Surat Mada 1998

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 24 November 2023

Surat Mada 1998

Steven Dean Nathanael, XII IPS 1

 

Ini aku, Wiramada Mahendra Mokoven. Aku menulis sepucuk surat untuk diriku, Mada yang kuat. Surat ini mungkin akan menjadi sebuah cerita karena akan kutulis dengan panjang. Aku menulis ini dengan kesadaranku yang sudah sepenuhnya kembali dan keadaan yang telah menunjukkan titik terang.

Januari 1998. Momen yang akan kukenang dan kusimpan jika ada tempat terbaik dalam jiwaku. Masih dengan libur akhir tahun, aku menyempatkan sisa hari emas itu untuk berlibur bersama kakakku yang masih duduk di bangku SMA. Kakakku merupakan sosok dermawan dan cerdas, aku rasa banyak sekali pelajaran yang kudapat darinya. Malam ini, aku tergesa-gesa dalam artian tidak sabar untuk menjalani hari esok, karena besok adalah kali pertamanya aku dan kakakku akan wisata berdua tanpa dampingan orang tua. Meski mereka sangat ingin ikut, tapi aku sudah lelah merengek agar kami bisa pergi tanpa mereka. Begitulah pola pikir semua anak muda karena kami sangat mencintai kebebasan. Sebenarnya aku mengerti kecemasan mereka mengenai perjalanan ini, akupun melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana buruknya rezim soeharto dimana tidak ada kata ‘bebas’ di masa ini. Maraknya monopoli dan korupsi sedang melanda negeri ini. Begitu juga dengan banyaknya kasus penangkapan para anak muda yang berjuang melawan ketidakadilan, Namun, aku yakin kami sudah cukup mandiri dan waspada untuk bepergian keluar Jakarta tanpa dampingan.

Matahari mulai menampakkan dirinya. Kami berdua sudah berada di dalam kereta, gerbong 17, duduk bersebelahan. Mungkin Jogja bukan kota yang tepat untuk disebut tempat wisata, karena kota ini tidak begitu populer dan terbilang sepi. Namun, inilah yang kami cari, kesunyian dan kearifan lokal yang masih kental. Jogja dan segala kulinernya sudah di depan mata. Harumnya rempah-rempah dan kuah gulai menaikkan hasrat kelaparan kami. Aroma lilin dan dentingan canting yang melukis indahnya batik membawa ketenangan dalam pikiranku. Hempas angin di alam terbuka ini membangkitkan jiwa-jiwaku yang telah lama suram. Tidak akan cukup kata demi kalimat untuk mendeskripsikan kebahagiaanku hari ini. Sekilas pikirku, apakah mungkin jika bahagia dan ketenangan jogja ini bisa kurasakan setiap hari. Kenyataannya bahagia itu sementara. Aku tidak sebodoh itu, jika bahagia itu kekal, pasti tidak ada bahagia yang sesungguhnya di kehidupan ini.

Maret 1998. Kakakku, sosok yang menjadi teladanku dan selalu menuang perhatiannya padaku akan pergi meninggalkanku. Ia akan menempuh pendidikan kuliahnya di luar kota, tepatnya kota Malang, sama seperti nasibku yang malang ditinggalkannya. Mada itu tangguh. Namun sepertinya aku bukanlah Mada yang seperti itu. Tepat sehari setelah keberangkatan kakakku, aku menangis dan termenung di ujung senyapnya kamar.

Beberapa hari setelahnya, aku mendapat surat dari tukang pos yang selalu kemari setiap pagi. Jarang sekali surat itu mengatasnamakan aku sebagai penerima. Namun disana tertulis Wiramada Mahendra M. sebagai penerima. Kubuka dan kubaca surat yang cukup panjang itu. Mataku berlinang tetes mata, kuulangi surat yang sudah selesai kubaca itu agar aku percaya dengan isinya. Rupanya sahabatku akan meninggalkanku dengan keberangkatannya keluar kota juga. Ia sama denganku, duduk dibangku SMA tetapi ia memilih untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah asrama kota Medan. Ia merupakan satu-satunya sahabatku yang kupercaya. Kami masih akan berkomunikasi menggunakan surat walaupun sudah pasti akan memakan waktu pengiriman yang lama dari kota Jakarta ke Medan. Aku tahu kondisi keluarga sahabatku sedang tidak baik-baik saja, terakhir berjumpa dengannya ia sempat membicarakan tentang ayahnya yang baru saja kecelakaan dan mengalami patah tulang di tangannya. Ia juga sempat membicarakan kondisi keuangannya, tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menjadi pendengar yang baik sekaligus penyemangat baginya.

Mei 1998. Masa yang cukup sulit untuk dijalani. Aku tidak pernah menduga jika ‘cukup’ akan menjadi ‘sangat’ pada akhirnya. Kesepian merupakan salah satu hal yang dihindari semua orang, tetapi kesepian tidak bisa dihindari karena terhalang oleh keadaan. Satu persatu remah rindu berjatuhan. Jarak dan waktu juga perlahan menua. Keadaan orde terburuk sepanjang masa tidak membantu sama sekali. Aku rasa rezim ini hanya membuat lahan liang menjadi penuh. Kekacauan melanda setiap sudut. Aluamah para penguasa bergejolak. Hasrat akan kekuasaan bermunculan. Penindasan terhadap rakyat tak henti-hentinya.

Berbagai upaya sudah dilakukan rakyat yang terwujud dalam gerakan aktivis dan sikap unjuk rasa yang meluas di berbagai daerah. Namun, titik terang itu tidak pernah muncul. Aku yang seharusnya melakukan demonstrasi malah jatuh sakit. Demam dan pusing menertawai dalam tubuhku. Diperparah rasa sedih, rindu, amarah dengan keadaan hancur melebur menjadi satu. Dimanakah kebahagiaan sementara itu. Akankah ia mau mendatangiku lagi. 

Aku masih ingat ketika ayah mengatakan alasan dan asal mulanya aku diberikan nama Mada. Ayahku sosok yang sangat mencintai sejarah dan memperjuangkan negara ini dengan sangat. Tidak berbeda jauh dengan ibuku. Gajah Mada digambarkan sebagai sosok tangguh, kuat, dan pemberani dalam menghadapi peperangan. Orangtuaku mengharapkan aku menjadi sosok yang seperti itu juga. Akupun lahir dengan lingkungan yang memandangku sebagai sosok yang diinginkan ayah. Mada yang berani. Mada yang tangguh. Mada yang kuat. Namun, aku hanyalah Mada yang penakut dan mudah jatuh. Mada yang hanya menunggu kapan kebahagiaan itu datang tanpa usaha. Mada yang sekarang terkapar lemah di atas kasur. Tidak hanya demam dan pusing, mual turut serta menguasai tubuhku. Aku sempat dilarikan ke dokter, dan ia berkata aku akan mengalami masa kritisku 2 hari kedepan. Jika aku bisa melewatkan 2 hari itu, maka kemungkinan besar kondisiku akan membaik seiring berjalannya hari. Rawat inap bukanlah sebuah opsi yang baik di tengah dominasi nepotisme ini.

Esok telah tiba. Aku hanya terbaring lemas di kasur. Tubuhku terasa makin panas dan perutku bergejolak kesakitan. Aku rindu gulai khas Jogja dan kebersamaanku dengan kakak. Sayangnya dokter melarangku makan makanan seperti itu, aku hanya makan bubur dan beberapa menu rekomendasi olehnya. Pagi itu, tukang pos sempat mengirimkan koran. Kubaca sekilas dengan sisa-sisa kekuatanku. Tidak terkejut aku karena isi dari koran hanya berisi penangkapan mahasiswa, pembubaran kegiatan aktivis, dan demonstrasi yang tak kunjung habis. Harapanku akan pulihnya negara ini belum juga terjawab. Apalagi dengan kondisiku saat ini, bagaimana mungkin aku bangkit. Sore ini aku meringis kesakitan. Ibu menemani di samping kasurku. Membersihkan peluh keringat yang membasahi tubuh lemah ini. Semangat merah putihku mulai luntur menjadi kelabu.

Hari terakhir masa kritisku tiba, yang mungkin juga akan menjadi hari terakhir dalam hidupku. Tak kusangka aku berhasil melewati satu hari yang sangat berat dalam sepanjang sejarah hidupku. Bahkan rasa sakit kemarin masih membekas dalam tiap sudut tubuhku. Sore itu aku membaca kembali surat kabar terbaru. Suatu peristiwa terjadi di Trisakti. Jiwaku meronta-ronta penuh pilu melihat tragisnya kejadian penembakan terhadap mahasiswa. Betapa takutnya aku saat membayangkan apa yang sedang terjadi dengan teman-temanku. Belum selesai membaca, rasa sakit ini sudah kembali melanda kehidupanku. Bukan hanya mental semangat kebangsaanku yang hancur, tetapi ragaku juga yang saat ini berjuang menahan sakit yang tak kunjung selesai. Ada rasa yang hancur dilubuk. Mengumpulkan remah sisa harapan. Sia-sia. Aku hanyalah sosok Mada yang lemah. 

Keadaan kronis ini sangat menjatuhkanku. Sekujur tubuhku terasa dingin dan aku mulai bergetar. Tulang-tulangku terasa sangat ngilu. Kugigit bantal yang menemaniku sedari tadi, berharap dapat mengurangi rasa sakit. Aku memejamkan mataku. Sekilas kenangan-kenangan indah mulai tayang satu persatu di pikiranku. Sejuknya angin Jogja. Harumnya aroma gulai. Cuitan burung di depan sekolah disertai dengan tawa canda sahabatku. Ayahku yang sedang asik menceritakan sejarah kepadaku. Ibu dengan masakannya yang tidak pernah mengecewakan. Semua terlintas begitu saja bak televisi mini dalam alam bawah sadarku. Kepala ini tidak dapat berpikir lagi, sekarang kelabu sudah berubah menjadi hitam. Tiba-tiba dadaku terasa sesak. Aku rasa maut akan menjemputku.

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 May 2020
Ujian Praktik TA 2019-2020
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Anggota Paskibra
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan PMR
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 01 February 2021
Ibadah Spekta: Membuka Ruang
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Pramuka SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2020
PENGUMUMAN PSB AKW 2021-2022
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 03 September 2020
OPEN HOUSE AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 19 September 2020
Seminar Psikotes AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 September 2020
Character Building kelas X
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 September 2020
Bina Iman Kelas XI
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 13 February 2023
“HIKMAT DI DALAM KETEKUNAN”
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 11 February 2023
PCG 3 : MENJAGA KESEHATAN MENTAL REMAJA SETELAH P...
PCG 3 : MENJAGA KESEHATAN MENTAL REMAJA SETELAH P...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2023
Skrining Kesehatan kelas 10
Skrining Kesehatan kelas 10
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 15 February 2023
"Do not follow the crowd in doing wrong"
"Do not follow the crowd in doing wrong"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 February 2023
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Cinta Tak Kunjung Selesai
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perjalanan Menuju Juara
Resensi Buku Perjalanan Menuju Juara
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 October 2023
Kesempatan Memenangkan hadiah tambahan periode 23...
Kesempatan Memenangkan hadiah tambahan periode 23...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 27 February 2024
Renungan : "IMAN YANG BENAR"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 28 February 2024
Morning Devotion : “Help My Unbelief!"
Morning Devotion : “Help My Unbelief!"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 01 February 2024
Renungan pagi
Renungan pagi
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 02 February 2024
Morning Devotion
Morning Devotion
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2024
Renungan : “YANG KECIL JUGA DIPEDULIKAN”
Renungan : “YANG KECIL JUGA DIPEDULIKAN”

Choose Your School

GO