Nekat dan Tekad adalah Modalku dari segala keterb...
Read MoreBakatku
Read MoreMencari Bakat
Read More
Paskah. Sebuah kata yang pasti sudah tidak asing bagi kita, terutama saat menjelang bulan Maret dan April. Mungkin beberapa dari kita menganggap bahwa hari yang penting ini hanya sebagai hari untuk mengingatkan kita bahwa Tuhan Yesus itu telah mati lalu bangkit. Mungkin juga ada yang menganggap hari tersebut hanya sebagai hari untuk kita beribadah dengan tema yang spesifik, atau bahkan mungkin ada yang hanya menganggap hari tersebut adalah sekadar ritual berulang bagi orang Kristen setiap tahunnya. Akan tetapi, apakah arti dari paskah yang sebenarnya? Tentu bukanlah demikian.
Paskah dalam bahasa inggris yaitu Passover adalah kata serapan yang berasal dari Pesah yang artinya melewati (maut). Pertama kali kata ini muncul adalah pada perjanjian lama, yang nantinya menjadi dasar paskah Yahudi. Kata ini awalnya digunakan pada zaman Musa ketika Allah berfirman kepadanya untuk menghadapi Firaun dan membebaskan umat-Nya dari Mesir menuju ke Tanah Perjanjian. Pada saat Tuhan mengeluarkan tulah terakhir di mana setiap anak sulung yang pada pintu rumahnya tidak diberikan tanda darah akan mati (bd. Kel. 12). Secara singkat, makna paskah yang bisa kita dapatkan adalah pembebasan dan keselamatan umat Israel dari cengkraman bangsa Mesir. Mungkin ada yang bertanya: “Apakah korelasinya dengan kehidupan kita sebagai umat percaya pada masa kini?”
Mari kita lihat dari sisi perjanjian baru. Peristiwa paskah yang terjadi pada zaman inilah yang paling dikenal di antara umat Kristen saat ini, yaitu pada waktu Tuhan Yesus mati di kayu salib dan bangkit di hari yang ketiga. Secara singkat, awal peristiwa ini terjadi adalah pada saat perjamuan terakhir Tuhan Yesus dengan para murid, di mana Yesus mengatakan bahwa seseorang akan mengkhianati Dia yaitu Yudas Iskariot. Seperti perkataan-Nya tersebut, Yudas mengkhianati-Nya dan membawa pasukan ke taman Getsemani untuk menangkap Yesus. Di sisi lain, para murid yang ada bersama-sama dengan-Nya melarikan diri. Di mana pada akhirnya Yesus diadili dan diserahkan untuk dihukum mati. Pada akhirnya, Ia disalib bersama dengan para penyamun Dismas dan Gestas, lalu Ia menyerahkan nyawa-Nya dan mati pada kayu salib. Ia lalu dikubur, dan pada hari yang ketiga Ia bangkit. Lalu, menampakkan diri kepada murid-muridNya, dan setelah itu Ia naik ke surga.
Pasti banyak dari kita mendengar dari pembicara, pendeta, maupun pengajar iman lainnya berkata bahwa Tuhan Yesus mati untuk menggantikan setiap kita yang berdosa. Dari kalimat tersebut, apakah ada kemiripan dengan makna paskah dari perjanjian lama? Ada satu kata yang bisa menjadi jembatan penghubung di antara kedua makna ini, yaitu pembebasan. Di mana pada perjanjian lama, Allah membebaskan umat Israel dari tanah Mesir, sedangkan pada perjanjian baru, Allah mati untuk membebaskan setiap umat percaya dari belenggu dosa serta memperoleh keselamatan dan kehidupan yang kekal. Oleh karena itu, banyak orang-orang yang menganggap bahwa hari Paskah itu sendiri adalah Hari Kemenangan, karena oleh kuasa darah Tuhan, kita diselamatkan, dipulihkan, dan bahkan kita diberi hidup.
Tahun ini, kita merayakan paskah secara online di rumah dikarenakan pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Banyak orang masih merasa takut dan gentar karena mengalami perubahan situasi dan kondisi yang sangat tidak menentu. Namun, lewat paskah yang telah dilaksanakan kiranya boleh memulihkan dan menguatkan setiap kita. Ada satu pesan yang penting yang bisa kita dapat dari Paskah tahun ini, yaitu mengenai keberanian untuk hidup karena Yesus hidup. Mungkin cukup membingungkan, bagaimana kita bisa berani hidup hanya karena Yesus telah hidup?
Mari kita kembali pada kisah kehidupan Yesus. Ia telah menjalani kehidupan di dunia selama sekian lamanya. Walaupun Ia adalah Tuhan, apakah berarti kehidupan-Nya pada masa itu selalu baik? Apakah kehidupan-Nya selalu dipenuhi dengan kesenangan. Apakah Ia disukai dengan semua orang? Tidak! Seperti yang kita ketahui, Ia bahkan merendahkan diri dan menjadi sama seperti kita, bahkan pada akhirnya diperlakukan seakan-akan menjadi lebih rendah dari manusia lainnya. Banyak orang yang marah terhadap-Nya, banyak yang memaki Dia, banyak yang tidak percaya bahwa Ia adalah Anak Allah, dan bahkan banyak pula yang berteriak untuk menyalibkan Dia. Sama seperti kita, Yesus harus mengalami lika-liku kehidupan. Kadang kala Ia merasa senang dan kadang kala Ia merasa susah.
Namun, karena memang itulah yang harus ditanggung-Nya agar hidup kita sebagai orang percaya diselamatkan. Kita semua pasti juga sama dengan Yesus pada waktu Ia hidup di dunia. Kita pasti merasakan kebahagiaan, kedukaan, amarah, kesepian, keletihan, rasa putus asa, dan sebagainya. Mungkin kadang kala kita merasa “mati” karena kita tidak sanggup untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan ini. Namun, kita diingatkan bahwa kita tidak sendirian. Kita memiliki Tuhan yang hidup di dalam diri kita. Kita hidup di dalam Dia dan Ia hidup di dalam kita.
Oleh sebab itu, marilah kita berani untuk hidup, menjalani setiap tantangan, melewati setiap persoalan, menghadapi setiap badai hidup, karena kita percaya bahwa kita memiliki Tuhan yang hidup. Yakni, Ia yang telah mengaruniakan nyawa-Nya untuk menggantikan setiap kita agar kita hidup.
Sebenarnya ada banyak hal dalam kehidupan kita yang bisa membuat kita menjadi tidak berani untuk hidup. Saya sendiri pun juga sering mengalami hal yang sama. Terutama pada saat saya merasa sudah tidak memiliki guna lagi untuk orang-orang di sekeliling saya, saat menggumuli masa depan yang tidak seorang pun ketahui, ataupun saat sedang berada dalam tekanan yang besar dan sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Dalam menghadapi hal-hal tadi, ada satu hal yang saya terus ingatkan kepada diri saya sendiri, dan mungkin bisa menjadi pesan untuk kita semua, yaitu dari hukum yang kedua : “Kasihilah sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri”. Hal yang ingin saya tekankan adalah bagaimana kita bisa mengasihi sesama kita, memperhatikan lingkungan kita, menjalani kehidupan di sekeliling dan apa yang ada di depan kita kalau kita tidak mengasihi diri kita sendiri? Ingatlah bahwa kehidupan kita adalah anugerah yang telah Tuhan berikan, berarti kita adalah ciptaan yang Ia sayangi dan kasihi. Oleh karena itu, haruslah kita mengasihi diri kita dahulu.
Setiap kita pasti memiliki kelebihan, daya tarik, dan kehebatan masing-masing. Percayalah bahwa kita bisa dan mampu mengatasi apa yang ada di depan kita. Terutama karena Tuhan juga yang sudah memberi hidup-Nya kepada kita, dan bahkan telah memberikan roh-Nya kepada kita sebagai pengingat, sahabat, dan penolong kehidupan kita di dunia ini.
Oleh karena itu, marilah kita mengasihi diri kita, optimis bahwa kita sanggup menjalani kehidupan yang tidak menentu ini, percaya diri dengan apa yang kita punya, baik itu bakat, talenta, kelebihan, dan sebagainya untuk bisa menjadi berkat bagi masa depan kita, dan yang paling penting adalah percaya bahwa Tuhan yang akan selalu menyertai kita sampai akhir zaman (bd. Mat. 28 : 20b).
Brooklyn Japheth - SMAK 5 PENABUR
***
Mari bergabung di BPK PENABUR Jakarta https://psbjakarta.bpkpenabur.or.id/
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur
© 2019 YAYASAN BPK PENABUR