Apa Sih yang Sudah Berubah dari Negara Kita Sejak 26 Tahun Reformasi ?
BERITA LAINNYA - 30 November 2024
Apa Sih yang Sudah Berubah dari Negara Kita Sejak 26 Tahun Reformasi ?
Kalau dihitung-hitung, negara kita sudah berdiri selama 79 tahun, dan 26 tahun setelah era reformasi. Tapi, kalau kita pikirkan lagi, apa saja perubahan yang benar-benar terjadi sejak reformasi? Kalau dari buku sejarah, perubahan yang sering disebut tidak jauh dari isu KKN, kebebasan pers, dwifungsi ABRI, HAM, amandemen UUD 1945, otonomi daerah, dan supremasi hukum. Namun, kali ini saya ingin fokus membahas empat isu utama: KKN, kebebasan pers, otonomi daerah, dan supremasi hukum.
Dilansir dari Tempo.co, Presiden Soeharto disebut sebagai salah satu pemimpin paling korup di dunia. Pada masa itu, korupsi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang dengan kekuasaan tinggi dan yang dekat dengan circle Soeharto. Namun, apakah reformasi berhasil memberantas KKN? Menurut saya, tidak sepenuhnya. Kalau diperhatikan dari banyak berita, praktik KKN saat ini justru terlihat makin dianggap “normal.”
Praktik KKN ini sulit diberantas karena pelakunya memiliki kuasa dan uang untuk memanipulasi sistem. Apa yang bisa dilakukan negara untuk mengatasi ini? Pertama, memperkuat lembaga anti korupsi seperti KPK, serta memastikan bahwa lembaga ini benar-benar bersih dari KKN. Jika ada anggota KPK yang terbukti terlibat, mereka harus dipecat dan di-blacklist dari jabatan publik. Kedua, penegakan hukum terhadap pelaku KKN harus dilakukan dengan tegas dan transparan, sehingga masyarakat dapat melihat bahwa korupsi bukanlah hal yang bisa ditoleransi.
Berbicara tentang kebebasan pers, kondisi pada masa Orde Baru sangat menyeramkan. Media yang berani mengkritik pemerintah langsung menghadapi pencabutan izin. Situasi ini membuat masyarakat takut untuk bersuara. Sekarang, kondisi sudah berubah. Media massa seperti televisi dan radio dapat menyampaikan berita dengan lebih terbuka, dan masyarakat pun lebih bebas menyuarakan pendapat mereka, bahkan melalui aksi demonstrasi.
Namun, perubahan ini tidak selalu berjalan mulus. Pemerintah terkadang seperti “tutup kuping” terhadap aspirasi rakyat, sementara di sisi lain, demo sering disusupi oleh oknum yang memperkeruh suasana. Akibatnya, mahasiswa atau masyarakat yang melakukan aksi sering disalahkan atas kericuhan yang sebenarnya disebabkan oleh segelintir pihak. Meski begitu, kebebasan pers dan hak menyampaikan pendapat saat ini tetap menjadi salah satu pencapaian reformasi yang signifikan. Harapannya, pemerintah bisa lebih responsif terhadap aspirasi rakyat, sehingga ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat bisa lebih efektif.
Sistem otonomi daerah sebenarnya membawa banyak manfaat, terutama untuk pemerataan pembangunan. Kepala daerah diberikan anggaran untuk mengelola wilayah mereka dan melaporkan hasilnya kepada pemerintah pusat. Namun, kenyataan di lapangan sering berbeda. Banyak kepala daerah yang menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi, seperti membuat laporan anggaran yang tidak sesuai fakta agar mendapatkan lebih banyak dana. Setelah dana turun, sebagian besar digunakan untuk hal lain, sementara hanya sedikit yang benar-benar dipakai untuk pembangunan daerah.
Solusi dari saya , sistem pengawasan anggaran harus diperketat. Misalnya, kepala daerah diminta menyelesaikan program yang telah direncanakan terlebih dahulu, lalu memberikan bukti penggunaan anggaran yang transparan, seperti struk dan laporan transfer. Dengan begitu, penyalahgunaan dana bisa diminimalkan, dan pembangunan daerah benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Menurut Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Indonesia adalah negara hukum. Artinya, semua tindakan warga negara maupun penyelenggara negara harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, prakteknya masih jauh dari harapan. Pelanggaran hukum seperti pengendara tanpa SIM, penyebaran hoaks, hingga korupsi besar masih sering terjadi. Mirisnya, banyak pelanggaran hukum yang dinormalisasi oleh masyarakat, seperti praktik “nembak” SIM atau membiarkan anak-anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor.
Pemerintah juga tidak luput dari masalah ini. Korupsi di level tinggi kerap terjadi, dan sering kali pelaku dapat lolos dengan mudah karena lemahnya penegakan hukum. Padahal, korupsi adalah kejahatan yang merugikan negara dan memperlambat pembangunan. Penegakan supremasi hukum perlu diperkuat. Pemerintah harus menunjukkan ketegasan dalam menangani pelanggaran hukum, baik yang dilakukan oleh masyarakat biasa maupun oleh pejabat tinggi. Jika supremasi hukum tidak ditegakkan dengan konsisten, pelanggaran akan terus dianggap wajar, yang pada akhirnya menghambat kemajuan negara.
Kalau dilihat-lihat, selama 26 tahun reformasi, memang ada perubahan yang terlihat, seperti kebebasan pers, otonomi daerah, dan upaya menegakkan supremasi hukum. Namun, perubahan ini belum terlalu signifikan. Tantangan besar seperti praktik KKN yang dinormalisasi, korupsi dalam pengelolaan anggaran daerah, dan lemahnya penegakan hukum masih menjadi hambatan utama. Reformasi ke depan perlu lebih menekankan pada transparansi, penguatan lembaga antikorupsi, pendidikan hukum bagi masyarakat, serta penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Jika hal-hal ini tidak ditangani dengan serius, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran permasalahan yang sama tanpa kemajuan.
Sumber :
https://www.tempo.co/ekonomi/10-presiden-paling-korup-sepanjang-masa-ada-mantan-presiden-ri--137434
https://www.tempo.co/tag/kasus-korupsi-bupati-wali-kota
https://fahum.umsu.ac.id/pengertian-supremasi-hukum/
https://www.gramedia.com/literasi/contoh-pelanggaran-norma-hukum/
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur