Daun Telinga

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 03 November 2023

Daun Telinga

Jadon Meir Katie

 

Seorang wanita gagap berpakaian lusuh dengan raut wajah pilu menghampiri bibir rumahnya. Disebelahnya, terlihatlah seorang wanita berpenampilan bersih dan rapih layaknya orang kantoran di ibukota pada umumnya. "Pa-pagi de-dek, mu-mulai se-ekarang Bibi ya-ang ba-antu a-adek ya-a", lanturnya dengan sangat perlahan dengan nada yang gemetar terbata - bata serta dipadu logat jawa yang kental. Ditatapnya juga sesisi rumah itu dengan mata berair dan kornea mata yang kemerahan juga kantung mata yang tidak lagi cerah warnanya. "Mulai sekarang Bibi Nyoman akan kerja disini, baik - baik ya sama Bi Nyoman", saut wanita yang berdiri disebelahnya. "Oalah, orang bali kah Ma?, jauh banget dari Bali bisa ke daerah Bekasi", jawab perempuan muda yang ada di hadapannya. "Bukan begitu, dia memang orang Bali tetapi kini sudah menetap di Bekasi bertahun - tahun, dulu dia sempat bekerja di rumah sakit dan menjadi asisten rumah tangga Pak Asep, yang tinggal persis dua blok di belakang rumah kita. Namun, karena suatu hal ia mau bekerja disini, kebetulan Mama juga butuh tenaga lebih untuk mengurus rumah ini", jawab wanita kantoran itu dengan ramah tetapi sedikit terburu - buru karena waktu sudah menunjukkan pukul 6 dengan jarum panjang diangka 9, pertanda dirinya harus segera menuju ladang bekerjanya. "Sudah dulu ya, ketemu lagi nanti pas jam makan malam". Sesudah ucapan itu, pergilah ia menuju mobil dan tak lupa memberikan kecupan selamat tinggal kepada perempuan muda, anak sulung di rumahnya tersebut. "A-adek ti-tidak i-ikut I-ibu berangka-at juga ka-h ?", tanyanya dengan suara rintih dan sedikit cempreng diakhir kalimat. Perempuan itu reflek mengerutkan dahinya dan menyipitkan matanya tanda kebingungan. Meski begitu dia tetap berusaha memahami apa maksud dari perkataan Bibi Nyoman. "Maaf Bi, tadi aku kurang fokus, boleh diulang kah tadi ngomong apa ?", jawabnya dengan lembut dan ramah diiringi dengan senyuman. Bibi Nyoman membalas dengan senyuman lebar, "Adek ca-antik ya kul-itnya pu-tih ber-sih", jawabnya sambil mengelus pundak perempuan muda tersebut. Jawaban yang sungguh aneh, batin perempuan tersebut. Ia sangat yakin topik sebelumnya tidak ada hubungannya dengan wajahnya. Namun tidak apa, perempuan itu senang akan validasi. Semakin sumringah lah wajahnya ketika mendengar perkataan Bibi Nyoman. Sambil sedikit tertawa perempuan muda tersebut membalas pernyataan Bibi Nyoman, "Ah, Bi Nyoman bisa aja". Namun, reaksi Bi Nyoman setelahnya lebih tidak sesuai. Kali ini dia sedikit menundukkan pundaknya yang membuat posturnya semakin bongkok, lalu mendekatkan daun telinganya kehadapan perempuan muda tersebut seakan - akan meminta untuk dibisikkan sesuatu. Perempuan muda tersebut tidak lain dan tidak heran semakin kebingungan. Dia pikir ada kata - katanya yang menyinggung Bi Nyoman sehingga membuatnya terdiam dan memperagakan gestur seperti itu. Perempuan itupun akhirnya membuat topik pembahasan lain sekaligus ingin mengakhiri perbincangan yang semakin tidak jelas arahnya. Daripada ia menanggung malu, pikirnya saat itu. Perempuan muda itu berhati sensitif, sehingga ia perlu berpikir dua kali sebelum ia melontarkan pembicaraannya. Akhirnya dia menemukan percakapan yang pas untuk mengakhiri perbincangannya dengan Bibi Nyoman pagi itu. "Bibi, aku naik keatas dulu ya mau ke kamar", ucapnya dengan mengepalkan jari dan mengacungkan jari telunjuknya sambil membuat gestur menunjuk keatas. Akhirnya Bibi Nyoman mengerti maksud dari perempuan muda tersebut. Segeralah ia mempersilahkan perempuan muda itu menapakkan kakinya pada anak tangga untuk menuju kamarnya sendiri. Perempuan itu merasa lega bisa keluar dari obrolannya dengan Bibi Nyoman yang jika dipertontonkan oleh orang banyak mereka berdua terlihat seperti orang mabuk. Namun, keanehan tidak berhenti sampai dengan percakapan itu saja. Setelah perempuan muda tersebut berpamitan kepada Bibi Nyoman untuk menuju kamarnya dan mengikuti pembelajaran daring, ternyata diam - diam Bibi Nyoman mengikutinya dari belakang dengan suara langkah kaki yang sangat sunyi, hampir tidak mengeluarkan suara setitikpun. Perempuan muda itu merasa ada aura seseorang yang mengikutinya dari belakang, betapa terkejut dirinya ketika menoleh ternyata Bibi Nyoman membuntutinya dari belakang. Bertanyalah perempuan muda tersebut kenapa Bibi Nyoman mengikutinya hingga ke lantai dua. Apakah ada lagi perkataan yang kurang tepat keluar dari lidah sang perempuan itu. Pernyataan demi pernyataan disampaikan Bibi Nyoman tetapi tidak satupun dari mereka yang bahwasanya saling berinteraksi memahami perkataan masing - masing lawan bicaranya. Jam menunjukkan tepat pukul 7 pagi, sudah tidak ada lagi waktu bagi perempuan muda untuk menanggapi perkataan Bibi Nyoman. Akhirnya segeralah ia menuju kamarnya, membuka gadget dan menyalakan zoom lalu bersiap mengikuti pembelajaran daring. Bibi Nyoman dilantarkan sendirian begitu saja oleh sang perempuan muda pada bagian serambi rumah. Ditutuplah pintu kamar oleh sang perempuan tersebut, pertanda ia tidak ingin diganggu.

Merasa ada kejanggalan pada Bibi Nyoman perempuan muda itu jelas tidak berpangku tangan, seselesainya kelas daring ia segera menelpon Ibunya. Di tengah kesibukan kantor sekaligus bertemu dengan rekan sekerja solidnya, tiba – tiba wanita kantoran pekerja keras itu mendapat notifikasi dari telepon genggamnya. “Halo, kenapa Nak ?”, tanyanya. “Ma, Bibi Nyoman apa memang kurang bisa dalam berbicara ?”, lanturnya si perempuan muda dengan polos. Kurang dari beberapa menit mereka berbincang di telepon tiba – tiba ada suara teriakan dari tukang yang sedang merenovasi bagian plafon rumah kami. “Ibu yang dibawah, awas Ibu”, teriak seorang tukang yang mengenakan kaos partai berwarna merah bercorak banteng dengan lantang. Tidak hanya satu tukang tetapi kawan di sebelah kirinya pun ikut menyaut “Ibu, awas Ibu itu besi nya mau jatuh Ibu, nanti kena” lanjutnya dengan nada khawatir. Perempuan muda yang melihat situasi itu segera menarik tangan Bibi Nyoman yang sedang membawa sapu ketika melewati bagian konstruksi rumah tersebut dan mengamankannya ke teras rumah. Benar saja, apabila kurang dari beberapa detik mungkin Bibi Nyoman sudah dilarikan ke rumah sakit. Bagian kerangka dari plafon lama runtuh dan jatuh persis di titik Bibi Nyoman berdiri. “Astagfirullahaladzim”, ucap Bibi Nyoman yang baru tersadar akan kejadian yang hampir menimpanya. “De-k, ta-di i-itu ro-boh ya at-ap nya, Alhamdullilah ya Allah u- untung ga ke-na” jelas Bi Nyoman. 

“Halo ?, halo ?, Nak kamu masih disana kah ?”, ucap Ibu dari perempuan muda yang ternyata masih menyimak di telepon. “Oh iya Ma, tadi Bibi hampir aja tertindih kerangka plafon” terangnya. “Loh kok bisa ?” tanya Ibunya dengan heran.“Sepertinya selain berbicara tidak jelas, dia ada gangguan pendengaran kah”, tanya perempuan muda itu. “Sebenarnya dari pagi ketika Mama bertemu dengan Bi Nyoman penyalurnya saja sudah mengingatkan Mama kalo Bi Nyoman memang sedikit sulit untuk diajak berkomunikasi maka dari itu dia dikeluarkan dari pekerjaan lamanya di rumah sakit”. Perempuan muda itu terdiam cukup lama di telepon, kemudian keheningan itu dipecahkan oleh suara Ibunya, “Mama kerja dulu ya, nanti kita bicarakan lagi di rumah”, setelah itu panggilan suarapun berakhir.

Perempuan muda itu kemudian dikejutkan lagi oleh kehadiran wanita paruh baya yang tubuhnya bagai kulit dibungkus tulang. “De-k, Bibi perg-i du-lu ya-a, Bi-bi su-dah se-lesai membersihkan ru-mah, nanti tit-ip sa-lam ke Ibu ya”, ucapnya sambil mengepak barang – barangnya dan memasukkan kedalam tas jinjing. “Loh, Bibi mau kemana?”, tanya perempuan muda itu dengan wajah terheran. Ia mengira Bibi Nyoman akan tinggal dirumahnya sehingga ia tidak perlu mencari kos – kosan. “Bi-bi, ma-u ke ko-ntrak-an Bi-bi, de-ket ko-k it-u dek di Kam-pung Pu-lo”, jawabnya nyaring. Akhirnya ada perbincangan yang jawabannya menyambung dengan perkataan sebelumnya. 

Mobil berwarna abu – abu kemudian melaju dan parkir di hadapan rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 5, memang sudah sewajarnya wanita kantoran itu pulang dari ladang bekerjanya. Pintu mobil kemudian dibuka, dan wanita itu keluar dari dalam kendaraannya dengan membawa bungkusan berwarna putih dan beraroma sedap. Benar saja, ia baru memesan bakso untuk porsi satu keluarga, termasuk jatah makan Bibi Nyoman dan seluruh tukang di rumahnya. “Bibi jangan pulang dulu, mari makan sejenak”, tawar wanita itu dengan ramah. Gestur tubuh wanita itu sedikit berbeda ketika berbincang dengan Bibi Nyoman, ia sedikit memperlambat gerak bibirnya dan menggunakkan banyak gestur tangan layaknya pendongeng handal. Uniknya, Bibi Nyoman langsung mengerti apa yang majikannya maksud. Ia bergegas kembali masuk ke dalam rumah dan menyiapkan mangkuk, sendok, dan garpu lalu menyuguhkannya untuk semua orang di rumah. Sembari makan dan mengobrol bersama Bibi Nyoman ternyata banyak hal yang baru diketahuinya dan betapa perempuan muda itu harus bersyukur atas kehidupannya. Ternyata Bibi Nyoman dinyatakan hampir tuli, dia memang tidak sepenuhnya tidak mampu mendengar, tetapi kondisi itu dibiarkan cukup parah ditambah ia kehilangan pekerjaan, sehingga tidak mampu untuk membeli sepasang alat bantu dengar yang merogoh kocek yang tidak sedikit. Tidak sampai disitu kisah pilu dari wanita paruh baya ini, ternyata dia mempunyai seorang anak laki – laki yang usianya tidak jauh dari si perempuan muda. Anak laki – lakinya masih duduk dibangku SMA dan ia tinggal di kontrakan bersama dengannya di Kampung Pulo. Suaminya tidak bersedia mengambil tanggung jawab untuk membesarkan anaknya. Pekerjaannya hanya menghabiskan uang istrinya dengan berfoya – foya lalu terjerat hutang yang banyak dan membiarkan istrinya untuk melunasi hutangnya. Itulah sebabnya Bibi Nyoman melarikan diri dari kampung halamannya di Ponorogo dan merantau ke Bekasi bersama dengan anak semata wayangnya. Pertama kalinya ia menginjakkan kaki di rumah majikan pertama sebelum keluarga kami, yaitu Keluarga Pak Asep memberikan luka yang membekas di hatinya. Terkadang ia mendapat perlakuan yang tidak senonoh. Sering kali ia menerima cercaan makian juga kekerasan fisik dari anggota keluarga Pak Asep untuk dirinya. Selama makan malam itu berlangsung, kami tersadar bahwa betapa kami harus bersyukur akan kenikmatan sekecil apapun. Seperti halnya Bibi Nyoman meromantisasi momen makan malam dan tidak berhentinya berterimakasih atas jamuan yang kita berikan padanya. Bagi Bibi Nyoman tidak ada lagi gunanya mencari kebahagiaan. Selama kita merasa cukup, maka itulah hal yang terbaik untuk kita. 

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 May 2020
Ujian Praktik TA 2019-2020
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Anggota Paskibra
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan PMR
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 01 February 2021
Ibadah Spekta: Membuka Ruang
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Pramuka SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2020
PENGUMUMAN PSB AKW 2021-2022
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 03 September 2020
OPEN HOUSE AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 19 September 2020
Seminar Psikotes AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 September 2020
Character Building kelas X
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 September 2020
Bina Iman Kelas XI
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 13 February 2023
“HIKMAT DI DALAM KETEKUNAN”
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 11 February 2023
PCG 3 : MENJAGA KESEHATAN MENTAL REMAJA SETELAH P...
PCG 3 : MENJAGA KESEHATAN MENTAL REMAJA SETELAH P...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2023
Skrining Kesehatan kelas 10
Skrining Kesehatan kelas 10
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 15 February 2023
"Do not follow the crowd in doing wrong"
"Do not follow the crowd in doing wrong"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 February 2023
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Cinta Tak Kunjung Selesai
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perjalanan Menuju Juara
Resensi Buku Perjalanan Menuju Juara
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 October 2023
Kesempatan Memenangkan hadiah tambahan periode 23...
Kesempatan Memenangkan hadiah tambahan periode 23...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 27 February 2024
Renungan : "IMAN YANG BENAR"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 28 February 2024
Morning Devotion : “Help My Unbelief!"
Morning Devotion : “Help My Unbelief!"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 01 February 2024
Renungan pagi
Renungan pagi
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 02 February 2024
Morning Devotion
Morning Devotion
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2024
Renungan : “YANG KECIL JUGA DIPEDULIKAN”
Renungan : “YANG KECIL JUGA DIPEDULIKAN”

Choose Your School

GO