Meski memiliki postur badan kecil dan usia yang p...
Read MoreKevin Adi Senjaya, peserta didik Brilliant Class ...
Read MoreKakak kelas yang berbaris rapi mengenakan seragam...
Read More
Gatotkaca dalam pewayangan Jawa adalah simbol ksatria. Ia melambangkan kekuatan yang bukan fisik semata, namun juga moral dan spiritual, serta menjadi contoh akan seorang pejuang yang memiliki prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan. Tak heran, jika tokoh Gatotkaca karakternya tetap relevan, bahkan tengah populer dikalangan anak muda sebagai salah satu tokoh dalam game online Mobile Legend.
Terinspirasi dari hal tersebut, lebih dari 200 siswa PENABUR Intercultural Secondary and Junior College Kelapa Gading (24/5) menghadirkan drama musikal dengan tajuk Gatotkaca: The Making of a King.
Siapa sangka, siswa-siswi sekolah Internasional mampu menampilkan budaya Indonesia dengan apik dan menawan. Tak hanya sebagai pelakon, mereka terlibat aktif mulai dari persiapan kostum, aransemen lagu, dekorasi, desain grafis buku acara dan multimedia, hingga di hari H sebagai penata rias, usher, serta operasional teknis dibawah arahan Nelly Napitupulu, guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai ketua pelaksana.
Bobby Aprianto, Kepala Sekolah PENABUR Intercultural Secondary and Junior College Kelapa Gading, tidak dapat menutupi rasa bangganya.
“Ini pertunjukan drama musikal pertama kami yang mengangkat cerita pewayangan. Mulai dari yang merancang, mempersiapkan, hingga tampil di atas panggung itu semua yang melakukan siswa kami. Kegiatan ini membutuhkan kolaborasi yang baik antar semua pihak dan itu terbayar dengan penampilan spektakuler para siswa - siswi.” ujar Bobby.
Pengalaman yang berkesan
Pentas drama musikal Gatotkaca: The Making of a King ini adalah gelaran pertama yang mengangkat cerita nusantara, yang dilakukan oleh PENABUR Intercultural Secondary and Junior College Kelapa Gading.
Karell Yusdygo, siswa kelas 11, yang berperan sebagai Kalapracona, tokoh antagonis penantang Gatotkaca mengaku banyak mendapatkan pengalaman berharga melalui kegiatan ini.
“Latihan pertarungan bersama Gatotkaca dan pasukan Giling Wesi adalah pengalaman berkesan serta paling menantang fisik. Kemudian, memerlukan ekspresi yang kuat juga untuk karakter yang aku perankan. Momen flashmob penutup menjadi highlight dalam pertunjukan karena memperlihatkan kekompakan seluruh tim pemain drama dan penari yang tampil.” ujar Karell.
Sementara itu, Megan Chelsea A. Sumual, siswa kelas 11, yang berperan sebagai Dewi Wendadari, mengaku hanyut dalam perannya.
“Peranku cukup penting karena karakter Wendadari membawa nuansa emosional dalam cerita dan menjadi bagian dari konflik yang terjadi. Sebelum pentas dimulai, aku merasa sangat gugup, apalagi ini adalah salah satu pementasan besar yang ditonton oleh banyak orang. Namun di sisi lain, aku juga merasa siap dan semangat, karena latihan yang kami jalani sangat panjang dan aku sudah memahami peranku dengan baik.” jelas Megan.
Banyak hal-hal baru yang dipelajari oleh Karell dan Megan, seperti teknik-teknik dasar akting hingga cara membangun ekspresi di atas panggung sehingga dapat membawa karakter yang diperankan dengan maksimal. Selain itu, mereka berkesempatan untuk berkenalan dengan banyak orang baru, termasuk kru dari luar seperti produser, asisten produser, dan para pembimbing yang sangat ramah serta suportif.
“Aku belajar tentang manajemen waktu, karena kami harus menyeimbangkan antara latihan pementasan dan ujian sekolah. Aku juga semakin menghargai seni dan budaya Indonesia, terutama seni tari dan teater tradisional. Aku jadi sadar kalau budaya lokal itu tidak kalah menarik menarik dibandingkan hiburan modern dan justru punya nilai-nilai yang mendalam.” jelas Megan.
Karell menambahkan bahwa Ia belajar pentingnya kerja sama dan disiplin, serta bagaimana berbagai macam seni, mulai dari, seni tari, seni drama, seni musik, bahkan prakarya bisa menjadi sarana untuk mencintai budaya Indonesia.
“Pementasan ini juga mengajarkan aku bahwa keberhasilan lahir dari proses yang panjang dan komitmen semua orang yang terlibat.” tutur Karell.
Pesan bagi teman sebaya
Megan berpendapat sebagai anak SMA yang hidup di zaman yang serba modern dan digital, terkadang membuatnya terlalu fokus pada budaya luar, tanpa menyadari bahwa budaya lokal juga luar biasa dan patut dibanggakan.
“Melestarikan budaya itu bukan berarti harus jadi seniman atau penari profesional. Cukup dengan mengenal, menghargai, dan mau terlibat dalam kegiatan seni budaya di sekolah, kita sudah ikut berkontribusi. Jadi, kita jangan cuma jadi penonton budaya sendiri. Kita harus sadar bahwa budaya lokal itu identitas kita, kalau bukan kita yang jaga siapa lagi?” ucap Megan.
Kepala Bidang Pembinaan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Puspla Dirdjaja hadir dalam pentas seni PENABUR Intercultural Secondary and Junior College Kelapa Gading.
“Pentas seni ini merupakan wujud pelestarian budaya, sejalan dengan program Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Saya mengapresiasi para siswa-siswi yang terlibat karena sudah memberikan dampak positif bagi generasi muda.” ujarnya.
Bobby berharap dengan pementasan ini akan tumbuh Gatotkaca muda yang memiliki watak ksatria sebagai pemimpin bangsa di masa mendatang.
Informasi lebih lanjut mengenai PENABUR Intercultural Secondary and Junior College Kelapa Gading dapat diakses melalui https://www.penabur-inter.sch.id/ atau berkunjung ke Jl. Boulevard Bukit Gading Raya Blok A5-A8, RT.6/RW.14, Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur
© 2019 YAYASAN BPK PENABUR