Cerpen (Petang Sore)

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023

Petang Sore

Edwarth N.K, XII IPA 3

 

“Edo! Ayo, cepat! Remed fisika sekarang juga di lab fisika! Sudah ditunggu Bu Tio!" Itulah kata-kata yang diucapkan oleh Johana kepada Edwarth di gawainya sebelum ia naik ke lantai tujuh. "Kaget" merupakan kata yang paling tepat untuk menggambarkan Edwarth sekarang ini. Edwarth sedang duduk santai sendirian di kantin sambil menyeruput kopi cincaunya sebelum temannya itu menyuruh dia untuk mengikuti remedial fisika. Edwarth, murid yang biasa dipanggil Edo itu lupa, bahwa remedial fisika itu dimulai 15 menit setelah bel pulang sekolah, bukan 30 menit setelahnya. 

     Walaupun sudah diingatkan bahwa remedial fisika sudah mulai, Edo tetap dengan santainya berjalan menuju lab fisika bak orang yang belum makan atau minum seharian. Edo kaget dan sekaligus lega sesampainya dia di lantai 7, karena dari jauh, ia masih bisa melihat anak-anak seangkatannya sedang bercakap-cakap di depan lab di depan pintu lab yang masih terbuka lebar. Memang, remedial fisika sudah dimulai, tetapi Ibu Tio menyediakan waktu untuk murid-muridnya mempersiapkan diri untuk remedial, bukan langsung memulai remedial pada detik itu juga. "Semua bangku di meja sudah memiliki majikannya masing-masing tampaknya." pikir Edo. Tetapi kesimpulan itu dibuktikan salah ketika Edo melihat satu bangku yang terletak di barisan kedua dari kanan, yang belum memiliki majikan.

     Tak terpikirkan olehnya siapa pemilik bangku-bangku yang mengitarinya, yang penting, dia tidak harus angkat kaki dan mengerjakan remedialnya di luar. Edo adalah beberapa dari sekian anak yang minimal, berusaha, untuk menguasai soal-soal yang akan muncul di kertas remedial. Meskipun sebagian besar dari soal-soal hitungan itu gagal dikuasai Edo, tetapi murid ini adalah jagoannya giliran menghafal jawaban dari pertanyaan-pertanyaan teori atau yang tidak mengandung unsur hitung-hitungan. Sebuah teriakan menusuk telinga Edo saat dia sedang fokus-fokusnya belajar untuk remedial.

     "Woi! Ini bangku gua! Geser!" teriak suara seorang gadis. "Oh. Einne. Duh, ini orang mau apa sih, lagi fokus belajar juga" gerutu Edo dalam hatinya. Edo yang merasa terganggu dengan pekikan gadis itu, berdiri dari bangkunya dengan menatap serius gadis itu. "Mau apa sih? Berisik amat! Orang tas lu di ujung meja kenapa malah suruh gua geser? Udah siang masih saja sewot!" Adu mulut itu diakhiri dengan ucapan gadis beralis jarang yang menyatakan "Ini tuh bangku Angelique! Udah geser, cepat!"

     Edo yang tidak memiliki semangat untuk berdebat dengan siapapun pada waktu itu, memilih untuk meninggalkan bangku dan pindah ke dua bangku di serong kirinya. Ia tidak menyisihkan sedetik pun untuk memikirkan adu mulut yang barusan saja tadi, lagi pula, memperpanjang masalah tidak akan memberikan anak itu tambahan nilai di remedialnya nanti. Suasana lab yang sudah bising dan ramai, tambah ramai juga ketika Johana dan teman-temannya mendekati meja lab Edo dan duduk di kaki bangku-bangku yang terlihat disandari oleh tas mereka masing-masing. "Weh, gimana, bisa gak lu fisika?" tanya Johana, yang sepertinya, dari raut mukanya terlihat semrawut dari remedial fisika. Edo hanya menggeleng-geleng kepala sembari menatap layar gawainya, yang mengindikasikan bahwa dia pun juga tidak begitu memahami materi yang dipelajari.

     Bisingnya kelas itu mereda dan tambah mereda ketika mereka mendengar Ibu Tio membuka pintu lab lalu masuk ke dalamnya sambil mengajak murid-murid yang masih di luar untuk masuk ke dalam juga. Keluarlah pengumuman dari mulut beliau yang menyatakan "Ok. Karena jumlah yang remed sangat banyak, maka Ibu putuskan bahwa yang nilainya di bawah 70, Ibu pindahkan ke kelas 12 IPA 1. Sekali lagi, yang nilainya di bawah 70, bawa tasnya dan pindah ke 12 IPA 1." Kelas yang tadinya hening itu mulai berisik lagi dengan gemuruh murid-murid yang mengangkat barang-barangnya dan berlari-lari menuju 12 IPA 1. Pemandangan tersebut seolah-olah melihat kuda-kuda berlari menuju garis finish, yakni 12 IPA 1, kelas yang terletak di paling ujung di lantai 7.      Edo merupakan kuda tercepat dalam lapangan itu. Dialah yang keluar dari lab pertama, sekaligus murid pertama yang sampai di kelas 12 IPA 1. Tanpa pikir panjang, Edo langsung duduk di barisan paling belakang dan paling pojok kelas. Gemuruh lorong lantai yang tadinya sangat deras itu perlahan-lahan surut dengan bertambahnya murid-murid yang masuk ke dalam kelas dan berebutan untuk duduk di barisan-barisan belakang. Sampailah Johana dan teman-temannya di kelas, mereka adalah orang-orang yang paling terakhir memasuki kelas.

     Edo berdiri dan melambaikan tangannya, memberikan sinyal untuk teman-temannya untuk duduk di barisan pojok belakang bersamanya. Kegaduhan itu semua benar-benar berakhir ketika Ibu Tio masuk ke dalam kelas dan menutup pintu kelas, yang menandakan bahwa remedial akan benar-benar mulai dan waktu untuk belajar sudah tidak ada lagi. Beliau memerintahkan murid-murid untuk membuka gawainya dan membuka Moodle, tempat mengerjakan remedial jika dilakukan secara online. Satu jam berlayar, dan jumlah murid di ruang kelas itu masih bisa dibilang ramai. Jumlah murid yang berhasil keluar dari ruangan itu bisa dihitung dengan jari.      Ada murid-murid yang memang tuntas menyelesaikan remedial, dan sudah pasti, ada juga murid-murid yang memutuskan untuk menyerah, menekan tombol "Submit", dan meninggalkan lembar kerjanya dengan beberapa-beberapa soal yang kosong. Waktu menunjukan 13.45. Dengan itu, suara Ibu Tio membangkitkan bisingnya kelas dengan kalimat "Baik anak-anak. Silahkan submit Moodlenya, lalu kumpulkan kertas coretan kalian ke depan, lalu kalian boleh meninggalkan ruangan kelas. Jangan lupa isi absensi."      Edo berdiri dari bangkunya untuk menepuk pundak Johana untuk berkata sambil tertawa, "Gimana? Bisa?" Johana hanya menepuk jidatnya lalu menghembuskan nafasnya, lalu mengajak Edo dan temannya untuk ikut maju mengumpulkan kertas coretannya ke depan. Rombongan Edo balik ke bangkunya masing-masing, mengangkat tas-tasnya, lalu meninggalkan kelas untuk dijemput pulang.  Waktu menunjukkan jam dua lewat sesampainya rombongan Edo di lobi SMA. Beberapa murid langsung pulang meninggalkan sekolah, dan beberapa tampaknya masih harus menunggu untuk dijemput. 

    Edo bersama teman-temannya duduk di bangku dalam lobi untuk membuka gawainya dan menanyakan keberadaan adiknya untuk memastikan bahwa dia sudah benar-benar sampai di pulang. Dalam hitungan detik, tampak notif gelembung chat bertuliskan "Iya" dari gawainya. Edo mengusap mukanya lalu menghembuskan nafasnya yang menunjukkan bahwa dia lega bahwa adiknya tidak harus menunggu hanya untuknya sampai jam dua, padahal biasanya, adiknya sudah angkat kaki dari kelas dua jam lebih cepat.

     Meskipun jam dua siang sudah jelas lewat jam pulang sekolah yang biasa, tetapi Edo belum menemukan adanya rasa untuk kembali ke habitatnya. Di lobi tersebut, tersisa Edo, Johana, dan dua orang yang sedang asik bercengkerama, Meisya, Chelsea, dan Marvel. Johana mendekati dua murid itu dan duduk memotong pembicaraan tersebut. “Eh Mes, lu belum pulang?” tanya Johana dengan heran. “Belum lah cuk, orang gua dari tadi remed fisika juga.” balas Meisya, yang kerap dipanggil Mesu itu.

     “Oit, lu pada mau ikut gua gak ke Indomaret? Kalo uang gua cukup, mungkin gua bisa jajanin lu berempat” ajak Edo yang datang memotong percakapan dua gadis dan satu lelaki tersebut. Sudah jelas, manusia mana yang tidak luluh ketika hendak diberi makanan? Lebih cepat daripada kilat yang menyambar tanah, Meisya, Johana, dan Chelsea bangkit dari kursi untuk siap-siap mengembara menuju Indomaret belakang McDonalds depan sekolah. Sebelum mencampakkan lobi SMA itu, Edo hendak mengajak temannya Mesu yang sudah menemaninya sementara sebelum dua makhluk mengganggu pembicaraan mereka. Marvel namanya. 

     Edo tidak pernah dekat atau adanya sedetikpun duduk untuk mengobrol dengan anak tersebut, tetapi karena akan terasa aneh jika dia dibiarkan sendirian saja, Edo memutuskan untuk mengajak anak itu. Lagipula, tidak ada salahnya jika dua anak bermata empat tersebut bisa mulai berteman perkara hendak jajan di Indomaret. Edo membalikkan badannya untuk masuk ke dalam dan mendekati Marvel untuk ia ajak untuk dibeli makanan. “Oit, mau ikut gak? Gua yang jajanin.” Marvel menolak ajakan murid itu, berkata “Oh gak usah, gapapa” sambil tertawa, menggeleng-geleng kepalanya itu. 

     Edo hanya terdiam, menatap Marvel, lalu mendekati Marvel, mendaratkan jari jempolnya di belakang telinganya. Mengindikasi bahwa ia tidak mendengar ucapan tolakan itu walaupun pada saat itu. Padahal Edo dengan jelas mendengar tolakan anak itu, tetapi ia pura-pura tuli saja, karena menurutnya, pada ajakan kedua, manusia kerap mengatakan “Ya” akan ajakan tersebut. Benar saja, Marvel bangkit dari kursi kayu dan mengkonfirmasi maksud dari berdirinya dia dari bangkunya. “Yaudah deh. Ayo” ucap Marvel sembari ketawa. 

     Entah, raut muka Edwarth yang terlihat mengerikan dan sekaligus aneh yang membuat anak itu menerima bujukannya, atau dia memang ingin jajan, tetapi segan untuk membiarkan kemauannya terlihat. Yang penting, anggota pengembara Indomaret itu bertambah satu akhirnya. Lima anak yang baru menyelesaikan remedial fisika memulai perjalanannya menuju Indomaret untuk membeli entah apa yang mereka inginkan. Di tengah-tengah perjalanan, mereka sembari membahas rekor nilai mereka selama tiga bulan duduk sebagai murid kelas sebelas. Seperti mayoritas murid-murid seangkatannya, mereka cukup khawatir mengenai jumlah warna yang akan muncul di rapor mereka. 

     “Woi, dah nyampe nih, yok. Kata gua beli es krim aja dah.” Percakapan yang merisaukan otak tadi itu hilang ditelan bumi. Masuklah lima anak itu ke dalam toko yang sepi itu, bahkan seekor nyamuk pun tidak tampak terlihat di dalamnya. Edo sambil menggeser kotak es untuk mengambil es krim rasa stroberi, rasa yang paling diminati dari zaman ia masih belajar hitung dan baca, berkata, “Beli es krim aja yak. Uang gak mendukung kali ini.” Selesai dia mengambil es krim dari kotak itu, Edo menengok ke arah kanannya, lalu tertawa kecil melihat teman-temannya mengambil es krim bermerek dan rasa yang sama sepertinya. 

     Ketika semua sudah mengambil cemilannya masing-masing, mereka berjalan menuju counter untuk membayar semua yang mereka beli. Terpujilah malaikat, untungnya uang yang dimiliki Edo cukup untuk membeli lima es krim bagi masing-masing anggota. Usai membayar es krim-es krim tersebut, lima anak tersebut mengembara pulang ke lobi SMA, awal mula mereka berangkat. Sesampainya mereka di gerbang sekolah, Johana bergegas lari ke dalam lobi, mendahului mereka semua untuk menggendong tasnya. Ternyata, dia sudah dijemput terlebih dahulu oleh jemputannya dengan motor.

     Edo, Mesu, dan Chelsea bersorak dan melambaikan tangan kepada Johana sebagai salam untuk berjumpa pada besok pagi hari. Akhirnya, perasaan yang membuat Edo ingin balik ke habitatnya menimpanya juga. Langsunglah anak itu memesan Gojek motor sembari mengobrol dengan anggota-anggota yang tersisa di lobi tersebut. Tidak ada lima menit, gawai Edo bergetar. Tanpa anak itu membuka kunci gawainya, Edo pun langsung tahu bahwa notifikasi itu berasal dari Mas Gojek yang akan menjemput Edo balik ke habitatnya.

    Edo bergegas menarik tasnya dengan sembrono, hingga botol minumnya jatuh, saking rindunya anak itu dengan kasur empuk di kamarnya. Edo lalu menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan kepada anggota-anggota pengembara beberapa menit lalu. Edo menduduki bangku motor dan motor itu meninggalkan sekolah untuk dia jumpai pagi besoknya. Tidak ada yang spesial dari perjalanan bersama Mas Gojek dari sepuluh menit pertama. Itulah yang dikira murid itu sebelum ia dan Mas Gojek sampai di depan gerbang masuk dan keluar Kota Wisata. 

     Namanya juga Jakarta, tidak mungkin tidak macet. Mungkin orang-orang yang setiap hari melewati jalan-jalan ini lebih percaya kucing bisa bertelur daripada mempercayai kalau jalan-jalan sekitar Kota Wisata tidak macet sehari saja. Di tengah-tengah kebisingan suara klakson dan suara knalpot, Edo dan Mas Gojek bercakap-cakap kecil mengenai kehidupan sehari-hari mereka. Mulai dari hal-hal yang membuat mereka tetap semangat menjalani hidup sampai yang membuat malas menghadapi tantangan-tantangan dalam profesi masing-masing. Tidak terasa bahwa sudah sejam lebih mereka mengobrol, walau tak terhitung jumlah suara-suara kendaraan yang sukses memotong pembicaraan yang mengasyikkan tersebut. 

    Padahal biasanya, hanya diperlukan waktu lima belas menit bagi Edo untuk kembali ke kandangnya menggunakan motor, tetapi apa boleh buat. Ini pertama kalinya semenjak pandemi yang terjadi dua tahun lalu, dimana Edo pulang sangat jauh dari jam sekolahnya. Rekor terlamanya masih dipegang saat ia masih SMP kelas 2, yakni jam 6 sore, dia baru selesai menyelesaikan urusan sekolah karena persiapan sebuah lomba olahraga. Semenjak pandemi, inilah waktu paling larut bagi murid itu untuk sampai ke rumahnya sehabis pulang dari kegiatan-kegiatan di sekolah.

    Lumayan jarang bagi Edo untuk memberikan tip atau uang tambahan di luar perkiraan aplikaai kepada Mas-Mas Gojek. Bukan karena pelit, tetapi karena memang tidak ada uang. Tetapi kali ini, karena Edo kebetulan memiliki sisa uang yang lumayan dan dia sangat menghargai Mas Gojek yang mau mengantar dia sejauh dan selama ini, dimana biasanya, sangat umum bagi Edo untuk melihat notifikasi bahwa pesanannya ditolak Mas-Mas Gojek. Edo turun dari bangku motor dan menggunakan sisa uang yang ia punya, yakni 10.000, ia berikan sebagai tip kepada Mas Gojek tersebut. Ia tersenyum kepada Mas Gojeknya dan mengucapkan sepatah “terima kasih” kepadanya lalu membalikkan badannya menghadap pintu untuk beristirahat dan mempersiapkan hari esok.

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 May 2020
Ujian Praktik TA 2019-2020
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Anggota Paskibra
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan PMR
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 01 February 2021
Ibadah Spekta: Membuka Ruang
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Pramuka SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 27 August 2020
LOLOS SBMPTN
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 September 2020
EDUFAIR AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2020
PENGUMUMAN PSB AKW 2021-2022
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 03 September 2020
OPEN HOUSE AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 19 September 2020
Seminar Psikotes AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 January 2023
PKBN2K : MENGERJAKAN KESELAMATAN NASIONAL
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 02 January 2023
PKBN2K : MENDERITA WALAU TAK BERDOSA
PKBN2K : MENDERITA WALAU TAK BERDOSA
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 23 January 2023
PKBN2K : MESIAS YANG MENDERITA
PKBN2K : MESIAS YANG MENDERITA
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2023
“KEKAYAAN ROHANIAH”
“KEKAYAAN ROHANIAH”
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 13 February 2023
“HIKMAT DI DALAM KETEKUNAN”
“HIKMAT DI DALAM KETEKUNAN”
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 26 August 2023
Satu Dasawarsa SMPK dan SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 27 August 2023
Padus Spekta Ikut Melayani Tuhan Melalui Pujian
Padus Spekta Ikut Melayani Tuhan Melalui Pujian
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Cerpen (Petang Sore)
Cerpen (Petang Sore)
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Cerpen (Percobaan Theseus)
Cerpen (Percobaan Theseus)
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Cerpen (Sonata dan Stroberi)
Cerpen (Sonata dan Stroberi)
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 08 February 2024
Cerpen : "Kisah Cinta Niskala Anak SMA"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 February 2024
PKBN2K : "Penguasaan Diri"
PKBN2K : "Penguasaan Diri"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 February 2024
PKBN2K : "Kesabaran"
PKBN2K : "Kesabaran"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 February 2024
Renungan Pagi : "STATUS DAN FUNGSI"
Renungan Pagi : "STATUS DAN FUNGSI"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 February 2024
Renungan : "MEMBERI BUKTI”
Renungan : "MEMBERI BUKTI”

Choose Your School

GO