Dialog

BERITA LAINNYA - 02 June 2025

Dialog

Cikitta Wennavali Tjok

 

1. Pemulihan

"Selamat, Sacha! Kamu sudah bisa mulai berjalan tanpa bantuan kruk. Seminggu lagi, kamu seharusnya sudah boleh keluar dari terapi ini," begitu yang kudengar dari terapisku. Aku hanya mengangguk sembari tersenyum tipis. Aku lega sudah bisa berjalan sendiri.

Meskipun sudah sebulan mengikuti terapi, aku masih tidak tahu bagaimana aku bisa berakhir di sini. Yang aku ingat, hanyalah, bahwa 2 bulan yang lalu, aku tiba-tiba terbangun merintih kesakitan di ranjang medis, di sebuah ruangan putih yang terlihat menenangkan. Tempat ini seolah-olah penjara yang tengah meyakinkanku bahwa dunia sebenarnya sederhana dan damai. Namun, tentu saja, aku tidak percaya.

Seminggu setelah aku bangun, aku tidak sengaja mendengar percakapan antara seseorang yang mengklaim bahwa ia ibuku dengan dokter yang menanganiku. “Dok, tolong beri kami kesempatan melanjutkan operasi penyelamatan otak kirinya, meski kesempatan sembuhnya kecil,” rintih ibuku. Pedih hatinya terasa, dan saat itulah aku tahu, ‘penjara putih’ ini tidak sesederhana itu. Akan tetapi, semua orang yang mengunjungiku berusaha sekeras mungkin untuk membuatku percaya, bahwa hidupku akan berjalan kembali seperti dulu. "Jalani aja, aku yakin kamu pasti sembuh lagi. Kamu kan kuat!" begitu kata-kata basi yang aku dengar setiap kali ada keluargaku.

Aku tidak tahu harus bersyukur atau tidak karena selamat dari operasi otak berbahaya ini. Mungkin otakku lumpuh parah sampai lupa bicara dan bergerak, tetapi itu tak berarti aku payah. Jadi, setelah semua ini lupa segalanya, lupa bicara, dikhawatirkan semua orang mereka pikir aku bisa kembali hidup seperti 'dulu' lagi? Omong kosong! Aku bahkan tidak ingat 'dulu' yang orang-orang maksud itu.

 

2. Kontemplasi

Aku berjalan perlahan menuju ke kamar pasienku kembali, dengan dibantu oleh perawatku. Setelah aku masuk kamar, aku ditinggal olehnya. Aku hanya tinggal seorang diri ibuku tadi berkata bahwa ia akan bekerja di toko swalayan. Ini kali pertama aku lumayan leluasa bergerak, sehingga aku memutuskan untuk menghabiskan sedikit waktu melihat-lihat kamarku sambil melakukan peregangan dan bersantai.

Aku menatap lama plafon kamarku, sebelum kemudian memejamkan mata. Aku mulai membayangkan sketsa sebuah ruangan yang berubah menjadi kamar pasien yang rapi, persis seperti kamarku. Kuterangi ruangan itu dengan sumber cahaya dramatis, membuatnya terasa seperti adegan dari film dokumenter

Entah apa yang barusan kulakukan, tetapi aku menyukainya. Sejak aku bangun di tempat ini, aku sering membayangkan pemandangan-pemandangan interior. Ketika aku bosan hanya berbaring, aku akan membayangkan sebuah ruangan kosong, lalu mengisinya dengan berbagai furnitur sesuai kehendakku.

 

3. Merilyn

Tok-tok-tok. Suara ketukan pintu membangunkanku. Bingung, aku pun membuka pintu. Seorang perempuan berambut pendek bergelombang, dengan bando merah, berdiri di hadapku. Ia terkejut, lalu tersenyum lebar. Sambil memegang tanganku dengan khawatir, ia bertanya, “Eh, Sacha, kamu sendirian? Sudah lebih sehat? Kamu sudah bisa berjalan sendiri!”

“Kata ibumu, kamu lupa ingatan setelah kecelakaan itu. Aku Merilyn, teman dekatmu,” ujar perempuan itu. Aku hanya termangu kebingungan. Berusaha keras, aku memaksakan diri merangkai kata-kata. “Kecelakaan. Emm, aku. Apa?” tanyaku pelan.

“Wah, kamu sudah bisa berbicara sedikit? Baguslah! Kamu tidak tahu tentang kejadian kecelakaanmu?" lanjutnya. Aku hanya menggeleng. Belum ada yang memberitahuku tentang kecelakaan itu, atau siapa aku sebenarnya. Mungkin mereka menungguku siap.

“Ayo kita duduk dulu,” pinta Merilyn, “kasihan, kamu baru bisa berjalan.” Ia membantuku duduk di sofa pada ujung kamar. Kemudian, ia meletakkan sebuah keranjang berisi buah-buahan dan biskuit coklat. “Oh ya, ini hadiah untukmu,” ujarnya, “nanti kamu bisa makan.”

Biskuit-biskuit itu terlihat menggiurkan. Aku tertawa dan langsung sigap melahap biskuit dari ujung keranjang. Seolah-olah mengerti, Merilyn ikut tertawa lebar. "Dasar tukang makan, aku masih bingung sampai sekarang. Bagaimana bisa orang serakusmu bisa sekurus itu?” lanjutnya. Kehangatan menjalar di hatiku. Mungkin dia memang teman dekatku.“Oke, jadi,” ucap temanku. Aku tegang ini akan jadi pertama kalinya aku mendengar sesuatu tentang masa laluku. Ia pun melanjutkan kalimatnya, “kamu sial banget waktu itu. Kamu dalam perjalanan pulang ke rumah setelah kerja kelompok di rumahku, pergi sendirian menaiki sepedamu seperti biasa.” Aku terkesiap. “A. Aku. Spe-da?” latahku.

Temanku mengangguk. “Kamu sering bersepeda. Namun, hari itu, ada truk kontainer hilang kendali yang menimpamu kepala dan bahu kirimu.” Bulu kudukku merinding membayangkannya. Temanku pun menghela napas, “Ya, begitulah. Aku benar-benar lega kamu selamat, tetapi kamu kehilangan ingatanmu dan dokter mendiagnosismu dengan afasia Broca sulit berbicara dan menulis.”

Kami pun menghabiskan beberapa jam bercakap-cakap tentang kehidupanku. Aku mencatat semuanya di secarik kertas yang kutemukan dengan cara menggambar. Aku anak tunggal, ayahku meninggal sejak aku berusia 2 tahun. Sebenarnya, aku tidak ingat apa-apa, jadi aku biasa saja soal hal itu. Aku siswi SMK seni ternama di Yogyakarta, dan Merilyn adalah teman dekatku di sana. Aku terampil di kelas interior dan masuk dengan beasiswa berkat portofolio desain interiorku. Aku adalah orang yang ramah, sangat kreatif, dan bertanggung jawab. Akan tetapi, aku sangat rakus, sering menunda pekerjaan, dan kadang berbicara terlalu blak-blakan.

Tidak buruk. Aku merasa seperti lahir di usia tujuh belas dengan identitas seseorang yang baik. Cerita-cerita dari Merilyn juga menjelaskan mengapa aku menyukai ruangan-ruangan interior.

 

4. Kontras

Minggu ini, ada beberapa orang lain yang mengunjungiku, tetapi yang datang hari ini benar-benar di luar ekspektasiku. Aku dikunjungi empat orang tiga laki-laki dan satu perempuan yang terlihat seperti murid-murid prodigi yang dingin. Salah satu dari mereka membawa tas punggung dengan buku berjudul ‘Relativistic Physics, ch. 4’ yang menganga. Bagaimana mungkin aku seorang anak desain interior SMA bisa memiliki kaitan dengan mereka?

Di luar kesanku, perempuan dari rombongan itu langsung berlari memelukku. “Haiiii, Sacha! Aku kangen kamu,” ujarnya. Aku ingin langsung bertanya siapa dia, tetapi teringat kebiasaanburukku yang blak-blakan. Aku pun menahan pertanyaan itu, dan hanya menatapnya sambil tersenyum tipis.

Laki-laki berjaket putih di sampingnya memotong interaksi kami dengan menegur pelan perempuan itu, “Bukankah aku sudah mengatakan kalau ia kehilangan ingatannya? Bagaimana bisa kamu langsung menghampirinya seperti itu.” Perempuan itu menjawab dengan ketus, "Suka-suka aku, dong. Kita bisa jelaskan nanti." Situasi yang membingungkan ini membuatku langsung meminta mereka memperkenalkan diri. "Halo, kalian, siapa?" ujarku.

Perempuan tadi mulai memperkenalkan diri. “Aku Yvonne, laki-laki tadi Orlando. Alex yang barkaos biru, dan yang itu Gary. Kami teman kutu bukumu.” Aku menatap mereka dengan tatapan penasaran. Yvonne melanjutkan, “kamu tengah belajar untuk mengikuti olimpiade matematika dan kami melihatmu memberikan penyelesaian atas persoalan graf yang rumit. Begitu tahu kamu juga tinggal di Yogya, kami langsung berkenalan denganmu.”

Orlando pun menambahkan, “Kita semua sering bersantai bersama dan membahas matematika.” Matematika? Apakah orang-orang ini salah kamar? Tidak mungkin, karena mereka benar-benar mengenalku. Pertanyaan-pertanyaan ini butuh jawaban, dan aku harus menemukannya.

Kami berbincang berjam-jam. Aku kembali mencatat semua sebagai gambar-gambar. Menurut mereka, aku lugas, cepat, cerdik, suka menolong, meski kadang mudah marah. Ternyata, aku seniman langka yang juga menyukai logika dan penalaran. Aku suka matematika dan pernah ikut olimpiade (meski tak menang). Cita-citaku sempat menjadi aktuaris agar bisa sering bertemu Yvonne dan yang lain. Namun, aku malah diterima di SMK seni dengan beasiswa karena aku juga suka desain interior. Ibuku juga mendorong itu demi meringankan ekonomi keluarga.

 

5. Identitas

Siapakah aku sebenarnya?

Mengapa semua orang seperti mendeskripsikan berbagai orang yang berbeda? Bagaimana diriku sebenarnya dulu?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut telah menghantuiku selama beberapa hari. Minggu ini, aku lebih sering bersama ibuku, jadi aku memutuskan untuk bertanya kepadanya mengenai diriku.

“Ibu, aku, dulu.. bagaimana?” tanyaku kepada ibuku yang tengah membaca berita daring. Ia meletakkan ponselnya di atas meja dan memegang pipiku. “Oh, sudah waktunya kita membicarakan hal itu,” jawabnya. Ibuku tersenyum dan melanjutkan ceritanya, “Kamu anak yang baik, penuh perhatian, berbakat menggambar dari kecil, sering membantu orang, dan pandai belajar, bahkan pernah ikut olimpiade matematika.” Ibuku pun terus menceritakan berbagai cerita masa kecilku hingga sekarang. Ada bagian yang menurutku terlalu bagus untuk benar-benar terjadi, tetapi ada juga beberapa bagian yang memalukan.

 

6. Hipotesis

Orang mungkin mengira bahwa semua yang kudengar sudah menjawab pertanyaanku. Akan tetapi, aku malah menemukan beberapa kontradiksi aneh, beserta hal-hal yang jika kupikirkan sekarang, tidak mungkin akan pernah kulakukan.

Ketika orang bercerita mengenaiku, itu terasa seperti mendengar kisah orang ketiga sosok misterius berlabel 'Sacha' yang tak pernah terasa sepertiku. Aku sering berharap cerita manis tentang masa laluku itu benar-benar terjadi padaku. Semua orang tahu itu nyata, tetapi aku tidak merasakan hal yang sama. Aku menginginkan masa lalu yang hilang itu. Aku ingin semua itu menjadi milikku, atau setidaknya, berhak dikatakan sebagai milikku. Aku ingin merasakan apa yang kurasakan dulu. Akan tetapi, jika diriku yang sekarang merasa sentimental, tidak ada salahnya untuk membuat sebuah kesimpulan mungkin saja, aku sudah seperti ini sedari dulu. Jika aku telah mencatat segala hal yang aku dengar dari kunjungan Merilyn sampai cerita ibuku, mungkin saja aku pernah melakukannya juga dulu?

 

7. Arsip

Jikalau ada catatan yang pernah kutulis tentangku, mungkin aku bisa memiliki kembali masa lalu yang hilang dari diriku? Bagaimana mencarinya jika aku tak yakin ia ada? Mungkin sia-sia, tapi tak ada salahnya mencobaAku teringat kata-kata Yvonne, “Kamu selalu mencoret-coret pertanyaan matematika di bagian akhir buku catatanmu. Aku ingat bahwa kamu membawa buku itu ke manapun kamu pergi, tetapi ketika aku ingin membacanya, kamu akan segera menariknya dari tanganku”. Ketika aku bertanya mengenai isi dari catatan tersebut, mereka hanya mengangkat bahu mereka. Dan, ibuku? Ia juga tidak tahu. Ia hanya tahu bahwa aku menulis di buku itu setiap hari.

Ada tiga kemungkinan: yang pertama, aku menggunakan buku itu untuk menggambar atau mencoret-coret ide desain grafis. Kedua, mungkin saja aku menggunakannya untuk menuliskan persamaan matematika, karena memang Yvonne mengingat hal itu. Dan kemungkinan terakhir, mungkin saja itu buku harianku, karena ibuku mengatakan bahwa aku menulis di situ setiap hari.

Jika buku itu ada, ia pasti dapat menceritakan banyak kisah masa lalu. Malangnya, tak ada yang tahu keberadaannya. Sepertinya, itu adalah rahasia Sacha masa lalu, sampai-sampai ia tidak ingin siapapun tahu isinya termasuk Sacha masa kini.

 

8. Jawaban

Aku tengah menatap langit yang terlihat seperti api yang membara hangat melalui jendela kamarku. Suasananya sejuk, tetapi aku masih merasa hampa. Aku mulai berpikir sejenak.

Aku di masa lalu, tolonglah. Kita bersahabat, bukan?

Kau tahu bahwa kau merupakan bagian dari hidupku. Sebuah cerita terlebih tentang diriku tidak akan pernah lengkap jika aku tidak mengetahui dirimu. Sebuah cerita lengkap itu terdiri dari awal, pertengahan, dan akhir, benar?

Jadi, mengapa, kau bersembunyi dariku seperti ini? Kau tahu bahwa aku tidak akan percaya kata-kata orang lain, bukan? Aku lebih dari sekedar impresi orang-orang. Tidakkah kamu setuju?

Aku mendengar suara hentakan kaki dari luar kamarku, disusul dengan irama ketukan pintu. Aku berjalan dan membuka pintu kamarku, dan mendapati ibuku beserta seorang pria di sampingnya. Pria itu bertubuh tinggi dengan pakaian hitam. Ia langsung membungkuk kepadaku begitu ia melihatku.“Saya meminta maaf sebesar-besarnya,” ujarnya. Aku menatapnya dengan lirikan penuh pertanyaan, sebelum ia melanjutkan kalimatnya. “Saya pengemudi yang waktu itu lalai lalu kehilangan kendali atas trukku. Waktu itu cuacanya sangat ekstrem, dan mungkin kendaraanku sedang tidak dalam kondisi yang baik. Sekali lagi, saya meminta maaf sebesar-besarnya.”

Amarahku tertutupi setelah aku melihat sebuah buku catatan berwarna ungu yang dipegang pria itu. Mataku langsung menyorot ke arah buku tersebut, lalu aku langsung bertanya mengenai benda itu, “Itu. Buku apa?”

“Oh, ini. Saya ingin mengembalikan buku ini kepada anda,” ujarnya sambil memberikan buku tersebut kepadaku. Seraya aku membuka buku tersebut dan membaca sedikit isinya, pria itu kembali menjelaskan, “Setelah kecelakaan terjadi, saya menemukan buku ini yang terhempas dari sepeda anda. Karena namanya yang cocok dengan nama di kartu pelajar anda, saya amankan untuk anda.”

 

8. Dialog

Aku mengangguk, agar terlihat seperti memaafkannya, meskipun sebenarnya aku tidak memperdulikan hal itu sekarang karena buku yang barusan kubuka ternyata memiliki 3 bagian yang berlabel: “harian”, “coretan”, dan “gambar”. Bagaimana bisa, ketiga dugaan awalku ternyata semuanya benar?

Aku segera beranjak menuju ke meja belajarku untuk membaca isi buku tersebut dengan lengkap. Aku membaca bagian “harian” dari awal hingga akhir. Ini pertama kalinya aku membaca sesuatu yang bebas dari beragam kontradiksi. Ini pertama kalinya, semuanya terasa benar-benar nyata dan aku benar-benar pernah berada di tempat kejadian seluruh cerita yang aku pernah dengar.

Ternyata, aku kadang jengkel terhadap Merilyn yang tidak pernah berhenti bertanya-tanya mengenai segala hal tentang diriku. Aku juga baru tahu bahwa sebenarnya alasan aku mengikuti olimpiade matematika adalah karena aku ingin mendekati seorang laki-laki yang kutulis sebagai “Panther” di bukuku. Ia merupakan kakak kelasku di SMP yang memenangkan kejuaraan matematika. Entah siapa orang itu sebenarnya, atau mungkin namanya memang benar-benar Panther. Aku tertawa terbahak-bahak membaca bagian-bagian buku tersebut. Sekarang, itu baru terdengar seperti diriku. Namun, aku agak kaget, karena aku memang betul-betul menyukai matematika meski dengan motivasi tambahan yang aneh. Di bagian “coretan”, terdapat segelintir bukti dari rumus-rumus yang sepertinya kubuktikan sendiri.

Lalu, di bagian “gambar”, aku menemukan deretan desain-desain bangunan dan interior yang bervariasi, lengkap dengan keluh kesahku selama menggambar sederetan desain tersebut.

Ah, benar. Realita memang lebih kacau dari kata-kata orang. Akan tetapi, aku lebih suka kenyataan karena ini merupakan bagian dari kisah hidupku, bagaimanapun juga.

Aku hendak beranjak ke kasurku untuk membaca-baca bukuku kembali, tetapi ada secarik kertas yang jatuh dari bukuku. Kertas tersebut terlihat seperti secarik surat yang lupa kupindahkan. Aku membacanya.

 

2023. Letakkan di kapsul nanti.

Aku harap bahwa Sacha masa depan dan aku akan bersahabat baik. Diriku nanti mungkin akan merindukan masa kini, tetapi aku ingin memberitahumu bahwa aku telah menikmati setiap detik yang ada di hadapanku. Tidak usah terlalu sentimental.

Masa lalu selalu terkesan indah, tetapi nostalgia sering kali memperdaya kita. Sekarang, aku merasa lelah dari hiruk pikuk keadaan. Akan tetapi, aku berusaha untuk tetap menjalani hari-hariku dengan baik.

Bagaimanapun juga, jangan biarkan masa aku berada sekarang membuatmu pusing. Masa lalu tidak harus mendiktekan dirimu di masa depan. Tetap semangat, Sacha! Hidup tetap harus berjalan dan bab-bab hidup baru sedang menunggumu.

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

Berita BPK PENABUR Jakarta - 04 October 2020
Lomba Desain Logo
Berita BPK PENABUR Jakarta - 04 October 2020
PENABUR Talents Day
Berita BPK PENABUR Jakarta - 12 October 2020
Pelantikan Pengurus Majelis Perwakilan Kelas (MPK...
Berita BPK PENABUR Jakarta - 02 November 2020
Kelompok Tumbuh Bersama - Senin, 2 November 2020
Berita BPK PENABUR Jakarta - 31 October 2020
BINA IMAN
BERITA LAINNYA - 24 August 2022
ROADSHOW
BERITA LAINNYA - 25 August 2022
Vehicle Life Skill Roadshow
Vehicle Life Skill Roadshow
BERITA LAINNYA - 26 August 2022
Generasi Muda Penopang Utama Pertumbuhan Investor...
Generasi Muda Penopang Utama Pertumbuhan Investor...
BERITA LAINNYA - 23 August 2022
ROADSHOW LIFESKILL
ROADSHOW LIFESKILL
BERITA LAINNYA - 29 August 2022
ANALOGI MELALUI SAINS : MATERIAL BAHAN
ANALOGI MELALUI SAINS : MATERIAL BAHAN
BERITA LAINNYA - 27 December 2023
Belajar membuat Catemak Jagung dan Es Poteng untu...
BERITA LAINNYA - 29 December 2023
Refleksi Natal, Natasya Tanjung
Refleksi Natal, Natasya Tanjung
BERITA LAINNYA - 30 December 2023
Renungan Natal by Kimiko Demagog
Renungan Natal by Kimiko Demagog
BERITA LAINNYA - 01 January 2024
Tahun Baru 2024, bukan hanya sekedar resolusi..
Tahun Baru 2024, bukan hanya sekedar resolusi..
BERITA LAINNYA - 08 January 2024
Ibadah Awal Tahun, Semester Genap, 2023-2024
Ibadah Awal Tahun, Semester Genap, 2023-2024
BERITA LAINNYA - 28 July 2024
Bersyukur akan adanya Tantangan
BERITA LAINNYA - 01 October 2024
Tuhan adalah Jalan Keluar
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 03 October 2024
Transparansi dan Kejujuran
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 04 October 2024
1 Yohanes 1 ayat 9
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 05 October 2024
Takut Akan Tuhan
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 18 January 2025
MENGUBAH CARA PANDANG TENTANG "MUSTAHIL"
BERITA LAINNYA - 21 January 2025
Belajar Mendengarkan
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 19 January 2025
Kasih dan Ramah
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 20 January 2025
Keramahan di Tengah Kehidupan
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 22 January 2025
Menyadari dan Memperbaiki Diri
Daily Reminder

Choose Your School

GO