The Last Missing Piece of Modern Lighting
BERITA LAINNYA - 30 November 2024
The Last Missing Piece of Modern Lighting
Kehadiran penerangan di rumah-rumah dan tempat-tempat penting lainnya telah menjadi bagian besar dari kehidupan modern manusia. Sangat sulit membayangkan hidup kita tanpa adanya teknologi penerangan yang memadai. Usaha manusia untuk membuat sistem penerangan yang efisien dan praktis telah dimulai sejak zaman prasejarah, dimulai dengan penggunaan cahaya matahari dan api1. Seperti teknologi modern lainnya, teknologi penerangan yang sekarang dipakai oleh masyarakat luas telah melalui rangkaian perkembangan yang panjang, hingga sekarang dapat memberdayakan berbagai aktivitas kita sehari-hari.
Sistem penerangan paling efisien yang sekarang kita miliki adalah penerangan dengan LED (light-emitting diode). Nama LED diambil dari komponen dan fungsinya, di mana diode atau dioda merupakan komponen rangkaian listrik yang hanya memperbolehkan listrik untuk mengalir satu arah—dari kutub positif ke negatif2, sedangkan light-emitting berarti pemancar cahaya. Dioda terbuat dari gabungan semikonduktor tipe P dan N. LED berbeda dari teknologi-teknologi penerangan sebelumnya, karena LED bekerja dengan sangat efisien. LED terbuat dari beberapa lapisan semikonduktor yang dapat langsung mengubah listrik menjadi partikel-partikel cahaya (photons). Warna dari cahaya yang dihasilkan oleh LED tergantung pada panjang gelombang cahaya yang dihasilkan LED tersebut, dan dapat berbeda-beda berdasarkan bahan semikonduktornya.3
Gambar 1, Sistem kerja LED. Sumber: https://www.scienceabc.com/innovation/8-bit-10-bit-led-panel-how-generate-colors.html
1 https://www.stouchlighting.com/blog/the-historical-evolution-of-lighting
2 https://www.unboxing.eu.org/2013/08/prinsip-kerja-dioda-transistor-dan.html
3 https://www.wipo.int/wipo_magazine/en/2014/06/article_0001.html
Penemuan LED merupakan terobosan besar yang merevolusi teknologi pencahayaan. Tidak seperti teknologi penerangan lain, LED dapat mengubah hingga 50% dari input listriknya menjadi cahaya yang dapat dilihat. Teknologi penerangan sebelumnya, seperti lampu pijar, hanya dapat mengubah 5% dari input listriknya menjadi cahaya. Kebanyakan dari listrik tersebut akan berubah menjadi panas, atau cahaya inframerah yang tidak dapat dilihat manusia. Masalah efisiensi buruk tersebut terselesaikan secara sebagian dengan penemuan lampu pendar, yang bekerja lebih efisien daripada lampu pijar. Akan tetapi, keuntungan yang didapat dari penggunaan LED, seperti efisiensi yang jauh lebih tinggi, keamanannya serta ketahanannya, membuat LED menjadi pilihan penerangan terbaik untuk kehidupan modern manusia.4
Seperti teknologi canggih lainnya, LED tidak melewati proses perkembangan yang pendek. Melainkan, teknologi LED yang sekarang kita kenal menjadi semaju sekarang berkat ilmuwan-ilmuwan yang melihat potensi dari teknologi LED dan mengembangkannya. Ide dan pengembangan LED pertama kali terjadi pada tahun 1927, namun LED yang benar-benar dapat digunakan pertama kali dibuat pada tahun 1962 oleh ilmuwan Nick Holonyak.5 LED pertama ini memancarkan warna merah yang benar-benar dapat dilihat dengan mata telanjang. Setelahnya, beberapa ilmuwan lain mengembangkan LED dengan warna-warna beragam yang dapat diaplikasikan ke berbagai alat elektronik.
Meski pembuatannya terdengar mudah, nyatanya, para ilmuwan kesulitan untuk merancang LED yang dapat secara efisien memancarkan cahaya berwarna biru. Pada tahun 1972, LED biru yang pertama berhasil dibuat oleh Herb Maruska dan Wally Rhines.6 Meski demikian, efisiensi LED tersebut sangatlah rendah dan tidak dapat digunakan sehari-hari. LED biru sangat sulit untuk dibuat karena cahaya berwarna biru memerlukan energi lebih tinggi untuk dapat dihasilkan melalui proses elektroluminesensi. Untuk mencapainya, diperlukan pembuatan semikonduktor dengan bahan kristal yang memiliki band gap tinggi. Band gap adalah banyaknya energi yang dibutuhkan elektron dan “lubang” untuk bertransisi dari pita valensi ke pita konduksi di semikonduktor.7 Setiap kali elektron bertransisi dari pita valensi ke pita konduksi dalam rangkaian semikonduktor, elektron tersebut akan melepaskan energi dalam bentuk photon, atau partikel cahaya.
Gambar 2, Sistem kerja LED. Sumber: https://www.nobelprize.org/uploads/2018/06/advanced-physicsprize2014-1.pdf
yang-bisa-dihemat?page=all
5 https://www.energysavinglighting.org/the-history-of-led-lighting/
6https://web.archive.org/web/20141011124658/http://spectrum.ieee.org/tech-talk/geek-life/history/rcas-forgotten-work-
on-the-blue-led
7https://toshiba.semicon-storage.com/ap-en/semiconductor/knowledge/faq/diode_sic-sbd/sic-sbd001.html
Penemuan LED berwarna biru pada tahun 1993 membuka pintu untuk penerangan modern yang efisien, aman, dan praktis. Pasalnya, untuk dapat membuat LED berwarna putih dan warna-warna lainnya, LED biru diperlukan terlebih dahulu. Sekarang ini, LED dengan warna dasar biru dapat kita temukan di mana-mana, mulai dari lampu rumah kita, lampu jalanan, lampu latar layar gawai kita, lampu rambu lalu lintas, dan sebagainya.
Penemuan LED pertama.
Lampu LED atau light-emitting diode adalah salah satu komponen elektronik yang terbuat dari bahan semikonduktor. Jenis bahan semikonduktor yang digunakan adalah dioda yang mampu memancarkan cahaya akibat peristiwa elektroluminesensi. Perkembangan lampu LED, untuk mencapai fungsionalitas dan efisiensi yang kita ketahui saat ini, melalui proses perkembangan yang sangat panjang. Lampu LED pertama kali dikembangkan pada tahun 1907 oleh Henry Joseph Round. Ilmuwan asal Inggris ini menemukan bahwa bahan anorganik dapat menyala jika dilalui arus listrik. Namun, penemuan ini tidak begitu influensial. Kemudian, pada tahun 1921, seorang fisikawan asal Rusia, Oleg Lossew, menemukan putaran efek dari sebuah emisi cahaya. Hingga pada tahun 1942, Oleg Lossew sudah bisa menjelaskan secara terperinci fenomena tersebut.8
2 Harapan Terhadap LED Untuk Penerangan Modern
Nick Holonyak pada tahun 1962 mengembangkan luminescence merah pada dioda. Ilmuwan berkebangsaan Amerika ini mengawali lahirnya industri LED. Luminescence adalah emisi yang berasal dari radiasi elektromagnetik pada daerah spektrum cahaya tampak.9 Peristiwa ini diakibatkan karena atom-atom memancarkan cahaya dengan emisi spontan pada saat elektron tereksitasi dari keadaan level energi tinggi ke keadaan yang lebih rendah. Holonyak memasuki dunia penerangan dengan niat awal ingin merevolusionerkan teknologi tersebut.10 Pada tahun yang sama yaitu 1962, Holonyak memperkenalkan lampu LED pertama.
Menurut Holonyak, lampu pijar dan lampu fluoresen tidak efisien, tidak tahan lama, dan tidak fleksibel penggunaannya. Ketika ia bergabung dengan laboratorium elektronik General Electric di Syracuse, New York, beberapa tim di tempat itu bekerja di bidang optoelectronics, yaitu konversi arus listrik menjadi cahaya. Salah satu rekannya, Robert N. Hall, mengembangkan laser dengan menggunakan dioda. Laser tersebut hanya bisa memancarkan cahaya inframerah, yang berada di luar jangkauan penglihatan manusia. Holonyak pun memutuskan untuk membuat perangkat dioda yang dapat memancarkan cahaya yang tampak.11 Penemuan LED merah ini kemudian diproduksi massal secara komersial pada tahun 1968 oleh Monsanto, sebuah perusahaan asal Amerika Serikat. LED merah ini populer untuk digunakan sebagai lampu-lampu iklan, lampu latar jam tangan, dan kalkulator mahal pada saat itu. 12
8 https://chioled.com/lampu-led-sejarah-dan-perkembangannya/
9 https://repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009090027/11116081_4_132203.pdf
er-oleh-nick-holonyak-jr
11https://techno.okezone.com/read/2018/01/25/56/1849748/nick-holonyak-sang-penemu-teknologi-led-yang-merevolu
si-industri
12 https://accesstoenergy.org/id/featured/read/13/an-enlightenment-for-the-history-of-light-bulb
Sejak tahun 1971, semikonduktor yang digunakan untuk pembuatan LED mengalami pengembangan untuk meningkatkan efisiensi. LED berwarna kuning, hijau, dan jingga pun berhasil dibuat. Semua LED tersebut hanya terdiri dari satu warna, tetapi penemuan-penemuan ini tidak dapat dipungkiri pengaruhnya terhadap teknologi penerangan. Pada awal tahun 1980, efisiensi dari lampu-lampu LED telah melampaui efisiensi lampu pijar saat itu untuk pertama kalinya. LED pun mulai digunakan di berbagai sudut.13
Meski popularitas LED melecut naik, tetapi pengembangan dari teknologi LED mengalami stagnasi sejak itu. Harapan untuk dapat menggunakan LED untuk penerangan sehari-hari pun mulai turun. Direktur dari perusahaan Monsanto dalam salah satu publikasi koran Palo Alto Times mengatakan, “[LED] tidak akan pernah menggantikan lampu dapur. Akan tetapi, LED akan menjadi hal yang biasa di peralatan dapur, dasbor mobil, dan set stereo untuk mengindikasikan apabila set tersebut sudah nyala”.14 Pasalnya, untuk dapat menghasilkan cahaya berwarna putih yang relevan untuk penerangan sehari-hari, diperlukan penggabungan antara 3 warna LED (merah, hijau, dan biru).
Solusi lain adalah untuk meradiasi ulang cahaya dengan panjang gelombang tinggi (seperti biru atau ultraviolet) sehingga menghasilkan warna putih yang lebih baik daripada gabungan 3 warna LED biasa.15 Akan tetapi, belum ada teknologi LED berwarna biru yang benar-benar dapat digunakan pada masa itu. Berbagai perusahaan besar, seperti Sony, Bell Labs, 3M, IBM, dan sebagainya, telah berlomba untuk menemukan kunci dari pembuatan LED biru sejak tahun 1960.16 Tidak ada dari mereka yang berhasil. Teknologi LED mungkin tidak akan seperti yang kita kenal sekarang ini kalau bukan berkat tiga orang peneliti asal Jepang yang memberikan kontribusi besar terhadap penemuan sistem LED biru yang efisien: Shuji Nakamura, Isamu Akasaki, dan Hiroshi Amano.17
II. 3 Awal Karir Shuji Nakamura
Shuji Nakamura merupakan seorang insinyur elektronik. Ia mulai bekerja di perusahaan Nichia pada tahun 1979 setelah ia mengenal Nobuo Ogawa, pendiri sekaligus presiden dari Nichia, melalui profesornya. Nichia, pada saat itu, adalah perusahaan kecil asal Jepang yang bergerak di industri teknik kimia. Meski awalnya Nichia ragu untuk mempekerjakan Nakamura, Nakamura menolak untuk menerima jawaban tidak. Saat itu, Nichia terutama fokus dalam pembuatan fosfor untuk televisi berwarna dan lampu neon. Akan tetapi, pasar kedua produk tersebut sudah matang. Apabila Nichia ingin berkembang, Nichia perlu untuk membuat inovasi yang baru.18
Tugas pertama Nakamura di Nichia adalah meningkatkan efisiensi proses pemurnian logam galium. Akan tetapi, pekerjaan ini ternyata menemui jalan buntu. Nichia pun memerintahkan Nakamura untuk memproduksi galium fosfida, bahan yang digunakan untuk membuat LED merah dan hijau. Sayangnya, Nakamura tidak mengetahui apa-apa mengenai material dalam pembuatan LED, sehingga ia harus memulai dari awal. Tidak ada anggaran untuk risetnya, sehingga ia harus mengais-ngais komponen elektronik dan memperbaiki komponen-komponen yang rusak dengan tangannya sendiri. Dalam proses pembuatan reaktor untuk pembuatan galium fosfida, beberapa kali ia mengakibatkan ledakan di laboratoriumnya. Beberapa kali pertama, rekan kerjanya akan masuk untuk memastikan bahwa ia tidak
13 https://www.segula.de/en/the-invention-of-the-led/
14 Palo Alto Times (1971, 30 November). Monsanto’s bright new ‘light bulbs’ never stop shining. The Peninsula Times Tribune, halaman 6.
15 https://doi.org/10.1016/j.protcy.2014.11.005
16 https://www.youtube.com/watch?v=AF8d72mA41M
17 https://www.nobelprize.org/uploads/2018/06/advanced-physicsprize2014-1.pdf
18 https://www.nobelprize.org/prizes/physics/2014/nakamura/biographical/
apa-apa. Akan tetapi, lama-kelamaan, mereka menjadi terbiasa dengan eksperimen Nakamura tersebut dan tidak lagi mengindahkannya.
Akhirnya, Nakamura berhasil membuat galium fosfida yang dapat dijual secara komersial. Meski produk tersebut mendapat penjualan, tetapi Nichia telat dalam permainan ini, karena sudah ada banyak kompetitor lain dalam pasar galium fosfida.
Selanjutnya, Nakamura kembali melakukan perintah dari atasan di Nichia. Kali ini, ia diminta untuk membuat galium arsenida. Galium arsenida dapat diaplikasikan untuk pembuatan berbagai macam produk, seperti LED inframerah, radar dan radio, takometer, satelit, dan pemanggang gelombang mikro (microwave oven).19 Penggunaannya yang luas membuat produksinya lebih menjanjikan. Pada tahun 1985, Nakamura telah memproduksi galium arsenida dalam skala besar. Meski demikian, tanggapan dari pasar terhadap produk Nichia tersebut ternyata sama saja dengan sebelumnya. Jika sudah ada banyak pemasok lain, mengapa harus mengambil dari perusahaan kecil seperti Nichia?
Terdapat ide dari para salesman Nichia. Bagaimana jika Nichia tidak memproduksi bahan baku dari LED, melainkan memproduksi LED mereka sendiri? Untuk ini, Nakamura kembali melakukan eksperimennya sendiri. Berkat eksperimen-eksperimennya, ia berhasil membuat beberapa prototipe LED. Akan tetapi, ia perlu untuk mengirimkan prototipenya ke tempat lain untuk pengujian. Ia tidak diberi modal untuk memiliki instrumen pengujiannya sendiri, sehingga ia harus menunggu berbulan-bulan untuk dapat mendapat data hasil evaluasi dari luar dan mengembangkan LED-nya kembali.
II. 4 Ambisi Membuat LED Biru
Nakamura merasa bahwa Nichia akan menjadi perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur LED. Jika memang begitu, ia merasa bahwa ia memerlukan alat penguji khusus LED agar ia dapat bekerja dengan maksimal. Ia pun menjelaskan kepada atasannya bahwa ia memerlukan alat tersebut. Akan tetapi, permintaan Nakamura ditolak karena tidak adanya anggaran. Kali ini, Nakamura tidak langsung menyerah. Ia mulai sadar bahwa Nichia dijalankan oleh perintah dari presidennya, Nobuo Ogawa. Ia memberanikan diri untuk meminta peralatan-peralatan yang dibutuhkannya ke Ogawa sendiri. Nakawa terkejut karena Ogawa langsung menyetujui permintaannya tersebut.
Seiring waktu, Nakamura didesak oleh rekan-rekannya karena ia belum pernah membuat produk yang memberikan kontribusi besar terhadap laba dari Nichia. Sedangkan, senior dari Nakamura bersikap kritis dan menganggap bahwa 5 tahun yang Nakamura habiskan di Nichia tidak terlalu bermakna. Dari tekanan tersebut, Nakamura memutuskan untuk bertaruh dalam sebuah ide yang sangat ambisius: ia ingin melakukan riset untuk membuat LED biru pertama di dunia yang dapat menyala dengan terang. Ia mengunjungi Ogawa untuk menyampaikan proposalnya, dan Ogawa bersedia untuk menyediakan anggaran sebesar 500 juta Yen (atau sekitar 4 juta dolar AS). Biaya ini setara dengan 2% dari penghasilan tahunan Nichia saat itu.
Nakamura akhirnya diberi kesempatan untuk dapat melakukan riset membuat LED biru dengan alat-alat yang memadai. Dua pertiga dari anggaran tersebut digunakan untuk peralatan serta laboratoriumnya. Untuk dapat melaksanakan risetnya, ia perlu untuk menggunakan dan mempelajari reaktor MOCVD (metal-organic chemical vapor deposition), yaitu reaktor untuk mendeposisi lapisan kristal ultra tipis ke wafer semikonduktor20. Reaktor tersebut dapat digunakan untuk membuat
19 https://www.waferworld.com/post/what-are-the-applications-of-gallium-arsenide-semiconductors
20 https://www.aixtron.com/en/innovation/technologies/mocvd
semikonduktor yang ia perlukan sebagai bahan LED-nya. Ia memilih reaktor MOCVD karena reaktor tersebut dapat dipasang di lantai pabrik Nichia. Ia bertanya kepada Shiro Sakai, salah satu kenalan lamanya dari universitas Tokushima, alma mater Nakamura. Nakamura mendapat rekomendasi agar Nichia mengirim Nakamura untuk dapat belajar mengenai operasi reaktor MOCVD selama satu tahun di sebuah di University of Florida, tempat Sakai sedang melakukan cuti panjang.21
II. 5 Pelatihan Penggunaan Reaktor MOCVD
Gambar 3, reaktor MOCVD. Sumber: https://www.tnsc-innovation.com/innovations/ur26k-ccd-gan-mocvd/
Nakamura pun terbang ke Florida untuk mempelajari reaktor MOCVD. Itu merupakan kali pertamanya pergi ke luar negeri. Saat itu, ia berusia 34 tahun—terpaut jauh dengan rekan-rekan di universitas tersebut yang kebanyakan berusia dua puluhan tahun, dan telah mendapat gelar doktor. Nakamura hanya memiliki gelar master dan belum pernah mempublikasikan makalah penelitian apapun. Karenanya, rekan-rekannya di situ memandang rendah Nakamura. Akan tetapi, dibandingkan dengan Nakamura, rekan-rekannya tersebut belum melakukan praktikum sebanyak Nakamura. Di tempat tersebut, Nakamura sering kali mendapat permintaan bantuan oleh rekan-rekannya. Sikap rekan-rekannya terhadapnya memotivasi Nakamura. Ia menulis, “Saya merasa kesal ketika orang lain merendahkanku. Saat itu, aku mengembangkan daya juang lebih—saya tidak membolehkan diri saya untuk dikalahkan orang-orang seperti itu.”22
Malangnya, di universitas di Florida tempat Nakamura belajar, reaktor MOCVD yang seharusnya ia pakai belum selesai dibangun. Alhasil, Nakamura menghabiskan 10 bulan berharganya menyusun dan memperbaiki reaktor MOCVD tersebut. Akan tetapi, masa-masa sulit ini ternyata menjadi pengalaman yang sangat berharga dan akan membantu Nakamura dalam misinya membuat LED biru. Ia menjadi sangat kenal dengan cara kerja internal dari reaktor MOCVD.
Pada Maret 1989, Nakamura kembali ke Nichia dengan pengetahuan dalam mengenai reaktor MOCVD dan sebuah ambisi baru: ia ingin mendapatkan gelar doktor. Saat itu, di Jepang, gelar doktor dapat diperoleh dengan mempublikasikan 5 makalah penelitian. Nakamura memesan sebuah reaktor MOCVD, dengan merahasiakan tujuannya.
21 https://www.eurotechnology.com/2014/10/13/shuji-nakamura-blue-led/
22 https://www.nobelprize.org/prizes/physics/2014/nakamura/biographical/
II. 6 Pemilihan Bahan Semikonduktor untuk LED Biru
Semikonduktor adalah sebuah komponen yang memiliki konduktivitas listrik yang terletak diantara insulator (isolator) dan konduktor.23 Material semikonduktor murni kurang berguna sendirinya. Untuk dapat dimanfaatkan, tingkat konduktivitas dari bahan tersebut harus diubah. Caranya adalah dengan mengaplikasikan proses doping ke sebuah kristal, atau penambahan pengotor ke dalam padatan dengan tujuan mengubah tingkat konduktivitasnya.24 Kristal adalah padatan yang strukturnya tersusun dari sel-sel satuan berulang yang masing-masing berisi sejumlah kecil unit molekuler. Struktur tersebut terhubung tetap satu sama lain. Urutan jarak yang dihasilkan antara struktur tersebut mendefinisikan kerangka geometri tiga dimensi kristal tersebut, yang disebut sebagai kisi atau lattice.25 Kristal digunakan sebagai semikonduktor karena kerangkanya yang rapi memungkinkan pergerakan elektron yang baik.
Dioda, komponen utama dari LED, adalah gabungan dari semikonduktor tipe-N dan semikonduktor tipe-P yang hanya memperbolehkan listrik untuk mengalir hanya dalam satu arah. Dioda dalam LED mengeksploitasi pancaran cahaya yang dihasilkan ketika elektron bergerak dari pita valensi ke pita konduksi dalam rangkaian semikonduktor. Semikonduktor tipe-N memiliki tambahan elektron yang berasal dari impuritas yang ditambahkan ke bahan tersebut, yang biasanya berupa atom-atom yang memiliki valensi elektron lebih banyak daripada bahan semikonduktor aslinya. Ini membuat semikonduktor tipe-N memiliki pembawa muatan bebas yang berasal dari elektron lebih tersebut. Sedangkan, semikonduktor tipe-P kekurangan elektron—yang juga berasal dari impuritas yang ditambahkan ke bahan semikonduktor, yang terdiri dari atom-atom dengan valensi elektron lebih sedikit. Impuritas ini membuat semikonduktor tipe-P memiliki kekosongan elektron yang bergerak ke arah berlawanan dari pergerakan elektron.26
Tantangan pertama dari riset Nakamura adalah memilih material semikonduktor yang cocok untuk dijadikan dioda dari LED birunya. Saat itu, ada dua kandidat material yang sudah diketahui: seng selenida (ZnSe) dan galium nitrida (GaN). Keduanya material tersebut, secara teori, memiliki band gap yang cukup besar untuk dapat menghasilkan cahaya biru ketika dialiri listrik.
Gambar 4 dan 5, seng selenida (ZnSe) dan galium nitrida (GaN). Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:ZnSe.jpg https://commons.wikimedia.org/wiki/File:GaNcrystal.jpg
23 https://www.ulvac.co.id/semikonduktor-pengertian-sifat-kegunaan-hingga-kelebihannya/
24 https://www.halbleiter.org/en/fundamentals/doping/
25 http://www.chem1.com/acad/webtext/states/states.html#SEC4
26 https://www.halbleiter.org/en/fundamentals/doping/
Seng selenida menjadi pilihan fokus dari kebanyakan peneliti, karena prosedur untuk membuat kristal seng selenida dengan struktur yang rapi sudah diketahui. Sebelum menggunakan reaktor MOCVD untuk mendeposisi lapisan seng selenida, lapisan lain—kristal galium arsenida, dapat ditambahkan di bawahnya, agar struktur dari hasil kristal seng selenida menjadi rapi. Kristal seng selenida yang dibuat melalui proses ini hanya memiliki kurang dari 1000 kecacatan per cm². Akan tetapi, tidak ada yang tahu cara membuat semikonduktor tipe-P dengan seng selenida, sehingga belum ada dioda seng selenida yang pernah diciptakan.
Di sisi lain, material terbaik yang diketahui saat itu untuk digunakan sebagai lapisan bawah sebelum mendeposisi galium nitrida, yaitu safir, memiliki ketidakcocokan struktur sebesar 16%. Ini menghasilkan kristal galium nitrida dengan tingkat kecacatan yang sangat besar. Sepeti seng selenida juga, tidak ada yang tahu cara membuat semikonduktor tipe-P dengan bahan galium nitrida.
Dengan kedua pilihan tersebut, di mana seng selenida telah terbukti lebih menjanjikan, maka akan masuk akal untuk meneliti pembuatan LED dengan menggunakan seng selenida. Akan tetapi, Nakamura tahu bahwa ia tidak dapat melakukan hal tersebut, karena ada terlalu banyak kompetitor yang telah memulai penelitian lebih awal. Ia pun memilih untuk meneliti galium nitrida, karena jikalau ia berhasil, maka perusahaannya hampir tidak akan memiliki saingan lain. Selain itu, dengan banyaknya misteri mengenai galium nitrida, Nakamura akan memiliki peluang untuk dapat memublikasikan makalah-makalah penelitian dan mendapatkan gelar doktornya.
7 Eksperimen dengan MOCVD Nakamura
Ketika Nakamura mengunjungi salah satu pameran fisika terapan terbesar di Jepang, ada sekitar 500 orang yang menghadiri pembahasan mengenai seng selenida, sedangkan hanya ada 5 yang hadir di pembahasan galium nitrida. 2 dari 5 orang yang hadir tersebut adalah Isamu Akasaki dan Hiroshi Amano. Mereka adalah ilmuwan dari universitas Nagoya, salah satu yang terbaik di Jepang. Beberapa tahun sebelumnya, mereka telah memecahkan masalah membuat kristal galium nitrida dengan struktur yang rapi. Alih-alih langsung mendeposisi kristal galium nitrida di atas safir, mereka mendeposisi lapisan aluminium nitrida terlebih dahulu di atas lapisan safir tersebut. Proses ini akan menghasilkan kristal galium nitrida dengan struktur hampir tanpa cacat. Masalahnya adalah, proses deposisi aluminium nitrida mengakibatkan masalah terhadap mesin reaktor MOCVD.
Nakamura, saat itu, belum melakukan progresi besar terhadap penelitiannya. Ia kesulitan untuk mendeposisi kristal galium nitrida di reaktor MOCVD barunya. Dengan pengetahuan reaktor MOCVD-nya, ia memutuskan untuk memodifikasi reaktor MOCVD miliknya untuk dapat menghasilkan kristal galium nitrida dengan struktur kristal yang rapi.
Setelah setengah tahun bereksperimen, dengan hanya mengambil 1 hari cuti tahun baru, ia berhasil menghasilkan kristal galium nitrida dengan struktur yang sangat rapi. Triknya adalah menggunakan mulut pipa tambahan spesial ke mesin reaktornya yang menyemburkan gas lembam yang dapat memperbaiki arah semburan gas reaktan galium nitrida, sehingga membentuk kristal galium nitrida dengan struktur yang rapi. Hasil kristal yang ia buat sangat rapi sampai kristal itu sendiri dapat digunakan sebagai lapisan sementara sebelum deposisi lapisan galium nitrida yang kedua, sehingga tidak perlu lagi menggunakan lapisan aluminium nitrida—yang memiliki properti listrik lebih buruk, seperti pada eksperimen Akasaki dan Amano.27
27 https://www.youtube.com/watch?v=AF8d72mA41M
II. 8 Pembuatan Semikonduktor GaN Tipe-P
Setelah berhasil membuat kristal galium nitrida dengan struktur yang presisi, tantangan Nakamura berikutnya adalah membuat semikonduktor tipe-P dari galium nitrida tersebut. Isamu Akasaki dan Hiroshi Amano sebelumnya telah berhasil melakukan proses doping P terhadap galium nitrida. Mereka menambahkan impuritas berupa magnesium (Mg). Akan tetapi, hasil semikonduktor tersebut awalnya tidak bersifat seperti yang diharapkan. Padatan tersebut baru dapat berubah menjadi semikonduktor tipe-P setelah terkena pancaran elektron-elektron.
Tidak ada yang tahu mengapa memberi elektron ke semikonduktor GaN-Mg membuatnya berubah menjadi tipe-P yang sesungguhnya. Proses pemberian elektron ini juga terlalu lama untuk dilakukan dalam skala besar. Nakamura berpikir bahwa proses pemberian elektron ini berlebihan, dan ia menduga bahwa kristal semikonduktor tersebut hanya memerlukan energi tambahan. Ia pun bereksperimen dengan memanaskan kristal GaN-Mg sampai 400°C, dan proses tersebut benar mengubah kristal tersebut menjadi semikonduktor tipe-P. Proses tersebut dikenal sebagai proses pemanasan termal (thermal annealing).
Setelah diselidiki, memberi energi ke kristal GaN-Mg ternyata melepaskan atom-atom hidrogen yang berikatan dengan magnesium. Atom-atom hidrogen ini mengisi tempat-tempat yang seharusnya kosong. Atom-atom ini berasal dari gas amonia (NH3) yang disuplai reaktor MOCVD. Gas amonia tersebut sebenarnya hanya dimanfaatkan nitrogen-nya saja untuk membuat galium nitrida—hidrogennya tidak relevan.
II. 9 Menuju LED Biru GaN Efisien
Saat itu, Nakamura telah memiliki semua bahan yang ia perlukan untuk dapat membuat LED biru. Ia pun berhasil merancang prototipe LED biru pertamanya dengan menggunakan semikonduktor galium nitrida. LED tersebut merupakan prototipe terbaik masa itu. Ia mempresentasikannya pada sebuah konferensi di St. Louis pada tahun 1992, dan menerima sambutan yang baik dari orang-orang yang hadir.
Akan tetapi, LED tersebut masih memancarkan warna yang lebih mirip ungu—alih-alih biru. Prototipenya tersebut juga hanya memiliki daya keluaran cahaya sekitar 42 mikrowatt, yang berada jauh di bawah batas minimum keluaran LED agar dapat dipakai sehari-hari—1000 mikrowatt. Daya keluaran cahaya didefinisikan sebagai banyaknya partikel cahaya yang dibuat per satuan waktu per satuan volume, yang menentukan terangnya LED tersebut.28 Untuk dapat membuat LED yang terang dan efisien, Nakamura perlu menyelesaikan kedua isu tersebut.
Untuk membuat LED-nya memancarkan cahaya yang benar-benar berwarna biru, ia perlu mengecilkan band gap dari LED-nya. Ini akan membuat pancaran sinar dengan panjang gelombang yang lebih besar, sehingga menggeser spektrum warna LED-nya menjadi warna biru. Selain itu, dengan melakukan hal tersebut, efisiensi LED dapat ditingkatkan karena elektron-elektron akan lebih mudah untuk berpindah dari pita konduksi semikonduktor-N ke pita valensi semikonduktor-P. Untuk dapat mengecilkan band gap ini, sebuah lapisan dapat ditambahkan yang dapat mengecilkan bandgap antara semikonduktor-N dan P. Telah diketahui saat itu bahwa lapisan indium galium nitrida dapat dipadukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Indium galium nitrida sangat sulit untuk dapat ditambahkan ke galium nitrida karena keduanya sulit bersatu. Indium memiliki ikatan yang lebih lemah dengan nitrogen, sehingga apabila dipanaskan,
indium tersebut akan terdisosiasi. Sedangkan, lapisan lain dari semikonduktor masif perlu difabrikasi di atasnya—dengan menaikkan temperatur, yang mungkin dapat merusak struktur indium galium nitrida sebelumnya.
Nakamura, dengan pengetahuannya mengenai reaktor MOCVD, memaksa reaktornya untuk mendeposisikan 10x gas senyawa indium dari seharusnya. Lalu, Nakamura menambahkan lapisan tambahan untuk mencegah kerusakan lapisan indium galium nitrida. Teknik ini ternyata berhasil. Pada tahun 1992, Nakamura telah berhasil membuat LED heterostruktur ganda dengan mengaplikasikan tekniknya tersebut. Akan tetapi, warna biru yang dihasilkan masih belum biru sempurna. Dengan meningkatkan jumlah indium dan mengecilkan band gap diodanya, ia pun berhasil memperbesar panjang gelombang cahaya yang LED-nya hasilkan, sehingga cahaya tersebut benar-benar menjadi berwarna biru. Selain itu, ini juga membuat efisiensi LED miliknya naik dan dapat menghasilkan cahaya sebesar 1500 mikrowatt—melampaui batas minimum 1000 mikrowatt.29
II. 10 LED Biru Terang Pertama di Dunia
Gambar 6, katalog produk LED biru pertama Nichia
Nichia, pada 29 November 1993, dalam konferensi pers di Tokyo, mengumumkan terobosan terbaru mereka—LED pertama yang memancarkan cahaya berwarna biru terang pertama di dunia. Lampu-lampu LED biru pertama Nichia dapat memancarkan cahaya seterang 1 candela dan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 450 nanometer. Banyak pihak yang tidak percaya akan pengumuman ini, terlebih karena Nichia merupakan perusahaan kimia yang belum terlalu dikenal pada saat itu, yang berdiri di daerah rural dengan hanya memiliki ratusan karyawan. Pendapatan dari perusahaan Nichia pun melipat ganda selama tahun-tahun berikutnya.30
29 https://www.youtube.com/watch?v=AF8d72mA41M
II. 11 Revolusi LED Biru
Keberadaan LED biru memungkinkan penerangan cahaya putih. Nichia mengembangkan LED putih berbasis fosforus, yang bekerja dengan cara meletakkan fosforus kuning di depan LED biru, yang dapat memendarkan cahaya dengan spektrum yang luas (putih). Penggunaan LED untuk menerangi lingkungan hidup dan lokasi industri mulai melecut naik. Pada tahun 2015, hanya ada 4% rumah yang menggunakan LED sebagai alat penerangan. Angka tersebut telah naik menjadi 47% pada tahun 2020.31 Adopsi global LED diperkirakan akan mencapai 61% pada tahun 2025.32 Bohlam LED dapat bertahan sampai lebih dari 50.000 jam, dapat dioperasikan di lingkungan dengan kondisi yang ekstrem, dapat mengurangi perawatan karena efisiensi dan jangka hidupnya yang panjang, mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 70%, aman karena tidak mengandung merkuri seperti lampu pendar.
Semua keunggulan tersebut tentu membuat LED pilihan yang paling relevan untuk penerangan modern. Selain untuk penerangan konvensional, LED biru juga membuka peluang teknologi-teknologi baru, misalnya sebagai penerangan (backlight) dari LCD, penerangan keyboard, lampu kendaraan33, indikator alat elektronik, lampu sorot teater, lampu penerang pameran, dan sebagainya.34
31 https://www.ledlightingsupply.com/blog/led-lighting-statistics-to-know-in-2022
32 https://gitnux.org/led-light-statistics/
33 https://testbook.com/physics/uses-of-led
34 https://e-greenelectrical.com.au/applications-of-led/
1 Kesimpulan
LED biru merupakan bagian terakhir dari LED yang ditemukan belum lama ini. Proses pembuatannya melalui waktu yang sangat lama dari tahun 1907 sampai 1993. Proses pembuatan LED ini melibatkan banyak ilmuwan seperti Henry Joseph Round, Oleg Lossew, Nick Holonyak, sampai Shuji Nakamura seorang ilmuwan asal Jepang yang berhasil menemukan LED biru.
Shuji Nakamura tidak sendiri. Ia ditemani oleh 2 orang ilmuwan lainnya yaitu Isamu Akasaki dan Hiroshi Amano. Mereka mempunyai ambisi yang sama besarnya untuk menciptakan LED biru yang sekarang mempunyai banyak manfaat untuk kehidupan manusia. Pada akhirnya, Shuji Nakamura, Isamu Akasaki dan Hiroshi Amano mendapatkan penghargaan “Nobel Prize in Physics” karena telah menciptakan lampu LED biru.
2 Saran
LED biru masih dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, para peneliti dari segala jenis bidang seharusnya mendapat kompensasi dana dan faktor lain untuk mendukung riset mereka.
Daftar Pustaka
Admin CHIOLED. 2017. Lampu LED: Sejarah dan Perkembangannya. Bandung: CHIOLED Fasol, Gerhard. 2014. Shuji Nakamura: did he invent the blue GaN LED alone and other
questions. An Interview. Jepang: eurotechnology.com.
Hanafiyah, Ali Muhammad. 2021. Prinsip Kerja Dioda, Transistor, dan Kapasitor. Palembang: Unboxing.
Huang, JianJang dan Hao-Chung Kuo dan Shyh-Chiang Shen. 2018. Light Output Power.
Cambridge: Science Direct
Izotov, Sergey dkk. 2014. Study of Phosphors for White LED. Tomsk: ScienceDirect. Jewell, Catherine. 2014. Pioneers of Blue LEDs Dazzle Nobel Committee. Geneva: WIPO. Junior, Adream Bais. 2021. Pencerahan mengenai Sejarah Lampu. Jakarta: Access.
Junior, Andream Bais. 2021. Pencerahan Mengenai Sejarah Lampu. Jakarta: ACCESS Project Indonesia.
Laube, Philipp.t.t Doping: n- and p-semiconductors. Dresden: Semiconductor Technology from A
to Z.
Lindener, Jannik. 2024. LED Lights: Key Stats and Market Growth Trends Revealed. Jerman:
Gitnux.
Lower, Stephen. 2017. States of matter: introduction. Inggris: Chem1.
Lutfi, Ahmad. 2018. Nick Holonyak sang Penemu Teknologi LED yang Merevolusi Industri.
Jakarta: Okezone.
Mulya, AM. 2024. Terang dan Berwarna: Perjalanan Lampu LED yang Revolusioner oleh Nick Holonyak Jr. Lampung: Pantau Media.
Palo Alto Times. 1971. Monsanto’s bright new ‘light bulbs’ never stop shining (halaman 6).
California: The Peninsula Times Tribune.
Patel, Neel V. 2014. Nobel Shocker: RCA Had the First Blue LED in 1972. New York City: Spectrum IEE.
Peterson, Neil. 2023. LED Lighting Statistics to Know in 2023. AS: LEDlightingSupply.
Seco, Álvaro Bermejillo. 2024. Why It Was Almost Impossible to Make the Blue LED. California: Veritasium.
Tim Penulis. 2016. The Historical Evolution of Lighting. Glen Mills: Stouch Lightning.
Tim Penulis. 2023. Uses of LED: Learn Practical Applications and Types. India: Testbook Edu Solutions Pvt. Ltd.
Tim Penulis. 2024. 9 Applications of LED Lights. Sydney: E-Green Electrical. Tim Penulis. 2024. The Invention of the LED. Jerman: SEGULA.
Tim Penulis.2023. The Launch of the Blue LED – A Small Announcement That Reached the Whole World. Jepang: Nichia.
Tim penulis. 2024. What is a wide-band-gap semiconductor? Jepang: Toshiba Corporation.
Ulvac. 2022. Semikonduktor: Pengertian, Sifat, Kegunaan hingga Kelebihannya. Singapore:
Ulvac.
Wiranto, Aulivia Audrey dan Hilda B. Alexander. 2021. Membandingkan Empat Jenis Lampu dan Biaya Listrik yang Bisa Dihemat. Jakarta: Kompas.com.
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur