HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
BERITA LAINNYA - 21 April 2025
HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
Felicia Laura Pamuji, Naomi Akiko Gunarso
Biografi Kartini
Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, 1 April 1879. R.A Kartini merupakan anak dari keturunan bangsawan Jawa, yaitu Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah. Ia adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung maupun tiri. Dari semua saudara kandung, Kartini adalah anak perempuan yang paling tua. Kakeknya Kartini, yaitu Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat menjadi Bupati di usianya yang ke-25 tahun. Ario Tjondronegoro, pada pertengahan abad ke-19 dikenal sebagai salah satu bupati pertama di Indonesia yang memperkenalkan dan memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya. Sosrokartono, kakak Kartini adalah seseorang yang terkenal pintar dalam bidang bahasa.
Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sekolah tersebut salah satu yang dipelajari Kartini adalah Bahasa Belanda. Namun, Kartini hanya dapat bersekolah hingga berusia 12 tahun Kemudian, setelah usia Kartini 12 tahun, Kartini sudah tidak bersekolah namun tinggal di rumah karena ia harus mengikuti adat istiadat (dipingit). Pada masa perjuangan kemerdekaan, tidak semua perempuan dapat bersekolah. Hanya perempuan bangsawan saja yang memiliki kesempatan mendapat pendidikan. Berawal dari situ, Kartini terdorong untuk memajukan kaum perempuan pribumi agar tidak dipandang memiliki kedudukan yang rendah.
Hasil dari bersekolah di ELS, Kartini sudah bisa berbahasa Belanda dan pada masa pingitannya Kartini mulai belajar sendiri. Ia tetap belajar mandiri dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda. Kartini juga menghabiskan waktunya dengan membaca buku, koran, dan majalah-majalah Eropa. Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa, dan itulah yang kemudian mendorongnya untuk memajukan para perempuan pribumi supaya tidak lagi dipandang rendah. Baginya, wanita tidak hanya di dapur, tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia mulai mengumpulkan teman-teman perempuannya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Di tengah kesibukannya, Kartini tidak berhenti membaca dan menulis surat kepada temannya yang berada di Belanda.
Dalam surat-suratnya yang terkenal, Kartini mengungkapkan pemikiran-pemikirannya tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. Dia menyuarakan keinginan agar perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam memperoleh pendidikan dan meraih cita-cita mereka. Ia sempat menulis surat kepada Mr.J.H Abendanon dan memohon agar diberikan beasiswa untuk bersekolah di Belanda. Namun, beasiswa tersebut tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Pada 12 November 1903, RA Kartini menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Setelah menikah, ia diberi kebebasan untuk mendirikan sekolah perempuan oleh suaminya. Keuletan Kartini dalam bidang pendidikan pun mendorong salah seorang tokoh Politik Etis, yaitu Van Deventer, untuk mendirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912. Sekolah ini pun berkembang hingga ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan banyak daerah lainnya. Sekolah perempuan ini bernama Sekolah Kartini.
R.A Kartini bertekad memajukan para perempuan pribumi yang masih terlalu terikat dengan budaya dan adat yang merenggut kebebasan mereka dalam menentukan hidup. Semasa hidupnya, kaum perempuan dilarang berpendidikan tinggi dan hanya diperbolehkan untuk tinggal di rumah untuk mengurus suami dan anak. Berawal dari kondisi ini, Kartini ingin menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki peranan lebih, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemikiran-pemikiran ini ia tuangkan dalam tulisannya yang sempat beberapa kali dimuat dalam majalah De Hollandsche Lelie. Sayangnya, perjuangan Kartini tidak berlangsung lama. Pada usia 25 tahun, tepatnya pada 17 September 1904, ia meninggal dunia setelah melahirkan putra semata wayangnya. Kendati demikian, hal itu tidak menjadi akhir perjuangan Kartini. Pasalnya, setelah wafat, segala tulisan yang berisi pemikiran-pemikirannya dibukukan oleh sahabat penanya, J. H Abendanon, dengan judul "Door Duisternis tot Licht", yang berarti “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku ini menjadi pelopor perubahan pola pikir rakyat pribumi terhadap perempuan. Atas perjuangannya, Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan sekaligus menetapkan hari lahir Kartini pada 21 April sebagai Hari Kartini, melalui Surat Nomor 108 Tahun 1964 tanggal 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno.
Riwayat Kartini
Raden Ajeng Kartini dilahirkan di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau adalah Putri dari seorang Bupati Jepara pada waktu itu, yaitu Raden Mas Adipati Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dan Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan kegelapan, kehampaan dari segala harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan, dan tidak lebih dari perabot kaum laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain dan yang telah ditentukan secara alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah tangga saja, kaum wanita telah dirampas dan diinjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Daya berpikir kaum wanita tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya, kaum wanita tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya untuk melebihi dari apa yang diterimanya dari alam. Karena kaum wanita tidak berdiri kesempatan untuk belajar membaca, menulis dan sebagainya. Dengan kata lain kaum wanita hanya mempunyai kewajiban tetapi tidak mempunyai hak sama sekali
Raden Ajeng Kartini yang telah meningkat dewasa pada waktu itu, tidak dapat melihat kenyataan ini meskipun beliau dilahirkan di dalam lingkungan ditengah-tengah kebangsawanan atau keningratan yang pada waktu itu mempunyai taraf kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan masyarakat banyak yang hidup di dalam lingkungan kehidupan adat yang sangat mengekang kebebasan tetapi beliau tidak segan-segan turun kebawah bergaul dengan masyarakat biasa, untuk mengembangkan ide dan cita-citanya yang hendak merombak status sosial kaum wanita, dan cara- cara kehidupan dalam masyarakat dengan semboyan: "Kita harus membuat sejarah, kita mesti menentukan masa depan kita yang sesuai dengan keperluan serta kebutuhan kita sebagai kaum wanita dan harus mendapat pendidikan yang cukup seperti halnya kaum laki-laki".
Dengan melanggar segala aturan-aturan adat pada saat itu, Raden Ajeng Kartini mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya yang setara dengan pendidikan kaum penjajah Belanda pada waktu itu, beliau sempat mempelajari kegiatan-kegiatan kewanitaan lainnya.
Dengan pengetahuan serta pengalaman yang didapatnya, Raden Ajeng Kartini secara berangsur-angsur dan setahap demi setahap tapi pasti berusaha mengubah kehidupan yang layak bagi seorang kaum wanita.
Perkawinan Raden Ajeng Kartini pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat Bupati Rembang mengharuskan beliau mengikuti suami, dan di daerah inilah beliau dengan gigih meningkatkan kegiatannya dalam dunia pendidikan. Peranan Suami, dalam usaha Raden Ajeng Kartini Meningkatkan perjuangan sangat menentukan pula karena dengan dorongan dan bantuan suaminyalah beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan disanalah beliau mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit-menjahit serta kepandaian putri lainnya.
Usaha-usaha Raden Ajeng Kartini dalam meningkatkan kecerdasan untuk bangsa Indonesia dan kaum wanita, khususnya melalui sarana-sarana pendidikan dengan tidak memandang tingkat dan derajat, apakah itu bangsawan atau rakyat biasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dalam segala hal, bukan itu saja karya-karya beliau, persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum wanita tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga mempunyai keyakinan bahwa kecerdasan rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum wanita ketinggalan.
Sewaktu R.A Kartini dilahirkan, ayahnya masih berkedudukan sebagai Wedono Mayong, sedangkan ibunya adalah seorang wanita berasal dan desa Teluk Awur yaitu Mas Ajeng Ngasirah yang berstatus garwo Ampil. RMAA Sosroningrat dan urutan keempat dari ibu kandung Mas Ajeng Ngasirah, sedangkan eyang RA Kartini dari pihak ibunya adalah seorang Ulama Besar pada zaman Itu bernama Kyai Haji Modirono dan Hajjah Siti Aminah. Istri kedua ayahnya yang berstatus garwo padmi adalah putri bangsawan yang dikawini pada tahun 1875 keturunan langsung bangsawan tinggi madura yaitu raden ajeng Woeryan anak dari RAA Tjitrowikromo yang memegang jabatan Bupati Jepara sebelum RMAA Sosroningrat. Perkawinan dari kedua istrinya itu telah membuahkan putera sebanyak 11 (sebelas) orang.
Mula pertama udara segar yang dihirup R.A KArtini adalah udara desa yaitu sebuah desa di Mayong yang terletak 22 km sebelum masuk jantung kota Jepara. Disinilah dia dilahirkan oleh seorang ibu dari kalangan rakyat biasa yang dijadikan garwo ampil oleh Wedono Mayong RMAA Sosroningrat. Anak yang lahir itu adalah seorang anak kecil dengan mata bulat berbinar-binar memancarkan cahaya cemerlang seolah menatap masa depan yang penuh tantangan.
Hari demi hari beliau tumbuh dalam suasana gembira, dia ingin bergerak bebas, berlari kian kemari, hal yang menarik baginya ia lakukan meskipun dilarang. Karena kebebasan dan kegesitannya bergerak ia mendapat julukan "TRINIL" dari ayahnya. Kemudian setelah kelahiran RA Kartini yaitu pada tahun 1880 lahirlah adiknya R.A Roekmini dari garwo padmi. Pada tahun 1881 RMAA Sosroningrat diangkat sebagai Bupati Jepara dan beliau bersama keluarganya pindah ke rumah dinas Kabupaten di Jepara.
Pada tahun yang sama lahir pula adiknya yang diberi nama R.A Kardinah sehingga si trinil senang dan gembira dengan kedua adiknya sebagai teman bermain. Lingkungan Pendopo Kabupaten yang luas lagi megah itu semakin memberikan kesempatan bagi kebebasan dan kegesitan setiap langkah RA. Kartini.
Sifat serba ingin tahu R.A Kartini inilah yang menjadikan orang tuanya semakin memperhatikan perkembangan jiwanya. Memang sejak semula R.A Kartini paling cerdas dan penuh inisiatif dibandingkan dengan saudara perempuan lainnya. Dengan sifat kepemimpinan R.A Kartini yang mencolok, jarang terjadi perselisihan diantara mereka bertiga yang dikenal dengan nama "TIGA SERANGKAI” meskipun dia agak diistimewakan dari yang lain.
Agar putrinya lebih mengenal daerah dan rakyatnya RMAA Sosroningrat sering mengajak ketiga putrinya tourney dengan menaiki kereta. Ini semua hanya merupakan pendekatan secara terarah agar putrinya kelak akan mencintai rakyat dan bangsanya, sehingga apa yang dilihatnya dapat tertanam dalam ingatan R.A Kartini dan adik-adiknya serta dapat mempengaruhi pandangan hidupnya setelah dewasa.
Saat mulai menginjak bangku sekolah "EUROPESE LAGERE SCHOOL" terasa bagi R.A Kartini sesuatu yang menggembirakan. Karena sifat yang ia miliki dan kepandaiannya yang menonjol R.A Kartini cepat disenangi teman-temannya. Kecerdasan otaknya dengan mudah dapat menyaingi anak-anak Belanda baik pria maupun wanitanya, dalam bahasa Belanda pun R.A Kartini dapat diandalkan.
Menjelang kenaikan kelas di saat liburan pertama, Ny. Ovink Soer dan Suaminya mengajak R.A Kartini beserta adik-adiknya Roekmini dan Kardinah menikmati keindahan pantai bandengan yang letaknya 7 km ke Utara Kota Jepara, yaitu sebuah pantai yang indah dengan hamparan pasir putih yang memukau sebagaimana yang sering digambarkan lewat surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda.
R.A Kartini dan kedua adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran menghindari ombak, kepada R.A Kartini ditanyakan apa nama pantai tersebut dan dijawab dengan singkat yaitu pantai Bandengan.
Kemudian Ny. Ovink Soer mengatakan bahwa di Holland pun ada sebuah pantai yang hampir sama dengan bandengan namanya "Klein Scheveningen" secara spontan mendengar itu R.A Kartini menyela. “Scheveningen", kalau begitu kita sebut saja pantai Bandengan ini dengan nama Klein
Selang beberapa tahun kemudian setelah selesai pendidikan di EUROPASE LEGERE SCHOOL, R.A Kartini berkehendak ke sekolah yang lebih tinggi, namun timbul keraguan di hati R.A Kartini karena terbentur pada aturan adat apalagi bagi kaum ningrat bahwa wanita seperti dia harus menjalani pingitan.
Memang sudah saatnya R.A Kartini memasuki masa pingitan karena usianya telah mencapai 12 tahun lebih, ini semua demi keprihatinan dan kepatuhan kepada tradisi ia harus berpisah pada dunia luar dan terkurung oleh tembok Kabupaten. Dengan semangat dan keinginannya yang tak kenal putus asa R.A Kartini berupaya menambah pengetahuannya tanpa sekolah karena menyadari dengan merenung dan menangis tidaklah akan ada hasilnya, maka satu-satunya jalan untuk menghabiskan waktu adalah dengan tekun membaca apa saja yang di dapat dari kakak dan juga dari ayahnya.
Beliau pernah juga mengajukan lamaran untuk sekolah dengan beasiswa ke negeri Belanda dan ternyata dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, hanya saja dengan berbagai pertimbangan maka beasiswa tersebut diserahkan kepada putera lainnya yang namanya kemudian cukup terkenal yaitu H. Agus Salim.
Walaupun R.A Kartini tidak berkesempatan melanjutkan sekolahnya, namun himpunan murid-murid pertama Kartini yaitu sekolah pertama gadis-gadis priyayi Bumi Putera telah dibina di Serambi Pendopo belakang kabupaten. Hari itu sekolah Kartini memasuki pelajaran apa yang kini dikenal dengan istilah Krida dimana R.A Kartini sedang menyelesaikan lukisan dengan cat minyak, Murid-murid sekolahnya mengerjakan pekerjaan tangan masing-masing, ada yang menjahit dan ada yang membuat pola pakaian.
Adapun Bupati R.M.A.A. Sosroningrat dan Raden Ayu tengah menerima kedatangan tamu ulusan yang membawa surat lamaran dari Bupati Rembang Adipati Djojoadiningrat yang sudah dikenal sebagai Bupati yang berpandangan maju dan modern. Tepat tanggal 12 November 1903 R.A Kartini melangsungkan pernikahannya dengan Bupati Rembang Adipati Djojodiningrat dengan cara sederhana.
Pada saat kandungan R.A Kartini berusia 7 bulan, dalam dirinya dirasakan kerinduan yang amat sangat pada ibunya dan Kota Jepara yang sangat berarti dalam kehidupannya. Suaminya telah berusaha menghiburnya dengan musik gamelan dan tembang-tembang yang menjadi kesayangannya, namun semua itu membuat dirinya lesu.
Pada tanggal 13 September 1904 R.A Kartini melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Singgih R.M. Soesalit. Tetapi keadaan R.A Kartini semakin memburuk meskipun sudah dilakukan perawatan khusus, dan akhirnya pada tanggal 17 September 1904 R.A Kartini menghembuskan nafasnya yang terakhir pada usia 25 tahun.
Kini R.A Kartini telah tiada, cita-cita dan perjuangannya telah dapat kita nikmati, kemajuan yang telah dicapai kaum wanita Indonesia sekarang ini adalah berkat goresan penanya semasa hidup yang kita kenal dengan buku "HABIS GELAP TERBITLAH TERANG".
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini
https://www.unpak.ac.id/pdf/Sejarah_R.A.Kartini.pdf
I
R pihak ibunya adalah seorang Ulama Besar pada jaman Itu bernama Kyai Haji Modirono dan Hajjah Siti Aminah. Istri kedua ayahnya yang berstatus garwo padmi adalah putrid bangsawan yang dikawini pada tahun 1875 keturunan langsung bangsawan tinggi madura yaitu raden ajeng Woeryan anak dari RAA Tjitrowikromo yang memegang jabatan Bupati Jepara sebelum RMAA Sosroningrat. Perkawinan dari kedua istrinya itu telah membuahkan putera sebanyak 11 (sebelas) orang.
Mula pertama udara segar yang dihirup R.A KArtini adalah udara desa yaitu sebuah desa di Mayong yang terletak 22 km sebelum masuk jantung kota Jepara. Disinilah dia dilahirkan oleh seorang ibu dari kalangan rakyat biasa yang dijadikan garwo ampil oleh Wedono Mayong RMAA Sosroningrat. Anak yang lahir itu adalah seorang anak kecil dengan mata bulat berbinar-binar memancarkan cahaya cemerlang seolah menatap masa depan yang penuh tantangan.
11
Hari demi hari beliau tumbuh dalam suasana gembira, dia ingin bergerak bebas, berlari kian kemari, hal yang menarik baginya ia lakukan meskipun dilarang. Karena kebebasan dan kegesitannya bergerak ia mendapat julukan "TRINIL" dari ayahnya. Kemudian setelah kelahiran RA Kartini yaitu pada tahun 1880 lahirlah adiknya R.A Roekmini dari garwo padmi. Pada tahun 1881 RMAA Sosroningrat diangkat sebagai Bupati Jepara dan beliau bersama keluarganya pindah ke rumah dinas Kabupaten di Jepara.
Pada tahun yang sama lahir pula adiknya yang diberi nama R.A Kardinah sehingga si trinil senang dan gembira dengan kedua adiknya sebagai teman bermain. Lingkungan Pendopo Kabupaten yang luas lagi megah itu semakin memberikan kesempatan bagi kebebasan dan kegesitan setiap langkah RA. Kartini.
Sifat serba ingin tahu R.A Kartini inilah yang menjadikan orang tuanya semakin memperhatikan perkembangan jiwanya. Memang sejak semula R.A Kartini paling cerdas dan penuh inisiatif dibaring digambarkan lewat surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda.
12
R.A Kartini dan kedua adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran menghindari ombak, kepada R.A Kartini ditanyakan apa nama pantai tersebut dan dijawab dengan nya yang namanya kemudian cukup terkenal yaitu H. Agus Salim.
Walaupun R.A Kartini tidak berkesempatan melanjutkan sekolahnya, namun himpunan murid-mund pertama Kartini yaitu sekolah pertama gadis-gadis priyayi Bumi Putera telah dibina diserambi Pendopo belakang kabupaten. Hari itu sekolah Kartini memasuki pelajaran apa yang kini dikenal dengan istilah Krida dimana R.A Kartini sedang menyelesaikan lukisan dengan cat minyak, Murid-mund sekolahnya mengerjakan pekerjaan tangan masing-masing, ada yang menjahit dan ada yang membuat pola pakaian.
13
Adapun Bupati R.M.A.A. Sosroningrat dan Raden Ayu tengah menerima kedatangan tamu ulusan yang membawa surat lamaran dari Bupati Rembang Adipati Djojoadiningrat yang sudah dikenal sen oleh R.A. Kartini adalah dengan menulis. Kemampuan bahasa Belanda yang dimiliki Kartini dimanfaatkannya untuk menulis naskah mengenai kehidupan masyarakat Jawa serta kebudayaannya. Dengan menulis, Kartini ingin menunjukkan pada dunia bahwa perempuan juga dapat berbuat sesuatu.
15
IV.2 Saran
Kini R.A Kartini telah tiada, cita-cita dan perjuangannya telah dapat kita nikmati, kemajuan yang telah dicapai kaum wanita Indonesia sekarang ini adalah berkat goresan penanya semasa hidup yang kita kenal dengan buku "HABIS GELAP TERBITLAH TERANG". Para pembaca diharapkan agar lebih menghargai keberadaan jasa-jasa para pahlawan wanita seperti Raden Ajeng Kartini yang membuat kita bebas mendapatkan pendidikan seperti sekarang ini. Kita juga harus menghargai jasa-jasa perjuangan para pahlawan seperti R.A Kartini karena perjuangannya telah membuat kita merasakan kemerdekaan sampai saat ini.
Jadi, marilah kita pertahankan hasil perjuangan para pahlawan dengan mengisi kemerdekaan dengan penuh kedamaian dan perdamaian bangsa.
IV.3 Sumber
https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini
https://www.unpak.ac.id/pdf/Sejarah_R.A.Kartini.pdf
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur