Perubahan Perayaan Imlek di Keluargaku
Berita Lainnya - 10 February 2022
Perubahan Perayaan Imlek di Keluargaku
Ferdinand/XIA1/13
Hari raya Imlek adalah perayaan tahun baru dalam sistem penanggalan China. Berdasarkan kompas.com, penanggalan China perhitungannya berdasarkan peredaran
matahari, bulan, bahkan pergantian musim. Oleh sebab itu, tanggal Imlek berbeda-beda setiap tahunnya. Pada tahun ini sendiri, Imlek jatuh pada tanggal 1 Februari 2022. Pada penanggalan China juga memiliki “zodiak”nya sendiri yang dilambangkan dalam 12 hewan, yakni tikus, kerbau, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi. Setiap tahunnya dalam kalender China diwakili oleh salah satu dari ke-12 hewan tersebut.
Berdasarkan penanggalan China, tahun ini, 2022, dilambangkan sebagai tahun harimau. Sejarah singkat, Imlek awalnya dirayakan untuk memperingati dewa dan leluhur setiap awal tahun. Pada saat itu, biasanya yang merayakan akan sembahyang dengan hio terhadap dewa-dewa dan leluhur serta mempersembahkan makanan dan minuman. Selain itu, Imlek juga biasanya identik dengan warna merah, seperti memakai baju merah dan memberikan 红包 (amplop merah atau sering disebut angpau). Berdasarkan detik.com, Imlek sudah ada di Indonesia sejak kedatangan orang China ke Asia Tenggara pada sekitar abad ke-3 Masehi.
Setelah Indonesia merdeka, perayaan Imlek diperbolehkan saat masa Orde Lama. Orang-orang Tionghoa dapat berbahasa Mandarin, bahasa lokal, dan merayakan Imlek secara terbuka. Akan tetapi, pada masa Orde Baru, perayaan Imlek hanya dapat dilakukan secara tertutup, hanya dibuka kembali saat sudah mulai era reformasi.
Adat istiadat Imlek dari setiap keluarga dan daerah berbeda-beda. Ada yang hanya
merayakan dengan makan-makan dan berbagi angpau, ada pula yang melakukan tradisi dengan mendekorasi rumah, membeli persembahan, dan juga berdoa terhadap dewa dan leluhur. Dalam keluarga saya sendiri, perayaan Imlek berubah dari tahun ke tahun, tergantung kondisi yang dialami saat itu. Sampai pada perayaan Imlek 2022, perayaan Imlek di keluarga saya dapat dibagi menjadi tiga, saat saya masih kecil, saat saya pra-remaja, dan saat pandemi.
Saat saya masih kecil, dapat dikatakan perayaan Imlek yang paling meriah dan lengkap. Beberapa hari sebelum Imlek, keluarga besar saya membeli dekorasi-dekorasi Imlek, kue-kue, serta angpau untuk digunakan saat perayaannya nanti. Setelah itu, kami bersama-sama mendekorasi rumah dengan nuansa merah dan mempersiapkan bangku dan meja untuk tamu. Tidak lupa, kami menaruh kue-kue dan makanan ringan. Sehari sebelum Imlek, kami mengundang keluarga besar kami (termasuk saudara dari menantu kakek saya) yang ada di Jakarta untuk makan bersama di restoran. Adapun makanannya berupa makanan yang dianggap melambangkan arti tertentu dalam budaya China, seperti mie untuk panjang umur dan ikan untuk sukses. Bagi kami, adapun tujuan diadakan acara makan di restoran agar seluruh keluarga besar dapat berkumpul, terutama bagi keluarga-keluarga yang saat perayaan Imlek tidak dapat datang ke tempat kami karena kendala jarak. Pada saat itu juga, keluarga yang besoknya tidak dapat berkumpul tersebut memberikan angpau kepada saya dan saudara-saudara saya. Keesokan harinya, perayaan Imlek pun dimulai. Paginya, saya menyapa keluarga besar yang tinggal bersama saya, yakni kakek, nenek, paman, bibi, dan saudara saya. Setelah itu, kami makan misoa, makanan serupa bihun tetapi lebih halus. Misoa sendiri adalah salah satu makanan yang paling saya nanti-nantikan karena hanya dapat dinikmati dua kali setahunnya, yakni saat Imlek dan ulang tahun. Kemudian, kami ada sembahyang terhadap dewa menggunakan hio serta mempersembahkan makanan, baju, sepatu, dan hape mainan kepada leluhur. Dilanjutkan dengan pembagian angpau, keluarga kami berkumpul menjadi satu, lalu dimulai dari urutan kakek-nenek ke keluarga anak pertama sampai keluarga anak terakhir dan dari keluarga anak pertama ke keluarga anak kedua, dan seterusnya. Saat prosesi pembagian angpau, kami harus melakukan “bai nian” terlebih dahulu, yakni memberikan ucapan berkah, seperti panjang umur, sehat selalu, dan makmur. Setelah itu, kami pun berfoto bersama untuk mengenang Imlek pada tahun tersebut. Disusul dengan acara kebersamaan, kami berkumpul berbincang-bincang mengenai hal-hal yang terjadi pada tahun sebelumnya sambil mencamil kue-kue kering. Anak-anak juga melakukan aktivitasnya masing-masing, seperti bermain kejar-kejaran. Beberapa saat kemudian, barulah para tamu datang. Tamu-tamu tersebut berasal dari berbagai keluarga, ada yang dari saudara jauh dan ada juga yang dari pegawai kakekku. Biasanya mereka masuk, melakukan “bai nian”, bertukar angpau, dan berbincang-bincang mengenai keluarganya ataupun kerjaan. Saat makan siang, kami mulai makan lebih secara bergantian, namun tetap makan misoa yang terhidang sejak paginya. Selain itu, saya biasanya juga diajak untuk ke rumah-rumah saudara dari kakek saya dan tidak jarang juga pergi ke Bandung untuk menemui keluarga dari pihak ayah saya.
Saat saya pra-remaja, tradisi perayaan Imlek tidak jauh berbeda dari saat saya masih kecil. Namun, kami sudah tidak mendekorasi rumah. Jadi, selain dari dekorasi rumah, kami tetap masih menyiapkan kue-kue, angpau, meja, dan bangku untuk tamu. Selain itu ada juga beberapa keluarga yang semakin sedikit berkumpul karena ada yang merantau ke luar negeri maupun kendala seperti macet. Terkhususnya salah satu saudara saya yang pergi ke negeri jiran untuk menempuh pendidikan, sehingga ia hanya balik beberapa tahun sekali untuk merayakan Imlek bersama. Akan tetapi, sehari sebelum Imlek, semua yang dapat datang tetap datang untuk makan bersama. Saya pun terkadang tetap mendapat angpau dari keluarga jauh yang esokannya tidak dapat berkumpul. Besoknya, kami sudah mulai tidak melakukan sembahyang terhadap dewa maupun persembahan terhadap leluhur akibat persiapannya yang relatif merepotkan. Minimalnya, kami masih memakan misoa untuk sarapan dan makan siang.
Setelah itu, barulah kami melakukan prosesi pemberian angpau. Tidak ada yang berbeda, namun salah satu saudara saja yang biasanya ada mulai jarang datang karena merantau ke luar negeri. Dikarenakan perkembangan teknologi, sehabis pemberian angpau, generasi muda sudah tidak lagi bermain kejar-kejaran, melainkan bermain gawai. Ditambah lagi karena rumahku yang sudah berpisah dari keluarga besar, saya terkadang tidak menemui lagi tamu yang datang pada sore hari. Terkadang juga, karena jalan sudah mulai macet, ada kalanya saya tidak pergi ke Bandung. Jika mengingatnya, sungguh disayangkan karena saya ingin sangat menemui saudara yang di Bandung.
Perubahan drastis terjadi sejak pandemi. Untuk persiapannya, kami tetap menyiapkan kue-kue dan angpau, tetapi meja dan bangku dibatasi untuk keluarga besar dari pihak ibu saya saja dan tidak untuk tamu. Sehari sebelum Imlek, daripada makan bersama di restoran besar, kami memutuskan untuk membeli makanan dan diantar ke rumah masing-masing keluarga. Jadi, saya makan bersama di rumah hanya dengan keluarga inti saya saja, yang terdiri dari ayah, ibu, saya, dan adik saya. Untuk tahun 2022 ini, paman saya dari Bandung kebetulan datang karena sedang menemui tunangannya yang di Jakarta. Maka, pada tanggal 31 Januari 2022 malam, keluarga inti saya makan bersama dengan paman dan tunangannya. Dikarenakan rumah saya yang masih berada dalam satu komplek dengan rumah kakek saya, saya masih dapat ke rumah kakek saya untuk “bai nian” dan mendapatkan angpau. Tidak lupa, saya sarapan di rumah kakek saya juga dengan misoanya yang lezat. Prosesi pemberian angpau tidak terlalu berbeda, hanya saja tidak ada tamu lagi yang datang.
Akhir kata, perayaan Imlek bukanlah sekedar pemberian angpau biasa, melainkan sebuah perayaan kebersamaan. Menurut saya, tidak tentu semua keluarga dapat berkumpul dalam satu tahun dan mungkin hanya saat Imlek sajalah baru dapat berkumpul. Karena terkadang hanya melihat keluarga sehat dan makmur dapat kita merasakan kebahagiaan sebenarnya.
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur