Kunjungan Pengurus Harian Ke Cimahi
Read MoreBPK PENABUR Kunjungi Kepala Badan Standar, Kuriku...
Read MoreBPK PENABUR Kunjungi Direktur Kepala Sekolah, Pen...
Read MoreMasa remaja adalah masa dimana siswa mulai berproses untuk mencari jati diri. Dimasa-masa ini, mereka akan menentukan sendiri arah dan pandangan hidupnya. Mereka cenderung masih mudah berubah-ubah, sehingga butuh pengarahan khusus dari para orang tua maupun guru di sekolahnya.
Untuk mengarahkannya, banyak cara yang bisa dilakukan. Namun yang harus diingat adalah menyesuaikan pengajaran dengan karakter siswa. Nah, salah satu cara yang bisa dilakukan Bapak/Ibu guru dalam meningkatkan prestasi siswa, adalah dengan teori labeling.
Apa itu konsep teori labeling?
Labeling merupakan teori bersifat "cap" sosial. dimana seseorang akan mengalami perubahan peran dan cenderung berperilaku seperti apa yang orang lain katakan terhadapnya. Misalnya, bapak/ibu berkata "Dasar kamu payah", maka tidak akan membuat siswa menjadi pintar.
Semakin sering melontarkan kalimat negatif pada orang lain, maka siswa bisa berpikir bahwa memang demikianlah dirinya, tanpa tahu harus berubah dan cara menjadi pribadi yang lebih baik. Buruknya lagi, hal ini dapat menimbulkan rasa sakit hati, minder, bahkan dendam serta akan mempertahankan perilaku negatif yang dilabelkan padanya.
So, teori yang pertama kali dikemukakan oleh Edwin M. Lemert ini memang mengarah pada penyimpangan perilaku seseorang. Tapi jika bapak/ibu menggunakan cara ini dengan baik, maka sudah pasti akan memberi manfaat besar bagi siswa di kehidupan sehari-hari. Pada umumnya, teori ini merupakan sebuah motivasi eksternal dalam menentukan jati diri.
Tidak ada salahnya mempraktikkan labeling yang bersifat positif untuk memotivasi siswa. Mulai sekarang, cobalah ucapkan kalimat positif seperti "Kamu pasti berhasil", "Kamu pasti bisa menyelesaikan soal ini", "Bapak/ibu yakin kamu anak yang pintar", dan sebagainya.
Eksperimen teori labeling
Seorang kriminolog dan sosiolog di George Washington University Wiliam J. Chambliss mencoba melakukan sebuah eksperimen menarik. Percobaan ini ia lakukan pada 8 siswa sebuah SMA yang selalu melakukan kenakalan remaja. Beberapa diantaranya yakni membolos, mengonsumsi minuman keras, vandalisme, mencuri, dan masih banyak lagi.
Jadi kedelapan siswa tersebut diberi julukan "Saints", yang artinya adalah orang-orang suci atau mulai. Sangat kontradiktif, bukan? Ternyata efek yang ditimbulkan cukup mencengangkan setelah pemberian label tersebut. Awalnya, 8 siswa ini mulai berhati-hati dalam mempraktikkan kenakalannya. Mereka tidak ingin masyarakat yang mengenal mereka sebagai anak-anak baik berubah pikiran.
Para siswa tersebut senang dianggap sebagai remaja-remaja baik. Lama-kelamaan, mereka pun malu untuk melakukan kenakalan dan perlahan-lahan, mereka pun meninggalkan kebiasaan buruknya. Akhirnya, sukses pun mereka raih dan menjadi remaja yang berguna bagi masyarakat.
Dari ini kita tahu bahwa begitu dahsyatnya pengaruh pemberian julukan, label, atau cap pada seseorang. Sayangnya, di kalangan masyarakat dengan tingkat sosio-ekonomi dan pendidikan rendah, hal ini masih kurang diperhatikan. Bisa jadi karena kurangnya edukasi mengenai teori labeling.
Sebagai guru di sekolah terbaik, atau kamu yang bersekolah, mulai sekarang mari biasakan diri untuk menerapkan labeling positif pada orang lain. Misalnya, guru memberikan pelatihan bagi siswa yang selama ini kurang dalam mata pelajaran tertentu.
Baca Juga : Yuk, Disiplinkan Anak Melalui Metode Time-Out
Selama memberikan pelatihan cobalah untuk melakukan metode labeling positif, dan sertakan siswa pada kompetisi. hal ini akan meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri sehingga berdampak baik pada prestasi.
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur
© 2019 YAYASAN BPK PENABUR
Develope by FMG