CERPEN BY ELSYERA | Lomba Cerpen Festival Sahabat Karakter Kota Cirebon 2022
STUDENT WORK - 30 March 2022
Sharing is Caring
Aku menguap untuk yang kesekian kalinya malam itu, melirik jam tangan. Jam sebelas lewat sepuluh malam. Sebentar kukejapkan mata menghalau debu yang menempel di pelupuk mata. Aku terus saja membolak-balik setiap lembar buku matematika yang menjadi bahan ujian esok hari.
“Kamu belum mau tidur?” tegur Oma dari balik kamar
Aku menatapnya, rupanya oma sedang manatapiku juga. “Oma nggak mau tidur juga? Mila masih mau belajar.”
“Kalau sudah selesai langsung tidur. Nggak baik tidur malam-malam Camila”
“Siap bos.” Aku mengacungkan kedua jempolku. Dari balik pintu oma terkekeh lucu melihat tingkah cucunya.
Malam semakin larut dan ngantukku yang semakin menjadi. Aku membelalakan mata lebar-lebar, berupaya tetap terjaga. Mataku sempat terpejam, pelupuk mataku mendadak berat menahan kantuk. Mungkin ini efek karena hujan yang membuat suasana malam menjadi sejuk. Sesaat gemericik air berubah menjadi hujan yang kian deras. Udara mendadak dingin. Debur angin menampar pohon-pohon yang sengaja oma tanam di halaman depan.
G r e k—
Aku terlonjak kaget saat mendapati suara samar-samar yang tiba-tiba terdengar di halaman rumah. Buluk kudukku meremang sesaat. Hembusan angin malam yang tidak biasa dari sebelumnya. Kuberanikan diri untuk melangkah dan mengintip dari balik gorden kamar. Tidak ada orang.
Aku tidak mau banyak ambil pusing. Mungkin hanya seekor kucing yang sekadar mencari tempat untuk bermalam. Aku menata pikiranku untuk kembali fokus kepada buku matematika dan kertas-kertas yang berserakan di lantai.
G r u b a k!!!
Kali ini suaranya jelas terdengar. Bukan seekor kucing, tikus atau binatang manapun yang berkeliaran di tengah malam. Terdengar seperti langkah seseorang. Suasana malam ini menjadi semakin gelap . Kulangkah kaki mendekati sumber bunyi, yang terdengar dari arah luar rumah tepatnya dekat tong sampah.
Terkejut aku tiba-tiba mendapati seorang gadis kecil, mungkin usianya sekitar delapan hingga sepuluh tahun. Entahlah aku tidak pandai mengira-ngira usia orang lain. Gadis kecill itu menangis dan meringkuk kedinginan dibawah rintik hujan. Bibirnya bergetar menggigil. Bajunya basah kuyup kedinginan. Melihatnya aku menjadi merasa kasian. Siapa gerangan gadis kecil yang sendirian ditengah malam hujan badai seperti ini?
Aku mendekat ke arahnya. Gadis kecil itu mundur dari tempatnya dengan muka ketakutan..
“Adek kenapa nangis? Orang tuanya dimana?” Tanyaku. Gadis kecil itu bergeming, merapatkan bibirnya.
“Adek gak punya payung? Nanti kamu bisa sakit kalau hujan-hujanan. Adek namanya siapa?” Ia tetap terdiam tanpa suara.
“Nih.. Kakak pinjemin payung” Aku memberikan payung ku kepadanya.
“Adek mending berteduh di rumah kakak aja, nanti kalo kelamaan diluar bisa sakit lo.”
Usahaku untuk menyuruhnya masuk gagal. Gadis itu masih merapatkan bibirnya dan diam. Wajahnya kian memucat dan tubuhnya masih menggigil kedinginan..
Sesaat pintu rumahku terbuka dan oma keluar dengan handuk dan baju hangat. Rupanya Oma sudah melihat dari dalam rumah soal kehadiran gadis itu. Oma sama terkejutnya dengan aku. Ia langsung membawa gadis itu kedalam rumah untuk menghangatkan dirinya.
“Nama kamu siapa? Dimana rumahmu?” Tanyaku kepada gadis malang tersebut yang kini sudah terlihat membaik.
“Namaku Winda, aku dari lampu merah dekat sini, ibuku menyuruhku jadi pengemis. Hari ini lagi ada demo, jadi aku belum mendapatkan uang sama sekali, karena itu aku tidak boleh pulang.”
“Kalo begitu, bermalamlah disini. Besok pagi aku akan mengantarmu.”
“Terimakasih kak…”
“Oh iya namaku Alandra, panggil saja Ka Al”
Gadis itu menatapku dalam kemudian mangut-mangut sembari aku antar kedalam kamar. Malam itu ditengah dinginnya hujan akhirnya Winda bermalam di tempat yang layak, tidak lagi di emper toko atau tempat apapun yang beralaskan koran.
Keesokan paginya aku mengantar Winda ke lampu merah yang tidak jauh dari rumah. Sepanjang jalan banyak anak-anak seusianya yang turut mengamen dan mengemis. Bajunya lusuh bahkan ada yang sampai robek. Tanpa alas kaki menyusuri jalanan ibu kota yang panas terik. Hatiku sesaat terenyuh melihatnya. Betapa beruntungnya kita masih dapat hidup nyaman tidak kurang suatu apapun.
“Terimakasih kak Al sudah memperbolehkan aku bermalam di rumah kakak.”
“Jangan sungkan Winda. Kalau butuh sesuatu bilang saja ya. Kakak pamit ke sekolah dulu.” Aku melambai tangan, beranjak pergi. Winda menggangguk. Tersenyum, membalas lambaianku. "Hati-hati, ya kak Al ”
Setelah mengantar Winda aku langsung bergegas pergi ke sekolah. Sesampainya di kelas, aku langsung bercerita kepada teman sekelasku. Aku menceritakan kejadian semalam kepada Stella,Selena, dan Leo. Rasa kasian muncul dalam hati mereka setelah mendengar kisah Winda dan teman-temannya.
“Aku jadi merasa kasian pada gadis kecil itu.”
“Aku juga, bagaimana kalo kita membantu Winda dan teman-temannya.?”
“Ide yang bagus, tapi apa yang harus kita lakukan untuk membantu mereka.?”
“Bagaimana kalo kita bantu mereka belajar membaca dan menghitung?”
“Ide yang bagus, kita juga bisa mengajari mereka cara mencari uang tanpa harus mengemis.”
“Kalo gitu, hari ini juga kita bisa bantu mereka.”
“Setuju!!” Timpal yang lainnya mengiyakan
Tepat setelah kelas usai, kami memutuskan untuk mengunjungi Winda dan anak-anak pengamen lainnya. Dari kejauhan kulihat Winda yang tengah mengemis dari satu mobil ke mobil lainnya.
“Itu Winda.” Kataku bersemangat sambil menunjuk kearahnya.
“Halo kak Al, ngapain kakak kesini?”
“Winda perkenalkan ini teman kakak, kami disini mau mengajak teman-teman kamu untuk belajar bareng kita.”
“Kamu mau kan belajar barang kita?”
“Iya Winda, kakak yakin dengan belajar pasti kamu kelak akan menjadi orang sukses.”
Winda terdiam dan melihat ke arahku dengan tatapan ragu. “Tapi kak—”
“Ada apa Win? Kamu tidak ingin belajar?” Tanyaku heran.
“Winda takut dimarahi ibu kalau tidak mendapat setoran—” Katanya gagu
Hatiku teriris. Winda rela mengorbankan waktu bermain dan sekolahnya untuk menjadi tulang punggung keluarga. Gadis belia yang malang.
“Kakak akan bantu kamu. Janji” Aku menyodorkan jari kelingkingku kearahnya. “Tapi kamu harus rajin belajar ya. Biar jadi orang hebat. Kalau Winda rajin pasti nanti dapet banyak uang.”
“Jangan khawatir Winda, kakak dan temen-temen kakak akan mengajari kalian membaca dan menulis, supaya kalian jadi pintar dan suatu hari nanti kamu bisa cari uang dengan cara yang lebih baik.” Timpal teman lainnya menjawab.
Gadis itu tersenyum lebar “Oke janji Winda bakal rajin belajar biar jadi orang hebat kayak kakak-kakak.”
Kami berlima pun mengajari Winda dan teman-temannya menghitung dan membaca. Tak hanya mengajari mereka pelajaran kami juga mengajari mereka cara berjualan dengan benar, Kami memberikan modal jualan, mereka berjualan air minum, pengharum mobil dan aksesoris mobil. Setelah 6 bulan kami mengajari mereka, banyak teman Winda yang sudah mulai kerja sendiri dan bersekolah. Kami bersukacita melihat kebahagian terpancar dari Winda dan teman-temannya
Dari Winda dan teman-temanya aku belajar banyak hal. Bersyukurlah dari hal-hal sederhana. Hidup ini terasa begitu bermakna saat kita bisa berbagi kebahagiaan kepada orang lain. Karena berbagi adalah bentuk terbaik dari mensyukuri apa yang kita miliki.
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur