Sinopsis Judul Buku: Ichigo Ichie (Seni Menghargai Setiap Momen, Kunci Kebahagiaan ala Jepang)
Berita Lainnya - 28 October 2022
Judul Buku : Ichigo Ichie (Seni Menghargai Setiap Momen, Kunci Kebahagiaan ala
Jepang)
Pengarang : Hector Garcia dan Francesc Miralles
Tebal : 196 halaman
Penerbit : Renebook
Tahun Terbit : 2022
Ichigo-ichie dapat diterjemahkan menjadi “Once, a meeting” (satu kali, satu pertemuan) dan juga “In this moment, an opportunity” (saat ini, satu kesempatan). Artinya, dalam setiap pertemuan segala sesuatu yang kita alami merupakan pengalaman berharga yang unik dan tidak akan pernah terulang lagi dengan cara yang sama. Jadi, jika kita membiarkan pertemuan tersebut berlalu begitu saja tanpa menikmatinya, momen tersebut akan hilang selamanya.
Makna Ichigo-ichie membantu kita menjadi lebih sadar untuk memperlambat langkah dan menikmati setiap pagi yang kita lalui di dunia ini, setiap momen yang kita habiskan bersama anak anak kita dan orang-orang yang kita cintai. Hal itu sangat tak ternilai harganya dan pantas mendapatkan perhatian penuh. Mengapa demikian? Karena kita tidak tahu kapan hidup kita akan berakhir. Setiap hari bisa jadi merupakan hari terakhir kita. Tak seorangpun yang tahu dengan pasti saat ia tidur, apakah ia akan membuka mata keesokan harinya.
Contoh tulisan ichigo-ichie ditemukan pertama kali dalam sebuah buku catatan milik master teh, Yamanoue Soji, yang ditulisnya pada tahun 1588. Ia menulis: “Perlakukan orang yang mengundang Anda seolah-olah pertemuan tersebut hanya akan terjadi satu kali seumur hidup.” Pada masa itu Ichigo-ichie dihubungkan dengan upacara minum teh.
Saat ini orang Jepang menggunakan istilah Ichigo-ichie dalam dua situasi yaitu: saat bertemu seseorang tak dikenal untuk pertama kalinya dan saat bertemu seseorang yang dikenal tetapi ingin menekankan bahwa setiap peristiwa itu unik.
Melatih dan menjalankan ichigo-ichie akan membuka kesempatan bagi kita untuk menjalani hidup yang lebih bahagia dan lebih bermakna tanpa merasa terbebani oleh masa lalu atau khawatir akan masa depan. Kita akan belajar untuk menjalani hidup sepenuhnya di masa sekarang, dengan menghargai dan mengapresiasi berkah dari setiap momen.
Ada sejumlah strategi yang ditawarkan oleh zen agar diri kita tetap berada di masa sekarang. Ajaran Buddha versi Jepang ini memiliki kekuatan yang luar biasa besar bagi kita untuk dapat menerapkan ichigo-ichie di dalam kehidupan sehari hari: Duduk saja dan lihat apa yang terjadi, Nikmati momen ini seakan-akan merupakan tarikan nafas terakhir, Hindari gangguan, Bebaskan diri anda dari segala sesuatu yang tidak esensial, Jadilah teman bagi diri anda sendiri, Ketidaksempurnaan adalah hal yang lumrah, Selalu mencoba untuk berempati, Lupakan semua ekspektasi.
Dukkha adalah konsep ajaran Buddha yang berarti: “setitik kecemasan dan ketidakpuasan yang terus-menerus dirasakan semua mkhluk hidup, karena kita tahu bahwa perubahan merupakan sesuatu yang tak terelakkan.” Sepanjang hidup, kita kerap kali berjuang untuk mencoba melepaskan diri dari perasaan ini, bukan menerimanya. Dengan menerapkan seratus persen ichigo-ichie, kita akan kembali kepada kehidupan, tak peduli seberapa besar kesulitan dan kekecewaan yang mungkin kita alami.
Setiap momen memiliki nilai esensial meskipun kita tidak pernah tahu konsekuensi akhir dari tindakan dan keputusan kita. Hal ini mengembalikan kita ke ichigo-ichie yang berefek di masa depan. Apa yang Anda lakukan sekarang akan memiliki hasil yang unik dan berbeda dengan yang mungkin Anda lakukan pada kesempatan berikutnya.
Salah satu murid Sen no Rikyu adalah orang pertama yang menyinggung kata ichigo-ichie di buku harian pribadinya. Sen no Rikyu adalah seorang master teh yang hidup di Jepang pada abad ke -16. Esensi dari wabi-cha akan membantu kita memahami mengata kata ichigo-ichie diciptakan dan digunakan dalam ritual minum teh.
Pada era Muramachi (pada tahun 1336 hingga 1573), upacara minum teh menyebar ke seluruh Jepang dengan menggunakan peralatan bercorak yang diimpor dari China. Wabi-cha muncul sebagai reaksi terhadap estetika ini, mengganti peralatan yang bercorak menjadi desain yang lebih sederhana dan dibuat di Jepang. Selain peralatan yang minimalis, wabi-cha juga bersifat ekstrem dalam hal menyederhanakan tempat berlangsungnya upacara minum teh.
Ruangan yang didesain oleh Sen no Rikyu tersebut hanya dapat menampung dua orang. Ruangan wabi-cha yang minimalis tersebut memaksa kita untuk fokus pada masa sekarang, karena di ruangan itu hanya ada kita dan satu orang lainnya, dua tatami, teh, dan selembar kertas yang bertuliskan suatu pesan.
Untuk mengalami momen-momen ichigo-ichie bersama orang lain, penting bagi kita untuk: pertama, melatih seni mendengarkan, yang merupakan sebuah hadiah yang secara alamiah diberikan kepada kita bahkan beberapa bulan sebelum kita dilahirkan. Kedua, perlu bagi kita juga untuk melihat kehidupan secara langsung dengan mata kepala sendiri. Ketiga, sentuhan, misalnya memeluk. Keempat adalah mengecap. Indra pengecap memainkan peranan esensial dalam hidup. Kelima, melatih indra membaui (penciuman). Indra penciuman memiliki kekuatan terbesar untuk memunculkan kembali ingatan.
Meskipun ichigo-ichie bermula dari upacara minum teh, namun penerapannya bisa dilakukan dalam kehidupan keseharian. Dalam hal sebuah pesta, ichigo-ichie bisa diterapkan dengan menjawab pertanyaan: Pesta ini akan diingat karena apa? Dalam hal hubungan cinta, ichigo-ichie membantu para pasangan untuk memperhatikan hal-hal kecil dalam hubungan mereka agar api asmara terus membara. Ichigo-ichie merupakan seruan untuk memulihkan kekuatan perhatian, dengan pasangan, teman, keluarga, kolega, masyarakat, dan seluruh dunia.
Penulis Sinopsis: Jus Insan Berlianta, S.Th (Guru P.A.K. SMAK 1 PENABUR JAKARTA)
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur