Artikel

Cangkir Yang Kosong


 

Oleh: Elsyani Margaretha Kereh, S.Psi.

 

Anak merupakan sumber kebahagiaan orang tua. Di lain pihak, setiap orang tua mendambakan anaknya tumbuh dengan bahagia. Namun, mendidik anak tidaklah mudah. Perlu disadari bahwa anak kadang masih belum mampu mengutarakan isi hatinya dengan benar dan belum bisa mengelola emosi dengan tepat, terutama anak yang masih kecil.

            Dalam usaha mendisiplinkan anak, orang tua selalu berusaha melakukan yang terbaik supaya anak bisa mengikuti aturan. Namun kadang kala, anak tidak mengikuti apa yang diinginkan orang tua. Ketika hal ini terjadi, kita sebagai orang tua cenderung marah ataupun kesal dengan apa yang anak lakukan. Padahal mungkin saja ada banyak faktor yang membuat anak tidak mau mengikuti apa yang kita inginkan.

Pernahkah Anda mendengar istilah“cangkir kosong?”  Istilah ini merujuk pada kebutuhan emosi anak yang mungkin belum terpenuhi, sehingga anak mulai menunjukkan perilaku yang tidak semestinya atau tidak seperti biasanya,  misalnya menangis, marah, merengek, tantrum, dsb. tanpa sebab yang jelas.

Berikut adalah beberapa hal yang bisa mengisi “cangkir” anak, antara lain : 

  1. Bermain
  2. Perhatian dan kasih sayang
  3. Sentuhan dan pelukan
  4. Pujian dan dorongan semangat
  5. Didengarkan
  6. Rasa aman
  7. Rasa pemenuhan diri
  8. Melakukan hal-hal yang disukainya

Selain itu, ada pula hal-hal yang bisa membuat “cangkir” anak kosong, antara lain :

  1. Stress dan tertekan
  2. Kesepian
  3. Menghadapi penolakan
  4. Hukuman
  5. Kegagalan
  6. Fisik yang lelah
  7. Dipaksa melakukan hal-hal yang tidak ia sukai tanpa adanya upaya orang tua untuk memberikan pemahaman mengapa ia perlu melakukan hal tersebut

 

Jika “cangkir” ini kosong, maka akan terjadi beberapa hal seperti berikut ini :

  1. ‘Mencuri’ isi cangkir orang lain.
  2. Tantrum dan berupaya untuk mencari perhatian orang tua / orang-orang di sekitarnya.
  3. Merasa tidak sabar menunggu cangkirnya untuk diisi ulang atau sebaliknya, menolak upaya orang tua untuk mengisi cangkirnya.
  4. Orang tua merasa kesulitan untuk mengarahkan dan mengatur anak.
  5. Berpikir bahwa ia harus bersaing / berjuang dulu untuk mendapatkan isi ulang cangkirnya.

Nah, Sudahkah Anda mengisi “cangkir” si kecil hari ini?