Peran Indonesia di ZOPFAN dan Doktrin Kuantan
BERITA LAINNYA - 14 March 2022
Peran Indonesia di ZOPFAN dan Doktrin Kuantan : Apa Saja Ya?
Tidak ada negara yang dapat berdiri sendiri dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama antar negara dan lembaga internasional yang menjembatani kerjasama tersebut. Dalam hal politik internasional, sangat penting bagi suatu negara untuk memberikan kontribusinya kepada lembaga-lembaga dan kerjasama-kerjasama internasional. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk diakui keadaan dan kedaulatannya di mata negara lain, tetapi juga menjalin hubungan yang sehat dan menguntungkan dengan negara lain. Negeri kita, Indonesia, sudah berkontribusi banyak sekali untuk dunia internasional. Salah satu darinya yang terkenal adalah kontribusi Indonesia untuk ZOPFAN dan Doktrin Kuantan.
Apa itu ZOPFAN? ZOPFAN adalah singkatan dari (Zone of Peace, Free, and Neutralilty Declaration). ZOPFAN pada awalnya diterima oleh Menteri Luar Negeri ASEAN pada 27 November 1971, dan konsep ZOPFAN diajukan oleh Malaysia dalam KTT ASEAN II tanggal 4-5 Agustus 1977 di Kuala Lumpur.
ZOPFAN adalah suatu bentuk deklarasi yang bertujuan untuk menciptakan keamanan dan stabilitas regional di kawasan Asia Tenggara, mengingat Asia Tenggara adalah kawasan yang sangat strategis tetapi juga rentan terhadap dominasi dan ancaman dari negara-negara lainnya. ZOPFAN menjamin adanya keamanan dan kebebasan bagi negara-negara ASEAN untuk membangun dan mengembangkan negaranya. Negara di luar ASEAN yang memiliki kekuatan membawa pengaruh yang besar bagi perkembangan negara ASEAN , karena berpengaruh terhadap keamanan, kesejahteraan, dan stabilitas politik di ASEAN.
Hal ini terlihat jelas pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Timur (Uni Soviet) dengan Blok Barat (Amerika Serikat dan Sekutu). Perang Dingin juga merupakan salah satu latar belakang utama dari pembuatan ZOPFAN. Negara-negara ASEAN menyetujui untuk membuat suatu deklarasi yang dapat melindungi kawasannya dari pengaruh-pengaruh dan perseteruan kedua blok tersebut. Lantas, apa peran Indonesia di dalam deklarasi ZOPFAN? Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di Asia Tenggara memiliki peran yang tidak kalah penting dalam ZOPFAN.
Sebelum menjadi deklarasi, ZOPFAN pada awalnya merupakan sebuah kerangka kerja sama politik yang diangkat pada KTT I ASEAN di Bali, Indonesia, pada tanggal 23-24 Februari 1976. Jadi, secara tidak langsung, Indonesia berperan sebagai tuan rumah dan pendukung dalam perbincangan mengenai ZOPFAN dalam KTT ASEAN yang pertama. Dalam KTT tersebut, dihasilkan suatu traktat yang disebut TAC (Treaty of Amity and Cooperation in South East Asia) atau biasa disebut Traktat Persahabatan dan Kerja Sama. TAC dibuat untuk mengatur hubungan antar negara ASEAN dan juga untuk mendukung ZOPFAN ke depannya.
Selain itu, Indonesia juga berperan dalam pembentukan SEANWFZ (Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone), atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan KBSN-AT (Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara). SEANWFZ merupakan suatu kesepakatan di antara sepuluh negara ASEAN untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang bebas dari penggunaan senjata nuklir.
Meskipun perumusan SEANWFZ tidak berjalan dengan lancar pada awalnya karena berbagai kondisi politik dan mulainya Perang Dingin, pada akhirnya pembentukan SEANWFZ dilakukan juga pada 15 Desember 1995 dan mulai diberlakukan 27 Maret 1997. Peran Indonesia tidak hanya berhenti disitu saja, Indonesia juga menjadi tuan rumah bagi Meeting of the SEANWFZ Commission yang berlangsung di Bali, 18 Juli 2011. Pertemuan ini membicarakan tentang proses lebih lanjut tentang komisi SEANWFZ dan kaitan pelaksanaannya bersamaan dengan ZOPFAN.
Selain ZOPFAN dan SEANWFZ, Indonesia juga ikut berperan di dalam Doktrin Kuantan. Apa itu sebenarnya Doktrin Kuantan?
Latar belakang Doktrin Kuantan dimulai dari adanya konflik di kawasan Indocina yang melibatkan Kamboja, Vietnam, dan negara-negara berkekuatan seperti China, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Garis besar dari konflik ini adalah terjadinya konflik antara Vietnam dan Kamboja, dimana Kamboja, yang menganut sistem pemerintahan monarki konstitusional, berubah menjadi republik dan mendukung Amerika Serikat. Pemerintahan yang longsor karena perubahan itu tersingkir ke China dan membentuk organisasi yang disebut Khmer Merah. Khmer Merah akhirnya berperang saudara dengan Kamboja karena perbedaan dalam negara dukungan, dan akhirnya juga melibatkan Vietnam dan Uni Soviet. Vietnam mulai menguasai wilayah Kamboja, dan tekanan China terhadap Vietnam membuat Vietnam lebih dekat dengan Uni Soviet.
Hal ini membuat kondisi politik dan ideologi di ASEAN menjadi tidak stabil, karena adanya negara-negara anggota yang dipengaruhi oleh negara asing dan kemudian berkonflik dengan negara di satu kawasannya sendiri. Lalu apa yang dilakukan oleh Indonesia dalam situasi yang genting ini?
Pada bulan Maret 1980, Presiden Soeharto, presiden Indonesia pada masa Orde Baru, bertemu Perdana Menteri Malaysia Dato Hussein Onn. Kedua kepala pemerintahan kemudian setuju untuk menemukan solusi agar dapat mewujudkan perdamaian di kawasan Indocina dan meredakan ketegangan politik di ASEAN. Pertemuan keduanya pada akhirnya menghasilkan sesuatu yang disebut dengan Doktrin Kuantan.
Doktrin Kuantan memiliki tanggapan bahwa Vietnam lebih mendekatkan dirinya kepada Uni Soviet karena dipengaruhi oleh faktor tekanan dari China. Mengingat negara ASEAN sudah bersepakat untuk berdiri sendiri, pengaruh yang didatangkan oleh bangsa lain tentunya merupakan suatu ancaman berbahaya bagi keamanan regional. Indonesia, yang bekerja sama dengan Malaysia dan negara-negara ASEAN lainnya, mulai mengirimkan bantuan kepada Vietnam, baik itu bantuan dalam bentuk material maupun dalam bentuk diplomasi (pertimbangan). Bantuan yang diberikan ini diharapkan membelokkan Vietnam dari jalur Uni Soviet dan memelihara kembali stabilitas politik di Asia Tenggara.
Namun, dalam pelaksanaannya, Indonesia dan Malaysia mendapat pertentangan dari negara-negara ASEAN lainnya, terutama Thailand. Thailand beranggapan bahwa jika Doktrin Kuantan tetap dilakukan, maka Vietnam akan terus menginvasi Kamboja. Dikhawatirkan pula Vietnam akan menyerang negara ASEAN lainnya, khususnya Thailand, karena posisi geografis yang dekat dengan Kamboja. Oleh karena itu, dengan beberapa pertimbangan, Indonesia bersama dengan Malaysia meninggalkan agenda Doktrin Kuantan ini dan memilih untuk melakukan sesuatu yang dapat menyelesaikan konflik tanpa membuat konflik “tambahan”.
Dengan ditinggalkannya Doktrin Kuantan, Indonesia mengadakan Jakarta Informal Meeting (JIM) di Jakarta pada tanggal 19-21 Februari 1989. Pertemuan ini diadakan untuk mewujudkan perdamaian dan menyelesaikan konflik Indocina, yaitu Kamboja dan Vietnam. Indonesia sekaligus menjadi tuan rumah dan mediator dalam pertemuan ini, diikuti oleh pemimpin yang bersangkutan dari negara ASEAN lainnya. Hasil dari JIM adalah gencatan senjata di seluruh wilayah Kamboja dan penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja.
Secara proses, Indonesia berperan banyak dalam penyelesaian konflik Indocina, mulai dari Doktrin Kuantan hingga JIM.
Selain ZOPFAN dan Doktrin Kuantan, Indonesia juga memiliki peran lainnya dalam ASEAN. Bahkan, dalam cakupan yang lebih luas, Indonesia juga memiliki peran yang lebih besar di luar ASEAN, seperti PBB, FAO, OPEC, dll. Dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif dan hubungan Indonesia dalam kerjasama atau perjanjian internasional, Indonesia mewujudkan salah satu tujuan negaranya yang tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yaitu melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Daniel Mangaraja XII MIPA 1
Sumber diambil dari :
https://ms.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Zon_Bebas_Senjata_Nuklear_Asia_Tenggara
https://www.sejarah-negara.com/tentang-doktrin-kuantan/
https://www.pinhome.id/blog/tentang-doktrin-kuantan/
Konflik Asia Tenggara: Kasus Peperangan Indocina (ruangguru.com)
Mustopo, M. Habib dkk. 2020. Sejarah Indonesia 3 SMA Kelas XII. Jakarta: Perpustakaan Nasional.
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur