Webinar bersama komisi 1 DPR RI
Berita Lainnya - 17 March 2021
Nikah Muda , Apa Untungnya?
”Pernikahan dini, bukan cintanya yang terlarang, hanya waktu saja belum tepat, merasakan semua”. Ketika saya mendengar kata “Pernikahan Dini” inilah hal yang pertama kali muncul di benak saya. Kalimat tersebut diambil dari petikan lagu berjudul ”Pernikahan Dini” yang dinyanyikan Agnes Monica sekaligus menjadi soundtrack sinetron berjudul Pernikahan Dini yang tayang tahun 2001. Namun, mirisnya pada saat ini fenomena pernikahan dini menjadi tantangan bagi isu perempuan, termasuk anak-anak perempuan.
Seperti yang kita ketahui, manusia dalam proses meneruskan hidupnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan. Pernikahan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah penting atau dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena didalam pernikahan menghendaki kematangan psikologis. Usia pernikahan dini dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami dan istri. Juga kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda yang masih dibawah umur. Selain itu juga mempengaruhi aspek fisik dan mental sang ibu dimana umur ibu yang masih dini belum memiliki kesiapan organ tubuh untuk mengandung dan juga melahirkan sehingga tinggi resiko untuk kehilanggan nyawa juga masalah perceraian dan KDRT .
Pernikahan dini atau menikah usia muda (early marriage) merupakan pernikahan yang dilakukan oleh sepasang remaja laki-laki dan perempuan dibawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk menjalankan kehidupan rumah tangga. Menurut Undang-Undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan pernikahan dini atau menikah usia muda adalah pernikahan yang dilakukan sebelum seseorang mencapai usia dewasa. Kriteria usia dewasa dalam hal ini adalah apabila pihak perempuan telah mencapai usia 16 tahun dan untuk pihak laki-lakinya mencapai usia 19 tahun. Terjadinya pernikahan dini dikalangan masyarakat Indonesia, khususnya remaja dapat disebabkan oleh adanya berbagai faktor seperti faktor ekonomi, dimana keluarga yang masih hidup dalam keadaan sosial ekonominya rendah atau belum bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga daripada menjadi beban keluarga akhirnya dinikahkan dengan orang lain. Juga terdapat faktor pendidikan yang disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua dan anak akan pentingnya pendidikan sehingga melakukan pernikahan dini tanpa berpikir panjang tentang dampak buruk yang akan dirasakan dimasa yang akan datang, dan faktor adat yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda karena ketakutan orang tua terhadap gunjingan dari tetangga dekat atau masyarakat sekitar daerahnya.
Fenomena pernikahan dini masih menjadi masalah yang serius, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar dalam Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) 2012, Indonesia menempati urutan ke 37 di antara negara-negara yang memiliki jumlah pernikahan dini tertinggi di dunia, bahkan Indonesia menempati urutan ke 2 tertinggi di ASEAN, setelah Kamboja. Pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia legal minimum menikah adalah 18 tahun keatas dan Indonesia masih di luar itu. Perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2 % atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah rata-rata perempuan muda berusia 15-19 tahun yang menikah lebih tinggi jika dibandingkan dengan laki-laki berusia 15-19 tahun (11.7% perempuan: 1,6% Laki-laki). Fakta Indonesia, Provinsi dengan persentase perkawinan dini atau usia muda (15-19 tahun) tertinggi adalah Kalimantan Tengah (52,1%), Jawa Barat (50,2%), serta Kalimantan Selatan (48,4%), Bangka Belitung (47,9%) dan Sulawesi Tengah (46,3%). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 06 November 2017 di dapatkan data dari KUA Kecamatan Banjarmasin Selatan, angka kejadian pernikahan usia dini tertinggi terjadi di Kelurahan Kelayan Timur, dimana jumlah penduduk di Kelayan Timur pada tahun 2017 sebanyak 18.159 jiwa, dan didapatkan data pada bulan Januari sampai bulan November dengan jumlah pernikahan sebanyak 70 dan jumlah pernikahan dibawah umur sebanyak 41, secara keseluruhan terjadi pada perempuan rata-rata dari usia 15-20 tahun dan pada laki-laki 16-20 tahun.
Dilihat dari begitu banyaknya kasus pernikahan dini terlihat lebih banyak menimpa anak perempuan dan membuat mereka harus mengalami berbagai dampak buruk terhadap kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi. Juga, persoalan ekonomi keluarga, minimnya edukasi terkait pernikahan dini, pengaruh norma dan budaya setempat, menghindari kehamilan di luar nikah, serta penutupan sekolah dan akses internet yang bebas menjadi beberapa penyebab kian maraknya pernikahan dini saat pandemi. Oleh karena itu dibutuhkannya perlindungan negara, dukungan keluarga dan masyarakat, serta optimalisasi kapasitas anak dibawah umur sehingga bisa mencegah kian maraknya pernikahan dini.
Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah masalah pernikahan dini ialah dengan mengadakan penyuluhan lewat webinar. Webinar kali ini diadakan oleh Komisi I DPR-RI yang bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia dan mengambil tema “Melindungi Anak dari Kampanye Digital Perkawinan Anak” yang dilaksanakan pada Jumat, 5 Maret 2021 yang bertepatan dengan hari perempuan sedunia. Dalam webinar ini pihak pemerintah mengundang tiga wanita handal sebagai narasumber yaitu, Ibu Christina Aryani selaku anggota komisi I dan Badan Legislasi DPR-RI, Ibu Rosarita Niken selaku staf khusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, dan Ibu Emmy Lucy Smith selaku Child Protection Team Leader Wahana Visi Indonesia. Saya selaku siswa di sekolah SMAK 3 sangat senang dan antusias karena mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Sungguh diluar dugaan saya ada banyak siswa yang mengikuti webinar tersebut untuk mewakili sekolahnya yang terdapat di wilayah DKI Jakarta dan Depok. Saya paling kagum pada saat sesi tanya jawab. Terlihat di kolom chat ada sekitar 58 pertanyaan yang terkesan “bukan kaleng-kaleng” dan juga ada 5 orang yang bertanya langsung kepada moderator ,dimana pertanyaan tersebut menunjukan sikap kritis dan antusiasme untuk mengikuti acara tersebut dari peserta webinar. Ketiga pembicara tersebut pun senang dimana kegiatan tersebut membuat anak-anak remaja bisa berpikir kritis dan juga menunjukan bahwa peserta webinar paham akan materi yang telah disampaikan.
Saya sebagai siswa SMAK 3 bangga karena ikut menjalankan peran sebagai pelopor untuk mencegah pernikahan dini yang jelas merugikan perempuan , dimana seharusnya para anak dan remaja perempuan bisa meraih mimpinya dan ikut memajukan bangsa Indonesia daripada melangsungkan pernikahan yang pastinya akan berdampak buruk bagi masa depan mereka.
Oleh karena itu, kita sebagai remaja Indonesia yang ikut memegang peran sebagai agen perubahan diharapkan sudah mengerti bahaya dan kosekuensi dari pernikahan dini ini. Maka dari itu, marilah kita selamatkan anak-anak Indonesia dari pernikahan dini dengan menjadi peer educator dan menjadi kepanjangan tangan dari semua pihak yang merasa peduli atas nasib perempuan muda yang masih terbilang dibawah umur agar terhindar dari pernikahan dini yang jelas merugikan. Terakhir saya harapkan kita dapat memegang prinsip “KATAKAN TIDAK PADA PERNIKAHAN DINI” untuk apapun alasannya.
Ditulis oleh : William Philip Karnadi , kelas X-S2 dari SMAK 3 PENABUR Jakarta
Sesi bersama Ibu Christina Aryani selaku anggota komisi I dan Badan Legislasi DPR-RI yang membahas tentang upaya anggota DPR untuk memberikan solusi dan pencegahan pernikahan dini dengan memberikan perhatian khusus dalam bidang legislasi atau tentang masalah perundang-undangan.
Sesi bersama Ibu Rosarita Niken selaku staf khusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yang membahas upaya kominfo untuk mencegah kasus pernikahan dini dengan cara membatasi aktivitas pengguna media sosial dan memberikan literasi tentang bahaya pernikahan dini.
Sesi bersama Ibu Emmy Lucy Smith selaku Child Protection Team Leader Wahana Visi Indonesia yang membahas upaya pencegahan pernikahan dini lewat masyarakat sekitar dan menggalakan program perlindungan anak , terlebih lagi untuk anak perempuan.
Lia Evanty A selaku moderator acara webinar ini
Sesi tanya jawab untuk pertanyaan yang terpilih berasal dari chat zoom.
Sesi tanya jawab untuk pertanyaan langsung yang terpilih terhadap moderator.
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur