SERIBU : Filosofi Teras
Berita Lainnya - 20 January 2025
Penulis : Agatha Wahyu Dati
Editor : Tim Medsos AKJ
Pada tahun 2017, penulis buku Filsafat Teras didiagnosis oleh seorang psikiater menderita Major Depressive Disoder. Saat berhadapan pada sebuah keadaan, ia selalu negative thinking dan dipenuhi kecemasan. Vonis yang didapat pemilik akun twitter @newsplatter ini tentu sangat mengejutkannnya. Bagaimana tidak, di masyarakat terdapat stigma bahwa seseorang yang menderita psikis berarti kondisi jiwanya terganggu alias gila. Untuk berjuang dari sakitnya, ia menjalani terapi obat-obatan sehingga membuat mood-nya membaik. Kemudian muncul pertanyaan, apakah ia selamanya akan bergantung pada obat?
Selama masa pengobatan berlangsung, ia menemukan buku How to Be a Stoic karya Massimo Pigliucci. Buku tersebut lebih kurang mengenai bagaimana menerapkan Filsafat Stoa atau Stoisisme dalam hidup. Sesudah membaca buku Pigliucci, pikirannya terbuka dan menemukan cara ampuh “terapi tanpa obat”. Ia mempraktikkan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Singkat cerita, ia menjadi pribadi yang lebih tenang, damai, dan dapat mengendalikan emosi negatif. Atas hasil yang diperolehnya, Henry Manampiring memutuskan untuk berbagi tentang Stoisisme kepada orang lain. Pada tahun 2019, ia menulis buku Filosofi Teras: Filsafat Yunani- Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini. Oleh karena sebutan Stoisisme terdengar asing, maka pria yang akrab disapa Om Piring ini meng-Indonesia-kannya menjadi Filosofi Teras.
Filosofi Teras lahir di sebuah teras yang berpilar dihiasi lukisan, semacam alun-alun di Athena sehingga nama ajaran yang dipelopori oleh Zeno ini disebut Filosofi Stoa atau Filosofi Teras. Filosofi ini sudah ada sejak masa Yunani Kuno sekitar 300 tahun sebelum Masehi atau 2.300 tahun yang lalu. Jauh dari filsafat yang terkesan sebagai topik berat dan mengawang-awang, Filosofi Teras justru praktis dan relevan dengan kehidupan Generasi Milenial dan Gen-Z masa kini.
Buku Filosofi Teras ini dibuka dengan riset sederhana mengenai Survei Khawatir Nasional yang semakin memperkuat persoalan yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini. Pertanyaan yang dilemparkan Henry Manampiring dalam surveinya sederhana tetapi menarik dan menggelitik. Di antaranya mengenai tingkat kekhawatiran hidup seseorang secara keseluruhan, tingkat kekhawatiran tentang studi lanjutan, kekhawatiran akan relationship, kekhawatiran terhadap status jomblo/sendiri, kekhawatiran mengenai pekerjaan/bisnis,
kekhawatiran atas kondisi keuangam pribadi, kekhawatiran sebagai orang tua, kekhawatiran menyangkut kondisi sosial politik di Indonesia, dan sebagainya. Hasil dari survei tersebut cukup mencengangkan dan sukses memprovokasi saya untuk membaca tulisannya pada bab selanjutnya.
Terlepas dari kekurangannya, jika sudah mulai membaca isi buku ini maka Anda akan dibuat tidak ingin beranjak sebelum sampai halaman 320. Alih-alih sebagai buku filsafat yang berat, buku ini lebih mengarah pada wejangan laku hidup. Tidak heran jika buku ini dinobatkan sebagai Best Seller Nasional 2019 dan mendapatkan penghargaan dari Kemendikbud sebagai “Influencer Award The Future Is Here”. Kembali lagi ke Filosofi Teras, semua tergantung interpretasi. Awalnya akan terlewatkan tetapi setelah membacanya menjadi sayang jika tidak bertemu dengan buku ini.
Pada akhirnya, buku Filosofi Teras merupakan buku yang sangat ciamik dan layak untuk direkomendasikan terutama bagi generasi masa kini yang saat ini lebih terobsesi untuk memiliki feed Instagram yang sempurna dan berlomba-lomba menambah followers. Dengan membaca buku ini, diharapkan kita dapat lebih bijak dan cerdas dalam bersosial media. Selain itu, menjalani filosofi ini memang tidak mudah, dibutuhkan latihan mengendalikan emosi negatif, serta berusaha untuk cuek dan bodo amat tehadap sesuatu yang berada di luar kendali kita. Maka percayalah, stres terhempas, damai pun datang. Selamat Membaca! Selamat berbahagia ala Filosofi Teras!
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur