Hadiah Terbaik
BERITA LAINNYA - 23 September 2022
Hadiah Terbaik
Advent JR XIA3/1
Sepulang sekolah, aku dan temanku berjalan pulang ke rumah masing masing. Kami berjalan searah karena rumah kami berdekatan, tidak lebih dari 200 meter. Seiring perjalanan, kami pasti mengobrol dan bercanda gurau. Topik yang tak penting pun sering kami jadikan bahan obrolan. Tawa senyum menjadi pendamping kami sehingga tidak terasa bahwa kami sudah dekat dengan taman dekat rumah.
“Berapa nilai ulangan matematika mu hari ini?” Tanya ku sambil berhenti berjalan sebelum berpisah.
“Aku hanya mendapat 87. Ada beberapa yang belum kutemukan hasilnya dan menurutku itu sudah bagus..” Jawabnya kepadaku.
“Hahahaha.” Tawaku dengan nada mengejek. “Nilaiku 88, lebih satu poin darimu. Aku menang lagi”
“Hey, jangan sombong dulu... Selanjutnya aku yang menang” jawabnya sedikit jengkel. “Ya sudah, aku pulang dulu. Sampai ketemu besok ya !” Dia mengakhiri perbincangan dan berjalan masuk ke gerbang rumahnya.
Aku sendiri senang menjalani rutinitas ini. Temanku itu perempuan dan aku laki laki. Namun, itu tidak menjadi halangan untuk kita berteman. Berangkat dan pulang sekolah selalu bersamanya, kecuali di hari Selasa dan Jum’at karena kami memiliki ekskur yang berbeda hari. Tetangga di sekitar kami sudah hafal jika kami berdua sering pulang bersama. Bahkan ada yang menggangap kalau kami berdua lebih dari teman. Kami tidak memperdulikan itu karena mereka yang berbicara seperti itu tidak tahu yang sebenarnya.
Kami tidak bisa selalu bertemu di sekolah. Kami memiliki kelas yang berbeda. Paling tidak kami bisa bertemu saat istirahat. Jika ada laki laki dan perempuan sering bersama, maka teman teman di sekolah juga menganggap kami lebih dari teman. Walaupun sudah kujelaskan,tapi mereka tidak mau mendengarkan. Hal seperti itu sudah biasa terjadi di kalangan anak muda seusia ku
Bahkan teman teman yang dekat denganku kadang bingung. Saat di sekolah, aku lebih sering menghabiskan waktu bersama teman laki daripada teman perempuan. Aku sendiri juga tidak terlalu banyak memiliki teman perempuan. Hal itulah yang membuat teman temanku bingung.
“Kenapa kamu bisa sangat dekat dengan perempuan kelas sebelah ?” Tanya teman sekelasku.
“Aku dan dia sudah berteman sejak masih SD. Wajar saja kalau kami memang dekat .” Jawabku dengan jelas.
“Hahaha alasan mu saja itu. Pasti ada sesuatu yang kau sembunyikan. Kau selalu jalan bersamanya saat berangkat maupun pulang. Dan pasti ketemuan saat istirahat.” Balas temanku yang tidak percaya dengan yang kuucapkan sambil menepuk bahuku.
“Udah dikasih tau malah ngeyel. Kalau nggak percaya ya sudah... Kalau kau mau kenalan dengannya akan kubantu kok.” Jawabku sambil membalas tepukan bahunya.
Di hari yang sama saat pulang sekolah, aku bercerita tentang apa yang terjadi padaku di sekolah kepada teman pulang sekolahku. Aku menceritakan hal yang terjadi di sekolah kepadanya.
“Tadi masih ada orang yang mengejekku, “ aku memulai pembicaraan untuk menemani perjalanan pulang kami.
“Kamu diejek siapa ? ejekanya seperti apa ?” Tanya dia sambil menghadapku.
“Aku diejek teman sekelasku karena mereka mengira kita itu berpacaran.” Jawabku sambil menatpnya.
“Ah masa ? Tapi aku sendiri tidak pernah diejek seprti itu .” Balasnya sambil malu.“Lagipula aku hanya ingin bersahabat denganmu saja tidak lebih.”
“Aku mengerti. Aku juga hanya ingin berteman. Menurutku pendidikan jauh lebih penting karena pendidikan menentukan masa depan. ” Aku membalasnya sambil tersenyum. Aku merasa percakapan itu menjadi kesepakatan kita bersama
“Oh iya... ada tugas mat yang aku tak bisa. Nanti malam tolong bantu aku ya !!” lanjutku sambil mengganti topik pembicaraan.
“Kenapa kamu memintaku ? nilai mu kan lebih bagus dari aku. Harusnya orang pintar sepertimu tidak meminta bantuan kepadaku,” jawabnya dengan mengingat kejadian hari itu.
“Hehe, yang waktu itu aku Cuma bercanda kok. Jangan marah tentang yang kemarin. Kamu sendiri menangnya lebih banyak dariku. Makanya aku minta bantuan. Ku akui kamu lebih pintar... nilaiku kemarin Cuma beruntung,” ucapku sambil memohon.
Dia berkata sambil menghela napas,“Kalau kamu sudah memohon mau bagaimana lagi, nanti malam jam 8 akan kubantu. Lagipula aku juga tidak marah karena kemarin.” Setelah ia mengiyakan untuk membantuku, kami berpisah dan sampai di rumah kami masing masing.
Karena kami berteman dari kecil, aku sudah tahu sifatnya dan begitu juga sebaliknya. Kami saling melengkapi satu sama lain. Sampai suatu ketika ada yang mengurangi waktu kami. Aku mendengar kabar dia masuk rumah sakit karena dia sakit yang katanya parah. Pantas saja dia tidak masuk karena beberapa hari. Sehari setelah mendengar kabar masuk ke rumah sakit, aku menjenguknya. Dia ada di kamar lantai tiga, sendirian menatap jendela luar.
Aku menghampirinya,”Hai, kau baik baik saja ? maaf aku baru tau kemarin tentang kondisimu.”
“Saat ini, aku masih dalam keadaan normal. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua akan baik baik saja. “Jawabnya yang mencoba meyainkanku.
“Aku tidak tahu nama penyakitku dan katanya sulit disembuhkan. Sebenarnya aku sudah merasa tidak enak badan sejak lama. Lalu saat dirumah aku pingsan dan langsung dibawa ke sini.”Lanjutnya sambil menunduk.
“Jadi kau merahasiakan kondisimu dibalik semua orang ?Kenapa kau tidak jujur saja ?”Tanyaku dengan heran
“Aku tidak ingin membuat orang khawatir. Aku juga tidak ingin membuatmu sedih. Maaf jika aku tertutup tentang ini.Kau marah ya ?”
“Tidak, aku tidak marah. Tidak baik marah di depan orang sakit... Aku hanya ingin kau tahu, lebih baik kau menceritakan semuanya dari awal daripada harus bersedih di akhir,”ujarku menjawab pertanyaan tadi. Tidak terasa sudah malam aku pun pulang.
Di Hari Sabtu minggu depan dia berulang tahun. Tentu saja dia mengundangku. Kami akan merayakanya di rumah sakit. Dia juga memberitahuku kalau aku tidak usah memberikannya hadiah dan cukup dating saja ke acaranya. Aku sendiri bingung, tapi aku tidak bisa menolak karena itu yang dia inginkan. Saat aku datang, tidak banyak orang disitu. Karena memang aturannya yang takutnya akan mengganggu pasien lain. Hanya orang orang yang diundang yang datang.
Perayaan berjalan meriah. Banyak teman temannya yang membawakanya hadiah. Semua teman yang diundang adalah anak perempuan. Bisa dibilang aku anak laki laki sendiri disitu. Salah satu temannya bertanya kepadaku
“Mana hadiahnya? Kau tidak membawakanya hadiah ? Padahal kau orang yang dekat denganya. Harusnya kau membawa.”
Aku hanya menjawab,”Dia yang memintaku. Aku hanya menurutinya.”
Acaranya berjalan dengan lancer. Kami juga berfoto untuk menjadi kenangan bersama. Akhirnya kami satu per satu pulang. Setelah berpamitan dengan orang tuanya, aku disuruh pulang terakhir.
Di hari Senin, aku pergi sekolah sendiri. Semua berjalan seperti biasa. Memang terasa ada yang kurang. Saat jam istirahat, aku menunggunya di depan pintu kelasnya, padahal dia tidak ada. Memang sudah menjadi kebiasaan ku. Untung tidak ada temanku yang menyadari. Malam harinya aku mendapat chat darinya. Dia memintaku untuk datang ke rumah sakit setelah pulang sekolah. Aku menyanggupinya.
Sampai disana ia meintaku untuk duduk disamping tempat tidurnya. Aku pun duduk mengarah jendela. Aku kaget karena tiba tiba dia memegang tanganku sangat kuat sambil menangis. Pegangannya sangat kencang. Aku hanya membiarkannya. Kutanya dia juga tidak menjawab. Dia hanya diam dan aku hanya menonton televisi di situ. Waktu di situ sudah menunjukkan jam setengah 5. Berarti sudah 2 jam aku disitu. Kantong celana ku tiba tiba bergetar. Ternyata ibuku menelponku. Dia menunggu dan mencariku. Aku sendiri juga lupa mengabari ibu kalau aku pergi ke rumah sakit. Aku disuruh pulang oleh ibu.
“Ibu mu menelpon ya ? Jika kau disuruh pulang, pulanglah !” Jawab dia dengan suara sedih karena menangis tadi. Aku ingin menanyakan penyebab dia menangis, tetapi aku merasa tak enak. Jam 5 aku sampai di rumah bertemu ibu dan mencertitakan semuanya. Pada malam hari, ada yang datang ke rumahku. Ayahnya memberikan surat, dan aku hanya boleh membukanya setelah mendapat kabar tentang kondisi anaknya.
Besoknya di hari Selasa, aku pergi ke sekolah sendiri. Selama perjalanan aku masih bingung dengan perilakunya kemarin. Aku memikirkan beberapa kemungkinan. Pertama, mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu lewat tangisanya. Kedua, dia merasa kesepian dan minta ditemani. Perasaanku mulai aneh sejak meninggalkannya kemarin. Aku tidak tenang sejak meninggalkan kamar itu. Dan saat perjalanan pulang, handphoneku berbunyi, aku mendapat telpon dari orang tuanya. Aku sudah berharap mendapatkan kabar baik. Kabar tentang perkembangan kondisinya. Namun, yang kudapatkan terbanding terbalik.
Aku berhenti di tengah jalan. Tubuhku lemas, pikiranku kacau, setelah mendengar teman terbaikku pergi. Aku melanjutkan perjalanan ku. Aku berjalan menghadap jalan untuk menutupi ekspresi ku. Sesampianya di rumah aku langsung ke kamar. Kebetulan aku sedang sendiri di rumah, tapi sepertinya orang tuaku sudah mengetahui hal ini akan terjadi.
Dan aku membuka surat yang diberikan orangtuanya. Menurutku Surat itu cukup panjang.
“Halo teman, aku harap kau sehat selalu. Aku menulis surat ini setelah kau pergi kemarin. Aku meminta orang tuaku memberinya karena aku malu untuk memberikannya langsung. Di surat ini aku ingin mengatakan beberapa hal. Aku ingin mengucapkan terima kasih atas waktu yang kau beri untuk ku. Aku senang bisa mengenalmu sejak kecil dan bisa akur sampai aku pergi. Aku masih ingin menghabiskan waktu bersama semua orang. Bersama keluarga di rumah, bersama teman teman di sekolah, dan bersamamu kapan ku mau. Namun, aku tidak bisa. Aku gagal mengalahkan penyakitku sendiri. Aku juga ingin minta maaf atas apapun yang pernah membuat mu tersinggung.... Mungkin kamu bingung dengan apa yang kulakukan kemarin. Aku menangis karena aku takut. Aku takut tidak bisa bertemu orang lagi dan juga aku kesepian. Beruntungnya, kau bisa hadir menamani saat akhirku. Aku juga memiliki beberapa permintaan. Terserah kamu mau melakukannya atau tidak. Aku ingin kamu jangan terlalu bersedih karena aku pergi. Jika kamu bersedih maka aku juga akan bersedih. Capailah cita cita yang kamu inginkan. Aku akan mendukungmu dari sini. Dan satu lagi, jangan lupakan aku. Jangan lupakan kalau aku pernah sangat dekat denganmu. Aku ingin menjadi teman terbaikmu walau tak bisa selamanya.... Aku lega bisa menyampaikan semua ini. Aku tidak tahu ingin menulis apa lagi. Semua perasaan ku sudah tertuang di surat ini. Ulang tahunku kemarin yang kita rayakan bersama, merupakan ulang tahun terbaik dan yang paling indah. Aku menyuruhmu untuk tidak membawa hadiah apapun karena yang kuinginkan hanyalah kedatanganmu. Itu sudah cukup membuatku bahagia karena itu merupakan hadiah terbaik. Sekali lagi, aku ingin berterima kasih dan meminta maaf untuk semuanya. Selamat tinggal sahabat”
Seperti itulah isi suratnya. Di dalam surat itu, juga terdapat foto kami berdua yang diambil tahun lalu. Aku tidak tahu jika dia masih menyimpan foto itu.Setelah aku membacanya perasaanku lebih baik walaupun air mata mengalir.
Semua yang ku tulis ini hanyalah beberapa momen yang tak terlupakan saat ia masih ada di sampingku. Aku berusaha meluangkan waktuku untuk menulis ini dengan tujuan membalas kebaikanmu. Masih banyak momen lain yang berkesan untukku. Tentu menghabiskan waktu yang lama untuk menulisnya. Sampai sekarang aku masih menyimpan suratnya. Di tanggal ia meninggal, aku selalu datang ke makamnya untuk mendoakannya. Aku berusaha mengikuti semua permintaannya. Memang agak berat untuk tidak sedih ketika mengingatnya. Kan kuraih cita citaku agar keinginanmu terpenuhi. Terima kasih karena kamu telah mendukung ku walau tidak disini. Terima kasih juga atas surat mu. Maaf aku tidak peka terhadap kondisimu. Jika waktu itu aku tahu, maka mungkin kau masih disini dan tidak ada surat yang membuatku sedih. Andai kau bisa membaca tulisan yang kubuat ini. Tolong bersabarlah, tunggu aku disana.
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur