Caring Moment: Menabur Kebaikan
Berita Lainnya - 07 March 2023
Image source: istockphoto.com
Penulis: Callista, X MIPA 1
Liburan natal tahun lalu, saya mendapat tugas caring coment dari BK. Caring moment merupakan tugas untuk membuat laporan tentang kebaikan yang kami lakukan selama liburan. Saya merasa itu adalah hal yang penting untuk dilakukan sehingga saya tidak keberatan sama sekali untuk melaksanakannya. Setelah mendapat tugas tersebut, saya mulai menyusun apa saja yang akan saya lakukan yang mungkin akan membantu dan berguna bagi orang lain di sekitar saya. Saya pun memutuskan untuk pertama-tama membantu mama saya dalam membersihkan rumah. Saya memutuskan untuk membantu mama saya dalam mencuci piring dan menjemur pakaian.
Sehabis makan siang maupun makan malam, saya mencuci piring kotor yang saya gunakan bersama keluarga saya. Saya juga menjemur pakaian seluruh keluarga saya tanpa terkecuali. Saya merasa senang dapat meringankan pekerjaan mama saya, karena sebenarnya mama saya sudah tidak boleh bekerja terlalu berat. Dari melaksanakan tugas caring moment, menjadi sebuah kebiasaan sampai sekarang. Jadi meskipun sekarang saya sudah tidak mendapaat tugas melakukan caring moment, saya tetap membantu mama saya dalam mencuci piring dan menjemur pakaian. Saya merasa senang karena bisa berguna bagi keluarga saya.
Saat itu, kakak saya juga mendapat tugas melakukan caring moment. Saat itu pas sekali orang tua kami sedang tidak dirumah, jadi kami pun memesan makan siang melalui aplikasi ojek-makanan online. Kami sengaja membeli satu paket makanan lebih untuk diberikan pada driver-nya. Wajah pak driver saat saya mengatakan satu paket makan bisa dia ambil sangat saya ingat sampai sekarang. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih berkali-kali. Disitu saya merasa sangat senang karena dapat berbagi dengan sesama melalui hal-hal kecil seperti itu.
Saat SD sekitar kelas 5 atau 6, saya selalu berpikir bahwa mengucapkan ‘terima kasih’, ‘maaf’, dan ‘tolong’ adalah hal yang tidak terlalu penting dikatakan pada teman dekat. Akan tetapi pola pikir tersebut berubah ketika saya mulai masuk SMP. Saat SMP saya mempunyai teman yang akan ‘menyindir’ saya dan teman-teman yang lain jika kami tidak atau lupa mengucapkan ‘terima kasih’. Contohnya saja saat saya sedang meminjam tipeksnya saat sedang mengerjakan tugas di kelas, lalu langsung mengembalikannya tanpa mengucapkan ‘terima kasih’, dia akan berkata “sama-sama” yang bermaksud agar kami mengucapkan “terima kasih”. Kebiasaan baik teman saya itulah yang akhirnya saya bawa sampai saat ini.
Ada lagi satu teman saya yang lain. Dia pernah duduk di meja sebelah kanan saya lalu saya meminjam suatu barang. Otomatis karena saya duduk di sebelah kirinya seharusnya dia memberikannya menggunakan tangan kiri, kan? Akan tetapi dia tetap memberikan barang tersebut menggunakan tangan meskipun memerlukan effort lebih. Dia harus memiringkan badannya dulu baru bisa memberikan barangnya. Jika dia terpaksa memberikan menggunakan tangan kiri, dia tidak pernah lupa mengucapkan “maaf tangan kiri”.
Mungkin mereka merasa hal yang dilakukan merupakan hal yang biasa saja. Tetapi bahkan sampai saat ini saya tidak pernah melupakannya. Saat ini, saya tidak pernah lupa mengucapkan ‘terima kasih’ jika ada yang membantu saya, ‘maaf’ jika saya berbuat salah, dan ‘tolong’ saat ingin meminta bantuan orang lain. Saya juga berusaha untuk selalu memberikan barang menggunakan tangan kanan serta meminta maaf jika terpaksa memberikannya menggunakan tangan kiri. Dari teman-teman sebaya saya sendiri saya belajar bahwa sikap yang baik dan benar tetap harus dipraktekan meskipun pada teman-teman dekat. Pendidikan tinggi juga tidak mempengaruhi sikap seseorang pada orang lain.
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur