azrael sambil menundukkan wajahnya.
Azrael pun berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya dengan tergesa-gesa. Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Setelah mendengar ketukan pintu, bunda Azrael langsung membuka pintu rumahnya dan menatap wanita yang ada di depannya dengan senyuman.
“Halo bunda, Azraelnya ada?” Tanya Raina sambil tersenyum.
“Eh Raina, udah lama gak ketemu. Sebentar, Azraelnya lagi mandi.” Balas bunda Azrael sambil tersenyum ramah.
Raina pun melepas alas kakinya dan memasuki rumah tersebut. Bunda pun menaiki anak tangga menuju kamar Azrael untuk menyuruhnya cepat-cepat bersiap.
“Azrael, ini ada Raina! Cepetan siap-siapnya.” Teriak bunda dari depan pintu kamar Azrael.
“Iya bunda, ini Azrael lagi ngeringin rambut.” Balas Azrael.
Tak lama kemudian, Azrael pun keluar dan lekas menuruni anak tangga menuju ruang,
“Eh Raina, tumben kesini? Katanya sibuk kuliah, haha.” Tanya Azrael.
Akibat jadwal kuliah Raina yang padat, Azrael dan Raina jadi jarang bertemu. Pertemuan
ini adalah pertemuan pertama bagi mereka setelah 1 tahun berlalu.
“Haha, lagi ga sibuk makanya aku kesini. Kamu apa kabar?” Balas Raina sambil tersenyum.
“Aku baik, kamu sendiri gimana?”
“Puji Tuhan, aku baik kok.”
“Jadi kamu ngapain ke sini?” Tanya Azrael kepada Raina.
Senyum di muka Raina perlahan memudar, terlihat jelas muka Raina yang memasang perasaan ‘tidak enak’ untuk mengatakan alasannya datang ke rumah Azrael.
“Jadi gini, kamu inget kan sama pria yang sering aku ceritain ke kamu? Bulan depan kami akan nikah, dan aku mau ngundang kamu ke pernikahan kami. Tolong dateng ya Azrael.” Ucap Raina sambil berusaha memasang senyum di wajahnya seraya menyerahkan selembar kertas undangan.
Azrael yang mendengar hal tersebut pun kaget, karena jujur saja dia masih menyukai Raina setelah 1 tahun berlalu. Namun, Azrael berusaha untuk menahan rasa sakit yang ada di hatinya dan mengontrol suaranya agar terdengar tenang.
“Wah, apa aku bilang! Kalian emang cocok kok, dari awal aku liat kamu sama dia punya banyak banget persamaan. Dia juga keliatannya kayak pria yang bisa jaga kamu dengan baik.
Happy for you both deh, congrats yaaa!” Balas Azrael sambil berusaha memasang senyuman di wajahnya agar terlihat ramah.
“Jadi, kamu dateng kan?”
“Pastinya dateng dong, masa sahabat aku nikah aku ga dateng?”
“Haha oke deh, aku tunggu ya!”
15 menit kemudian, Raina sudah pulang menuju rumahnya. Azrael masuk ke dalam kamarnya dan mengunci diri. “Terkadang, cinta yang terbaik adalah yang tidak pernah diungkapkan. Aku benar-benar mencintaimu, Raina Shrideva Bulan Nayyara, andai aku memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaanku. Melihatmu menikah dengan orang lain membuat hatiku hancur, tapi aku tetap tersenyum karena kebahagiaanmu adalah yang
terpenting bagiku. I loved you, Raina.” Azrael menuliskan kalimat tersebut di buku hariannya.
Pada hari pernikahan Raina, Azrael berdiri di sampingnya sebagai sahabat sejati. Meskipun hatinya terluka, dia tidak menunjukkan sedikit pun kesedihan. Sebaliknya, dia tersenyum dan memberikan pidato yang indah tentang persahabatan mereka, mengingat semua momen indah yang mereka lalui bersama.
Setelah pesta pernikahan berakhir dan tamu-tamu mulai pulang, Raina mendekati Azrael.
“Terima kasih untuk semuanya, Azrael. Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki,” kata Raina dengan tulus.
Azrael tersenyum dan menjawab, “Raina, karena di antara bumi yang luas ini, aku tetap senang pernah menemukanmu. Kebahagiaanmu adalah hal yang paling penting bagiku.”
Malam itu, Azrael berjalan pulang sendirian. Ia menatap langit yang penuh bintang dan berkata dalam hatinya, “I’m right. It’s better to love you in silence than to lose you as a friend.”
Meskipun cintanya tidak pernah terucap, Azrael tahu bahwa dia telah membuat pilihan yang benar. Karena bagi Azrael, memiliki Raina sebagai sahabat adalah anugerah yang tak ternilah, dan dia tidak akan pernah menukar persahabatan mereka dengan apa pun.
Penulis : Angelina Sari P.S. - SMPK 5 PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur
© 2019 YAYASAN BPK PENABUR