CERPEN-Kenapa Harus Pakde?

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 19 January 2024

Kenapa Harus Pakde?

Zefanya Alfaningsih Wardoyo, XII IPA 3

“Pakde masuk rumah sakit,” kata mama seketika memasuki ruang keluarga. Aku dan adikku yang berada di kamar masing-masing seketika berlari keluar kamar karena terkejut mendengar kabar tersebut. “Belum tau sakitnya apa, tapi kondisinya cukup buruk.”

“Kenapa harus Pakde?” pikirku dalam hati. “Kok bisa masuk rumah sakit?” tanyaku menyuarakan satu dari sekian banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku. “Mama dikabarin Uti, belakangan ini kondisi Pakdemu memang memburuk dan ini barusan dibawa ke rumah sakit,” jawab Mama dengan nada khawatir. 

“Itu lanjutan yang kecelakaan motor waktu itu?” Ya, Pakde memang mengalami kecelakaan motor beberapa waktu yang lalu. Namun, setahuku, kondisinya sudah kian membaik pascakecelakaan itu. Sejujurnya, kecelakaan itu tidak terlalu parah, tapi karena ditambah dengan penyakit bawaan yang diderita Pakde membuatnya menjadi parah dan membutuhkan waktu cukup lama untuk sembuh. 

“Mama gatau juga, kita tunggu saja kabarnya.” Aku kembali ke kamar dengan banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku. Hatiku kini penuh kegelisahan. Pakde adalah salah satu orang yang paling dekat denganku. Dialah yang merawat dan menjagaku menggantikan papa ketika papa sedang menyelesaikan pendidikannya di negeri tetangga. 

Hari demi hariku lalui dengan penuh kegelisahan, aku terlalu takut memikirkan segala kemungkinan yang terjadi ke depannya. Mama menjalani hari seperti biasanya tapi yang aku tau pasti, Ia menangis setiap malam karena merasa sama khawatirnya denganku. Wajar saja, Pakdelah yang selalu memasang badan untuk menjaga dan melindungi Mama karena Pakde merupakan anak pertama. 

Beberapa hari berlalu, Pakde sudah kembali ke rumah dengan kondisi yang membaik. Dokter memang belum bisa memberikan kepastian penyakit apa yang dideritanya, tapi Ia mengatakan kalau kondisi Pakde baik-baik saja. Semangat demi semangat terus kami berikan untuk mendukung Pakde akan cepat kembali pulih. 

Namun sayangnya, beberapa minggu kemudian, Pakde kembali harus dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya yang kembali memburuk. Kegelisahan kembali melanda kami sekeluarga. Kali ini Pakde harus tinggal lebih lama di rumah sakit. Mama menjadi sangat khawatir dan memutuskan untuk tinggal di rumah Akung untuk beberapa waktu sampai kondisi Pakde membaik. Keputusan Mama tersebut membuat Aku, Adik, dan Papa juga tinggal di rumah Akung sampai waktu yang belum ditentukan, untungnya di masa pandemi ini semua kegiatan sekolah dan kantor bisa dikerjakan dari jauh. 

Sekarang sudah bulan Oktober, sudah beberapa bulan sejak pertama kali kondisi Pakde memburuk dan dilarikan ke rumah sakit. Entah sudah berapa lama aku tinggal dirumah Akungku, aku tak bisa mengingatnya dengan pasti. Kondisi Pakde sudah lumayan membaik sekarang. Dia sudah bisa melakukan beberapa aktivitas aktivitas ringan. 

Namun lagi dan lagi, kondisinya memburuk setelah sekian minggu berlalu. Kali ini muncul gejala yang lebih parah, beberapa bagian di tubuhnya juga mengalami pembengkakan. Dokter belum bisa memberikan jawaban pasti tentang penyakitnya. Suatu hari, Pakde tidak sadarkan diri dan kami keluarga kembali melarikannya ke rumah sakit. Kondisinya yang kali ini sangat membuat kami khawatir dan takut, karena kondisinya yang benar-benar buruk. 

Siang ini, aku, mama, papa, dan adik sedang makan di sebuah tempat makan. Semuanya masih baik-baik saja sampai tiba-tiba Mama mendapat telepon dari Budeku, bisa kami liat dari raut wajah Mamaku sepertinya itu bukan kabar yang baik. Ya, betul sekali. Itu bukan kabar yang baik. Kondisi Pakde sepertinya jauh lebih buruk dari apa yang kami sekeluarga bayangkan sebelumnya. 

“Pakde kena gagal ginjal, jadi harus cuci darah.” Setelahnya, aku langsung kehilangan selera makanku. “Kenapa harus Pakde?” pertanyaan itu kembali muncul dalam pikiranku. “Kenapa harus Pakde? Kenapa harus sekarang? Kenapa harus gagal ginjal?”

Semenjak itu Pakde terus melakukan cuci darah untuk memastikan kondisi membaik secara perlahan. Ya, kondisinya membaik beberapa waktu setelahnya. Pakde memang tidak bisa beraktivitas berat tapi ia masih punya semangat hidup yang kuat untuk sembuh dan dapat kembali beraktivitas seperti biasa. Ada rasa sakit yang luar biasa di hatiku ketika melihat Pakde hanya bisa diam di rumah dan melakukan terbatas untuk melakukan aktivitas. Padahal selama ini aku mengenalnya sebagai sosok yang tidak pernah bisa diam, selalu ada saja kegiatannya. 

Kondisinya yang kian membaik membuatku sekeluarga kembali ke Jakarta karena sudah telalu lama tinggal di rumah akungku. Ada banyak hal lain yang juga harus dikerjakan oleh Papa, begitu pula dengan sekolahku dan adikku. 

Desember merupakan bulan yang selalu membahagiakan bagi kami. Desember adalah bulan yang penuh dengan sukacita, penuh dengan ucapan syukur, dan penuh dengan harapan. Natal selalu kami rayakan bersama di rumah akung. Kami sekeluarga berharap bulan ini tetap dapat membawa kebahagiaan bagi kami sekeluarga, terutama bagi Pakde di tengah kondisinya yang terus berusaha untuk pulih. Dua minggu sebelum Natal, aku dan keluarga pulang ke rumah akung untuk merayakan Natal seperti tahun-tahun sebelumnya sekaligus memberikan dukungan semangat untuk Pakde. Tanggal 12 Desember lebih tepatnya. 

Kondisi Pakde memang membaik, tetapi fisiknya tidak dapat berbohong kalau beberapa bulan terakhir ini Ia melewati kondisi yang berat. Ia sosok yang kuat, sosok yang kuat, sosok yang masih tetap berdiri dan berjuang di atas kakinya untuk memperjuangkan hidupnya. Pakde masih punya semangat hidup yang luar biasanya. 

Badannya yang dulu berisi sekarang hanya tinggal tulang saja. Untuk berjalan dengan jarak yang tidak dekat pun Ia memakai kursi roda. Sekarang tidak sembarang makanan bisa Ia konsumsi, hanya beberapa jenis makanan tertentu yang diizinkan oleh dokter di masa pengobatannya. 

Sampai tanggal 14 kondisinya masih bisa dikatakan aman, bahkan malam harinya Pakde masih sempat meminta ice cream-ku yang dibelikan Papa dari KFC dekat rumah Akung. Pakde masih bisa ikut berkumpul bersama kami di ruang tamu untuk berbagi canda dan tawa, ya walaupun ia harus duduk di kursi roda. 

Tuhan sepertinya berkehendak lain, keesokan paginya kondisi Pakde dapat dikatakan jauh dari kata baik. Kondisinya memburuk dalam semalam bahkan pagi ini Ia mulai mengalami sesak napas dan tidak kuat untuk beranjak dari tempat tidur. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan bagi kami sekeluarga. 

Kondisinya menjadi sangat buruk di tanggal 16 siang, kesadarannya mulai menurun drastis dan puncaknya tiba ketika malam harinya. Pakde benar-benar dalam kondisi kritis hingga akhirnya kembali dilarikan ke rumah sakit untuk kesekian kalinya. Semua keluarga sangat khawatir dan muncul rasa takut bagaimana kalau Pakde berpulang, tapi di sisi lain kami juga sudah mempersiapkan diri kalau memang Tuhan lebih sayang sama Pakde. 

Malam itu aku mengantarkan pakaian ganti ke rumah sakit bersama mamaku. Ada suatu perasaan asing bercampur rasa gelisah yang luar biasa di hatiku. Rasa yang membuatku merasa harus menemui Pakdeku malam itu. Namun, karena kapasitas orang yang datang berkunjung dibatasi membuatku mengurungkan niat untuk melihatnya dan membiarkan mamaku yang mengantarkan pakaian ganti itu ke kamar rawat Pakde. 

Aku menunggu di dalam mobil dengan terus menatap ke arah jendela kamar rawat inapnya. Sambil terus berharap dan berdoa semoga Tuhan memberikan yang terbaik bagi Pakde. Kembali aku pulang ke rumah akung dan mendapati semua orang di rumah sama khawatirnya denganku. 

Pagi ini, tepat tanggal 17 Desember, sekitar pukul 7 pagi, Papa membangunkanku dan hanya mengatakan “Siap siap, Pakde kritis.” Aku bukan lagi anak kecil yang harus dijelaskan dengan detail apa yang kemungkinan akan terjadi sebentar lagi. “Papa sama Mama mau ke rumah sakit, nemenin Bude. Kamu bangun, jaga Akung sama Uti, Adek sama Mba Audri juga. Uti sama Akung diingatkan untuk makan.” Pesan Papa yang sejujurnya hanya kudengar secara lalu karena aku sibuk dengan banyak pertanyaan di kepalaku. 

“Ya, hati hati!” hanya itu jawaban yang bisa aku berikan. “Oke, mari hadapi hari ini. Apapun yang terjadi pasti yang terbaik,” pikirku menyakinkan diri sendiri. Oh sepertinya aku lupa mengenalkannya, Mba Audrina, anak pertama dari Pakdeku yang masih berumur 5 tahun. Karena dia merupakan anak dari kakaknya mamaku, wajar saja aku memanggilnya mba walaupun umurnya lebih muda dariku. 

Aku beranjak dari tempat tidur dan pergi menuju kamar mandi. Selesai mandi aku memaksakan diri untuk makan. Mendekati pukul 8, aku merasakan perasaan gelisah yang sangat luar biasa sekaligus rasa takut. Pikiranku mulai berkeliaran memikirkan berbagai hal. Hingga tak lama kemudian, ponselku berdering, telepon dari papa. 

Ya, Pakde sembuh. Benar-benar sembuh dan pulih. Sudah pulang ke tampat yang paling indah dan berbahagia bersama Tuhan Yesus di sana. 

Muncul perasaan sedih tapi juga lega, dan ya tentunya bahagia. Bukan, bukan bahagia karena kehilangan orang yang aku sayang, tetapi bahagia karena akhirnya Pakde tidak perlu lagi merasakan rasa sakit yang beberapa bulan ini Ia rasakan terus menerus. Bahagia karena Pakde sudah menemui kemenangannya. 

Aku tak dapat mengantarkan Pakde ke tempat peristirahatan terakhirnya di dunia karena terbatas oleh pademi. Banyak orang datang ke rumah Akung untuk mengucapkan turut berduka cita. Pakde memang terkenal ramah dan mudah bergaul dengan banyak orang. Pakde memang bukan orang sangat berada, tapi tak pernah sekalipun Ia merasa keberatan untuk membantu orang atau membagikan apa yang dia punya untuk orang lain. Pakde sering mengajakku jalan-jalan berkeliling Klaten, kota kelahiranku. Tak perlu lupa Ia selalu mengajakku untuk singgah di salah satu warung untuk mentraktirku. Pakde juga yang tak perlu mengajakku untuk ikut serta dengannya ketika Ia akan pergi jalan-jalan ke suatu tempat. 

Tak pernah kusangka, ucapan selamat ulang tahun darinya ketika aku ulang tahun beberapa bulan yang lalu menjadi ucapan darinya yang terakhir. Tak pernah kusangka juga, ucapan selamat darinya ketika aku diterima di SMA menjadi ucapan selamat yang terakhir darinya. Tak pernah kusangka, keinginannya memakan ice creamku menjadi salah satu keinginannya yang terakhir. 

Di balik semua rasa sedih yang aku rasakan itu, aku merasa bahagia karena aku yakin Pakde telah mencapai kemenangannya dan bahagia di sana Bersama Tuhan Yesus. Kami sekeluarga juga merasakan hal sama, kepergiaan Pakde memang sangat menyayat hati kami semua. Semua kenangan bersamanya masih terus berputar dalam memori kami pribadi lepas pribadi. 

Kini ku mendapatkan jawaban untuk pertanyaan yang berbulan-bulan ini terus menerus berputar di kepalaku, “Kenapa harus Pakde?” Ya, karena itu yang terbaik yang memang sudah menjadi bagian dari rencana Tuhan untuk Pakde. Pakde sosok yang kuat, sosok yang luar biasa, sosok yang Tuhan percaya bisa melewati cobaan hidup yang Tuhan berikan. Pakde berhasil membuktikannya, kalau ia memang kuat, Ia mempu bertahan dan berjuang sampai akhirnya Tuhan menjemputnya untuk kembali pulang ke tempat yang paling indah untuk mencapai kemenangannya.

Hari demi hari berganti, bulan bertemu bulan, hingga kini tahun demi tahun berlalu. Semua kenangan itu masih ada, serta muncul rasa rindu yang memuncak di dalam hati. Pakde memang sudah tidak berada bersama-sama dengan kami, tetapi ia turut hadir dalam setiap kehidupan kami. 

Semua rasa yang muncul di dalam hati kuwujudkan dalam bentuk surat yang masih kusimpan sampai kini. Surat-surat yang berisi cerita-ceritaku, mulai dari masalah sekolah hingga hal-hal lucu yang sejujurnya tidak terlalu penting aku tuangkan disana. Juga tak lupa ungkapan rindu dan sayang yang selalu aku sisipkan di dalam surat-surat tersebut. 

“Pakde, terima kasih banyak. Sampai bertemu lagi di tempat yang paling indah bersama Tuhan Yesus ketika waktunya tiba!”

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 May 2020
Ujian Praktik TA 2019-2020
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Anggota Paskibra
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan PMR
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 01 February 2021
Ibadah Spekta: Membuka Ruang
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 January 2021
Pelantikan Pramuka SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2020
PENGUMUMAN PSB AKW 2021-2022
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 03 September 2020
OPEN HOUSE AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 19 September 2020
Seminar Psikotes AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 September 2020
Character Building kelas X
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 September 2020
Bina Iman Kelas XI
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 13 February 2023
“HIKMAT DI DALAM KETEKUNAN”
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 11 February 2023
PCG 3 : MENJAGA KESEHATAN MENTAL REMAJA SETELAH P...
PCG 3 : MENJAGA KESEHATAN MENTAL REMAJA SETELAH P...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2023
Skrining Kesehatan kelas 10
Skrining Kesehatan kelas 10
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 15 February 2023
"Do not follow the crowd in doing wrong"
"Do not follow the crowd in doing wrong"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 February 2023
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Cinta Tak Kunjung Selesai
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perjalanan Menuju Juara
Resensi Buku Perjalanan Menuju Juara
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 October 2023
Kesempatan Memenangkan hadiah tambahan periode 23...
Kesempatan Memenangkan hadiah tambahan periode 23...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 27 February 2024
Renungan : "IMAN YANG BENAR"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 28 February 2024
Morning Devotion : “Help My Unbelief!"
Morning Devotion : “Help My Unbelief!"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 01 February 2024
Renungan pagi
Renungan pagi
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 02 February 2024
Morning Devotion
Morning Devotion
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2024
Renungan : “YANG KECIL JUGA DIPEDULIKAN”
Renungan : “YANG KECIL JUGA DIPEDULIKAN”

Choose Your School

GO