Dari Lapangan Kerbau Menjadi Ikon Jakarta

BERITA LAINNYA - 30 November 2024

 

 

Monumen Nasional, yang sering dikenal sebagai Monas atau Tugu Monas, terletak di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, dan pembangunannya dimulai pada tahun 1961. Lapangan ini telah berganti nama sebanyak lima kali, yaitu dari Lapangan Gambar, menjadi Lapangan Ikada, kemudian Lapangan Merdeka, dan saat ini dikenal sebagai Taman Monas. Banyak orang dari luar Jakarta sering mengatakan, “Belum ke Jakarta, jika belum ke Monas,” yang menegaskan peran Monas sebagai simbol penting kota Jakarta, ibukota Republik Indonesia.

 

 

 

 Apakah Monas benar-benar layak untuk dibanggakan? Jumlah wisatawan yang mengunjungi Monas setiap tahun tidak jauh berbeda dengan jumlah penduduk Jakarta yang sekitar 12 juta jiwa. Pada tahun 2009, Monas menarik 1.242.470 pengunjung, namun pada tahun berikutnya, angkanya menurun menjadi 1.057.951 orang, atau sekitar 1,2%. Di sisi lain, berdasarkan sensus 2010, pertumbuhan populasi melebihi proyeksi nasional, dengan total penduduk mencapai 237,6 juta jiwa dan laju pertumbuhan tahunan sebesar 1,49%. Jika jumlah penduduk pada 2010 adalah 237,6 juta, maka seharusnya pada 2011 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 241 juta jiwa.

1.2. Rumusan Masalah

  1. Apa tujuan dibangunnya monas?
  2. Siapa saja tokoh yang terlibat dalam pembangunan monas?
  3. Bagaimana proses pembangunan monas?
  4. Apa saja bagian-bagian monas?

1.3. Tujuan Penelitian

      Kami membuat karya ilmiah mengenai monas ini agar dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana monas terbentuk dan dibangun yang merupakan ikon Jakarta.

1.4 . Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang ingin mengetahui sejarah Monas.

 

Pembangunan Monas

        Monumen Nasional (Monas) adalah simbol penting dari inisiatif pembangunan yang diusulkan oleh Presiden Soekarno. Pembangunannya dimulai pada Agustus 1959 dan diresmikan pada 17 Agustus 1961, sementara dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975 dan saat ini dikelola oleh Pemda DKI Jakarta. Pada tahun 1960-an, Soekarno aş bahwa proyek ini berhubungan erat dengan pendidikan, kebudayaan, dan pembangunan fisik, yang tercermin dalam bangunan-bangunan monumental seperti Monas. Dirancang oleh Soedarsono dan Frederich Silaban, Monas bertujuan untuk menghormati perjuangan kemerdekaan Indonesia serta membangkitkan semangat patriotisme, dengan bentuknya yang menjulang tinggi melambangkan kekayaan budaya bangsa.

        Buku "Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI" karya Wijanarka, yang memiliki 171 halaman, merupakan referensi penting untuk laporan ini. Di dalamnya, Wijanarka membahas secara mendalam simbol-simbol yang dirancang oleh Soekarno, dengan fokus pada keterkaitan antara desain kota Jakarta dan nilai sejarah yang melekat. Ia menekankan bahwa pengembangan Jakarta didasarkan pada rencana awal, dengan Lapangan Monumen Nasional sebagai salah satu contoh yang paling nyata. Buku ini juga menyoroti pentingnya aspek sejarah dalam pemilihan Jakarta sebagai ibukota negara, serta upaya pemerintah Indonesia dalam menggantikan simbol-simbol kolonial dengan representasi yang lebih mencerminkan identitas nasional. Salah satu kekuatan buku ini adalah banyaknya ilustrasi yang mendukung penjelasan, membantu pembaca dalam memahami konteks dan isi dengan lebih jelas, sehingga sangat relevan untuk laporan ini.

 

        Buku "Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno" oleh Farabi Fakih, yang terdiri dari 205 halaman, mengeksplorasi ambisi Soekarno untuk mengubah Jakarta menjadi kota megah melalui proyek “mercusuar.” Proyek ini bertujuan untuk menutupi realitas kehidupan masyarakat miskin dan membangun citra positif Indonesia di kancah internasional. Fakih lebih menekankan pada pemikiran Soekarno ketimbang aspek pribadi atau kemanusiaannya, serta mengungkap perannya dalam membentuk wajah Jakarta dengan menghilangkan unsur feodalisme. Buku ini sangat relevan untuk studi mengenai Monumen Nasional karena menyajikan informasi penting terkait latar belakang dan dampak dari proyek-proyek pembangunan yang digagas oleh Soekarno.[1]

 

2.2. Perencanaan pembangunan monas

     Monumen Nasional (Monas) mulai dibangun pada tahun 1961, meskipun gagasan awalnya sudah muncul sejak 1954. Dalam tulisannya di harian Kompas pada Rabu, 18 Agustus 1971, Sudiro, yang menjabat sebagai Wali Kota Jakarta pada periode 1953-1960 (setara dengan posisi gubernur saat ini), menyatakan bahwa ide pendirian Monas berasal dari seorang warga biasa. "Penggagas ide pertama adalah seorang warga negara Indonesia biasa, seorang warga kota sederhana bernama Sarwoko Martokoesoemo," tulis Sudiro. Sarwoko mengimpikan adanya tugu sebagai simbol perjuangan bangsa di Jakarta, yang ditempatkan di tengah Lapangan Merdeka.

 

         Pada 17 September 1954, Panitia Tugu Nasional dibentuk di rumah dinas Wali Kota Jakarta, yang terdiri dari tujuh orang, dengan Sarwoko sebagai ketua dan Sudiro sebagai pembantu umum. Mendengar pembentukan panitia ini, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta memberikan respons positif. Panitia kemudian mengadakan sayembara pada tahun 1955 yang melibatkan 51 peserta dari kalangan arsitek dan seniman, termasuk pelukis S. Sudjojono dan arsitek Ir. F. Silaban. Sayembara ini hanya menghasilkan pemenang kedua, yaitu desain karya Silaban.

           Setelah lima tahun, Panitia Tugu Nasional dianggap tidak efektif, sehingga Soekarno membentuk Panitia Monumen Nasional melalui Keputusan Presiden No. 214 pada 30 Agustus 1959. Awalnya, tugu direncanakan setinggi 45 meter untuk menyimpan bendera pusaka, namun Soekarno ingin tugu lebih dari 100 meter, dilengkapi museum, lift, dan puncak berlapis emas. Karena kesulitan memenuhi permintaan ini, diadakan sayembara kedua pada 1960, tetapi 136 desain yang diajukan masih belum memuaskan. Pada 1961, Soekarno menjadi ketua panitia, dengan Kolonel Umar Wirahadikusuma sebagai ketua harian.[2]

     Pada tahun 1961, Soekarno akhirnya menunjuk dua arsitek terkenal di Indonesia, yakni Soedarsono dan F. Silaban, untuk membuat rancangan. Keduanya mengerjakan desain mereka masing-masing, dan Soekarno memilih rancangan Soedarsono pada tahun yang sama (Kanumoyoso, 2016). Pembangunan Monumen Nasional dimulai pada 17 Agustus 1961, ditandai dengan pemasangan tiang pertama.

         Pembangunan Monas berlangsung selama 14 tahun dan dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 1961 di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, dengan penyelesaian fondasi pada Maret 1962. Tahap kedua, yang dimulai pada 1966, berfokus pada konstruksi fisik monumen. Tahap ketiga berlangsung dari 1969 hingga 1975, dengan penambahan diorama di museum sejarah. Proyek ini berlangsung saat Indonesia bersiap menjadi tuan rumah Asian Games ke-4 pada 1962, berbarengan dengan pembangunan Tugu Selamat Datang, Gelora Bung Karno, dan Hotel Indonesia.

 

     Pembangunan Monas bertujuan untuk memperlihatkan kebesaran bangsa Indonesia kepada dunia. Salah satu wujud kebesaran tersebut adalah pendanaan Monas yang berasal dari kontribusi masyarakat Indonesia. Pemerintah mewajibkan pengusaha bioskop di seluruh Indonesia untuk ikut menyumbang. Dari November 1961 hingga Januari 1962, tercatat 15 bioskop berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 49.193.200,01. Sumbangan lainnya datang dari Teuku Markam, seorang pengusaha asal Aceh, yang menyumbangkan sekitar 28 kilogram emas dari total 38 kilogram yang menghiasi puncak Monas.

       

 

        Pada 10 Juni 1974, Gubernur meresmikan Taman Ria di sisi barat Monas, yang dilengkapi dengan air mancur menari dan bernyanyi. Pembangunan Monas selesai pada 1975 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 12 Juli 1975. Biaya pembangunan dari tahun 1961 hingga 1965 mencapai 58 miliar rupiah, termasuk 5,77 juta dolar AS. Pada periode 1966-1968, dana yang dikeluarkan sebesar 59,9 juta rupiah, sementara anggaran untuk 1969-1970 sebesar 83 juta rupiah. Biaya perawatan bulanan berkisar 2-3 juta rupiah, dengan biaya penerangan mencapai 750 ribu rupiah per bulan. Pada 1970-1971, dialokasikan tambahan dana sebesar 90 juta rupiah.

 

 

 Filosofi Bangunan Monas

 

      Arsitektur dan dimensi Monas mengandung unsur khas Indonesia. Bagian paling terkenal adalah tugu yang menjulang tinggi dengan pelataran cawan yang luas mendatar di atasnya. Tugu melambangkan lingga, alu, atau antan.

 

      Sedangkan, pelataran cawan melambangkan yoni atau lumpang berbentuk raksasa. Antan dan lumpang adalah salah satu alat rumah tangga yang khas di Indonesia. Yoni dan lingga memiliki unsur laki-laki dan perempuan. Lingga berarti phallus (alat kelamin laki-laki), sementara yoni berarti vulva (alat kelamin perempuan). Dalam masyarakat Hindu, lingga-yoni melambangkan kesuburan, suatu yang menjadikan alam semesta seimbang, yang juga dimaknai sebagai kehidupan (Aryanti, 2007).

 

       Lapangan Merdeka dipilih sebagai lokasi bangunan Tugu Nasional.Di atas lapangan berbentuk trapesium dengan luas 800.000 meter persegi ini dibangun bagian penting Monas yang meliputi tugu, pelataran puncak, pelataran cawan, ruang kemerdekaan, museum sejarah, relief sejarah, dan patung Diponegoro.

 

  • Tugu dan Lidah Api

Tugu Monas setinggi 132 meter (433 kaki). Di puncaknya terdapat lidah api yang terbuat dari emas seberat 38 kilogram. Pada tahun 1995, berat emas ditambah menjadi 50 kilogram. Lidah api merupakan lambang perjuangan.

 

  • Pelataran Puncak

Pelataran puncak tugu nasional berukuran 11×11 meter dan berada pada ketinggian 115 meter dari halaman Tugu Nasional. Pengunjung naik ke atas menggunakan lift. Dari pelataran berkapasitas 50 orang ini, pengunjung dapat melihat pemandangan

Ibu Kota dengan teropong.

 

  • Pelataran Cawan

Pelataran Cawan berbentuk lumpang segi empat yang melingkari badan Tugu Nasional. Pelataran ini berukuran 45×45 meter, terletak pada ketinggian 17 meter dari halaman Tugu Nasional. Dari Pelataran Cawan ini, pengunjung dapat melihat area Taman Monas seluruhnya.

 

  • Ruang Kemerdekaan

Ruang Kemerdekaan disebut juga ruang tenang, ruang untuk mengheningkan cipta. Ruangan ini terletak di dalam cawan Tugu Nasional dan berbentuk seperti amphitheater tertutup. Di bagian tengahnya terletak dinding persegi empat. Di dalam ruangan ini tersimpan naskah proklamasi, lambang negara, dan peta kepulauan NKRI.

 

  • Museum Sejarah

 

Museum ini menghadirkan 51 diorama yang menggambarkan perkembangan Indonesia secara kronologis. Museum seluas 80×80 meter ini dikerjakan oleh tiga tim, yaitu tim sejarah, tim pelukis, dan tim boneka yang membuat patung dari adegan yang sudah digambar oleh tim pelukis.

 

  • Relief Sejarah

Monas juga memiliki relief timbul, berada di luar tugu, yang menceritakan perjalanan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan seperti Majapahit dan Singosari, pendirian organisasi Boedi Oetomo dan Sumpah Pemuda, revolusi dan perang kemerdekaan, hingga pembangunan pada masa Indonesia modern.

 

  • Patung Diponegoro

Patung ini adalah pemberian Dr. Mario Pitto, seorang Italia, mantan Konsul Jendral Kehormatan Indonesia di Italia. Pembuatnya adalah Profesor Cobertaldo Patung yang menambah kesan keagungan perjuangan bangsa ini terletak di bagian utara Taman Monas.[3]

 

 Kesimpulan

        Monas merupakan salah satu objek yang sangat terkenal di Jakarta. Banyak sekali manfaat yang didapatkan dari monas ini seperti objek hiburan, penambahan ilmu, sampai meningkatkan nasionalisme dan patriotisme bagi kalangan muda. Saking terkenalnya monas pun dijuluki sebagai objek ikon Jakarta.

 

 Saran

      Sebagai bentuk kesetiaan kita terhadap ikon Jakarta ini, maka langkah yang paling gampang untuk diikuti adalah menjaga keberadaan monas ini dengan mengunjungi monas dan pelajari sejarah bagaimana terbentuknya monas ini. Membangun monas itu memerlukan nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Mari kita menghargainya dengan menjaga kebersihan dan kelestarian serta tidak mencoret coret monas.

DAFTAR PUSTAKA

Wijanarka. 2006. Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota Republik Indonesia.Yogyakarta: Ombak.

Fakih, Farabih. 2005. Membayangkan Ibu Kota di Bawah Soekarno.Yogyakarta: Ombak

Susilo. 2015. [diakses 3 Oktober] MONAS SEBAGAI SIMBOL

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA https://ejournal.stipram.ac.id/index.php/kepariwisataan/article/view/61/47.

Wahyuningtyas, Bhernadetta. 2012. [diakses 3 Oktober] MONAS SEBAGAI WAJAH DEWASA KOTA JAKARTA: ANALISIS MANAJEMEN REPUTASI

DALAM PENGELOLAAN MONAS SEBAGAI IKON NEGARAhttps://media.neliti.com/media/publications/166906-ID-monas-sebagai-wajah-dewasa-kota-jakarta.pdf.

KompasPedia. 2021. [diakses 3 Oktober]  Sejarah Monumen Nasional (Monas): Perencanaan, Pembangunan, Hingga Polemik Pengelolaan

https://www.kompas.id/baca/paparan-topik/2021/07/17/sejarah-monumen-nasional-monas-perencanaan-pembangunan-hingga-polemik-pengelolaan.

 

 

[1] https://ejournal.stipram.ac.id/index.php/kepariwisataan/article/view/61/47

[2] https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-monumen-nasional-monas-perencanaan-pembangunan-hingga-polemik-pengelolaan

[3] https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-monumen-nasional-monas-perencanaan-pembangunan-hingga-polemik-pengelolaan

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

Berita BPK PENABUR Jakarta - 19 May 2020
PELEPASAN SISWA ANGKATAN X
Berita BPK PENABUR Jakarta - 19 August 2021
Countdown AMAZING BENEFIT- 2 Days to go
Countdown AMAZING BENEFIT- 2 Days to go
Berita BPK PENABUR Jakarta - 20 August 2021
Countdown AMAZING BENEFIT- 1 Days to go
Countdown AMAZING BENEFIT- 1 Days to go
Berita BPK PENABUR Jakarta - 21 May 2020
LIBUR Kenaikan Isa Almasih
Berita BPK PENABUR Jakarta - 30 May 2020
Juara I Jurusan MIPA - Tahun 2020 - Kezia Alverta...
BERITA LAINNYA - 09 December 2021
Sulawesi Selatan : Tanah Eksotis yang Sarat Budaya
BERITA LAINNYA - 09 December 2021
Mengulik Keindahan Budaya Sulawesi Barat
Mengulik Keindahan Budaya Sulawesi Barat
BERITA LAINNYA - 09 December 2021
Budaya di Balik Kota Seribu Gereja
Budaya di Balik Kota Seribu Gereja
BERITA LAINNYA - 10 January 2022
Claustrophobia Mendadak di Kelas
Claustrophobia Mendadak di Kelas
BERITA LAINNYA - 17 January 2022
SATOR (SEBUAH DOA PALINDROM)
SATOR (SEBUAH DOA PALINDROM)
BERITA LAINNYA - 22 August 2023
DAILY REMINDER, 22 Agustus 2023
BERITA LAINNYA - 07 September 2023
Mau sukses, ternyata mindset amat penting lo, sim...
Mau sukses, ternyata mindset amat penting lo, sim...
BERITA LAINNYA - 11 September 2023
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut bagi...
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut bagi...
BERITA LAINNYA - 01 September 2023
Black Death: Waves of Death, belajar mengenal pan...
Black Death: Waves of Death..
BERITA LAINNYA - 02 September 2023
Kuliner Indonesia: Kelezatan yang Memikat Lidah D...
Kuliner Indonesia: Kelezatan yang Memikat Lidah D...
BERITA LAINNYA - 13 March 2024
“Funiculi Funicula”
BERITA LAINNYA - 15 March 2024
“Resensi Buku Goosebumps: Makhluk Mungil Pembawa ...
“Resensi Buku Goosebumps: Makhluk Mungil Pembawa ...
BERITA LAINNYA - 16 March 2024
Resensi Buku HUJAN: Tere Liye
Resensi Buku HUJAN: Tere Liye
BERITA LAINNYA - 17 March 2024
“Resensi Buku Keindahan Hidup”
“Resensi Buku Keindahan Hidup”
BERITA LAINNYA - 18 March 2024
Resensi Buku: "Koala Kumal" karya Raditya Dika
Resensi Buku: "Koala Kumal" karya Raditya Dika 
BERITA LAINNYA - 27 October 2024
Bapa Segala Terang
BERITA LAINNYA - 28 October 2024
Tuhan Selalu Ada
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 29 October 2024
Yang Tidak Mungkin Menjadi Mungkin Dalam Tuhan
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 30 October 2024
Berpasrah Dalam Tuhan
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 31 October 2024
Perlindungan Tuhan Itu Sempurna
Daily Reminder

Choose Your School

GO