ANAK YANG HILANG

BERITA LAINNYA - 30 November 2020

ANAK YANG HILANG

Ditengah-tengah kesibukanku bekerja, aku berkomitmen untuk selalu membuka email. Perhatianku tertuju pada satu email yang pengirimnya tak pernah kuduga akan menyuratiku. Judul emailnyapun membuat aku tertarik untuk buru-buru membukanya. “Anak yang Hilang”, judul email yang menurutku tidak mungkin ditulis oleh sipengirim, yang aku kenal siapa dia. Seorang remaja laki-laki, siswa SMA yang keluar dari sekolah  karena kami para guru ”tidak mungkin lagi” membimbingnya. Sebut saja namanya Joshua.

“Jangan-jangan apa yang aku pikirkan tentang anak yang hilang, sebagaimana kisah dalam Alkitab, beda dengan isi email ini” pikirku. Aku segera membukanya,  satu demi satu kalimat yang tertulis aku baca dengan cermat. Hatiku bergetar dan sesekali aku menghela nafas panjang..., terharu...dan berkecamuk dibenakku berbagai pertanyaan. Bener dia yang mengirim? Dimana dia sekarang? Apa maksudnya? Apa memang dia sudah insaf? Atau ini sindiran untukku yang menurutnya terlalu rohani? Aku membuang dugaan-dugaan negatifku dan memilih untuk berfikir dan mengharapkan yang positif. Dia sudah bebas dari narkoba dan sudah bertumbuh kematangannya. Informasi terakhir yang aku dengar tentang Joshua, dia dikirim oleh orangtuanya keluar negeri ke kota A, suatu negeri yang jauh dari Indonesia, dengan harapan dia terlepas dari komunitas negatifnya.

Aku sempat menitikkan air mata membaca emailnya, sekalipun aku bisa pastikan bahwa ini bukan karyanya, tapi aku yakin sekali bahwa Joshua pasti pernah membacanya dan kemudian mengirimnya untukku. Ini membuatku mengingat kenangan ketika membimbingnya.

Sebagai guru BK baru, tahun itu menjadi tahun yang berat bagiku. Suasana kerja, teman-teman guru, sistem kerja, semuanya baru dan membutuhkan kemampuan beradaptasi. Belum lagi, sekolah ini memiliki siswa yang kasusnya banyak dan kompleks, ditambah pula dengan belum dipahami proses kerja dan hasil kerja guru BK secara penuh oleh semua pihak. Ungkapan seperti “sudah dikonseling berkali-kali kok gak ada perubahannya?”, “mana hasilnya? Kan sudah sering dipanggil guru BK?”, “meskipun sudah ke BK melulu, gak berubah  ne anak!” sering saya dengar. Banyak pihak beranggapan siswa yang nakal, gak patuh/sopan, malas, prestasinya rendah dan sebagainya, ketika sudah dibimbing oleh guru BK, dikonseling beberapa kali bisa berubah, langsung kelihatan nyata, langsung prestasinya baik. Hal ini membuatku hampir putus asa dan beralih profesi. Keyakinanku bahwa suatu saat semua pihak akan mengerti, kalau hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan karakter itu tidak mudah dilihat hasilnya, tidak secepat seperti belajar bidang akademik yang ditunjukkan dengan angka prestasi. Mungkin cepat, mungkin juga lambat, sangat lambat bahkan mungkin tidak pernah kita dengar ada hasilnya. Keyakinan inilah yang membuatku harus bertahan dan terus mengasah kemampuanku.

Hari ini, bel jam pelajaran pertama belum terdengar, Joshua masuk ke ruanganku, seperti biasanya mukanya kecut, pipinya merah menahan marah. Tanpa mengetuk pintu, dia masuk berdiri bersandar di tembok dan berkata “brengsek tuh guru...kepo banget...!” matanya menyorotkan kebencian yang sangat. Hal seperti ini bukan yang pertama aku hadapi. Kalau mengahadapi hal yang tidak menyenangkan baginya, pasti pengendalian dirinya lepas, berantakan dan sulit sekali menerima respon apapun dari orang lain. Dalam kondisi seperti ini, aku takut salah merespon. Pernah beberapa kali, menurutnya aku salah menanggapinya ketika mengkonseling dia, tempat peralatan tulis dimeja kerjaku dibanting sampai pecah. Juga ketika aku mencoba membuka pemahamannya bahwa orangtua itu ingin hal terbaik bagi anaknya, dia tidak setuju, dia mematahkan penggaris dimejaku dan meninju tembok dengan keras sampai tangannya memerah dan bengkak.

Aku memperhatikannya tanpa beranjak dari tempat dudukku. Dia mengomel macam-macam sampai tak terdengar dengan jelas, seperti bergumam saja. Dari bahasa tubuhnya aku menangkap kebencian yang dalam terhadap guru-guru yang dipandang tidak berpihak padanya. Juga terhadap guru yang pagi ini mengusirnya dari kelas karena keterlambatan dan sikap belajarnya di kelas.  Pilihanku untuk diam ternyata dipandang salah juga, dia memandangku dan berkata dengan lantang “ibu.... mau usir aku juga?”. Aku menggeleng dan berdiri menatap dia “dengar ya Jos, selama ini ibu sudah mau dengerin kamu, ngobrol sama kamu, kita sudah sama-sama buat janji. Ini semua ibu lakukan karena ibu sayang sama kamu...!” suaraku tak kalah lantang bahkan hampir tercekik menahan emosi yang dalam. Bagaimana tidak, selama membimbingnya aku berupaya keras menjadi orang yang bisa dipercaya olehnya dengan harapan dia mau menerima pembimbinganku dan bertumbuh menjadi remaja yang berprestasi.. Sesaat kami terdiam... aku perhatikan dia memelorotkan badannya, dari berdiri menjadi terduduk di lantai, kakinya sedikit terbuka, kepalanya tertelungkup diatas kedua lututnya. Tubuhnya bergoyang-goyang dan terdengar isak tangisnya. Joshua menangis?  Seorang anak keras kepala yang pernah mengatakan kepadaku “dia lahir dari batu” ungkapan kebenciannya terhadap mamanya? Seorang remaja yang berani bergaul di lingkungan pecandu, yang kerap kali terlibat judi bola sampai jutaan rupiah? Isak tangisnya makin keras dan seperti tak terkendali. Aku beranjak dari tempatku berdiri dan mendekatinya. Aku membungkuk, memegang pundaknya, sedikit merangkulnya. Disela isaknya dia berkata “tidak seorangpun yang sayang sama aku, aku gak pernah dengar orang bilang sayang sama aku, mamaku gak pernah bilang sayang sama aku...”. Aku mengerti, aku terharu mendengar ungkapannya yang polos dan tidak terasa air matakupun meleleh.

Peristiwa itu membuatku memahami Joshua, seorang anak yang didalam dirinya ada satu kebutuhan untuk dicintai, selama ini kosong dan perlu diisi. Kekosongan inilah yang membuatnya terus mencari pemenuhan. Kecenderungan manusia beranggapan bahwa orang yang dicintai adalah orang yang memiliki hal-hal yang bisa dibanggakan seperti prestasi, penampilan yang keren (khususnya bagi remaja). Jika pemenuhan itu bisa diperoleh melalui kegiatan positif atau prestasi tentu tidak menjadi masalah. Sebaliknya yang terjadi dengan Joshua, prestasi akademiknya pas-pasan bahkan cenderung kurang, penampilannya biasa saja dan kesukaannya bermain basketpun tidak menjadi prestasi yang membanggakan. Maka konflik intra personal dan interpersonalnya terus berkembang. Di sekolah seringkali berulah, malas dan tertidur saat belajar, berpakaian dan berdandan dengan melanggar aturan sekolah, tidak bisa menerima sangsi.  Berusaha menarik perhatian dengan menjadi pahlawan diantara teman-temannya, traktir-traktir, jika ada temannya yang melakukan pelanggaran dan menerima sangsi dibela dsb. Kekosongan ini akhirnya membawanya jatuh ke berbagai kenakalan bahkan pemakaian narkoba. 

Hari-hari berikutnya aku coba untuk lebih dekat dan memahaminya. Ketika dia harus melakukan terapi di psikiater, dia anggap itu tidak perlu. Setelah dibujuk mau terapi kalau aku yang menemani, maka aku relakan waktu istirahatku menemaninya. Setiap kebersamaanku dengannya aku upayakan untuk tetap berfokus mempengaruhinya, memahamkannya tentang bagaimana dia harus berperan sesuai dengan statusnya secara tepat. Sekalipun harus cermat melihat kondisi yang tepat untuk melakukannya. Jika tidak, pilihannya adalah ngobrol atau mendengarkan dia berceloteh tentang apapun bahkan yang  tidak penting.

Suatu saat ketika Joshua ngambek dengan orangtuanya dan kabur dari rumah dengan  membawa keperluan hariannya dalam mobil, berhari-hari tidak ditemukan. Aku terus berusaha mencarinya, berkali-kali dihubungi melalui HP tidak diangkat. Aku berupaya untuk sms, isi smsku tidak pernah menasehatinya apalagi manganjurkan untuk pulang, aku berpikir kalau itu yang aku lakukan pasti tidak dituruti bahkan menganggapku sama dengan orangtuanya. Isi smsku menanyakan kondisinya, sudah makan belum, bagaimana istirahatnya, mandi dimana, uangnya masih cukup, bawa kartu debet atau credit cart tidak dsb. Sekalipun tidak dijawab dihari pertama, hari kedua aku lakukan yang sama, hari ketiga....hari keempat... hari kelima....upayaku berhasil, dia menjawab smsku “bu...aku disamping sekolah, toyota sedan warna merah”. Akupun bergegas mencari sesuai petunjuknya. Ketika bertemu dengannya, aku berusaha mencairkan suasana “hai...anak orang kaya....! jadi gelandangan bermobil ne...”.  Aku lihat didalam mobilnya berantakan, bantal, baju, handuk, bungkus makanan. “kamu tidur disini? Gak ke hotel? ” tanyaku. “gak ada duit” jawabnya. Akhirnya kamipun terlibat dalam percakapan, dari mulai hal ringan, mendengarkan ceritanya selama “mengembara dengan mobilnya”, mendengarkan alasannya kabur dan untuk apa kabur sampai kerinduannya tentang hidupnya. Hampir setengah hari waktu kerjaku kugunakan untuk bicara dengannya. Akhirnya kami mencapai kesepakan, dia akan segera kembali ke rumah dan masuk sekolah lagi.   

Di luar sepengetahuan Joshua (Joshua tidak menyukai orangtuanya bertemu guru, “gak efek” katanya), aku bertemu dengan orangtuanya, terutama ibunya. Kami membicarakan hal-hal yang dibutuhkan seorang anak dari orangtuanya, hal-hal yang tidak disukai anak terhadap orangtua secara umum, dsb. Beberapa buku tentang anak dan remaja aku anjurkan untuk dibaca orangtuanya.

Harapanku segera ada perubahan dengan Joshua sepertinya mulai nampak, ketika orangtuanya mengundangku ke rumah dengan seorang pendeta untuk mendoakannya, dia sambut dengan baik. Sedikit lega rasanya. Apalagi ketika orangtuanya bercerita bahwa sudah beberapa hari ini, pulang sekolah langsung ke rumah, tidak lagi marah-marah, dan bisa ngobrol dengan papa mamanya secara baik. Dalam pertemuan itu, mereka sekeluarga ingin serius bergereja, Joshua mau ikut kegiatan remaja bersama teman sekelasnya. Senang rasanya.... semudah inikah...?

Hanya beberapa hari dari pertemuan di rumah Joshua, masalah kembali terulang bahkan mencapai puncaknya. Kembali berulah, tidak disiplin, bermasalah dengan teman dan guru....dan terdeteksi pakai narkoba lagi. Sistem kelembagaan harus kami jalani, Joshua kami kembalikan ke orangtuanya. Aku merasa telah gagal membimbingnya. Sekalipun hati kecilku tetap meyakini, pasti ada hal yang bermanfaat untuknya. Bukankah, firman Tuhan menyatakan “jerih payahmu tidak sia-sia?”. Aku terus menghibur diriku, aku melakukannya dengan ketulusan pasti Tuhan akan menumbuhkannya. Suatu saat...suatu saat nanti...entah kapan.

Kini setelah 3 tahun kami tidak bertemu dan aku sudah berpindah tugas ditempat lain, dihadapanku terpampang email “Anak yang Hilang” dari dia, Joshua yang pernah hilang dan sekarang mengirimiku email anak yang hilang sebagaimana kisah didalam Alkitab. Hatiku berbunga-bunga. Harapanku muncul kembali, pasti Joshua sudah berubah, sama seperti yang dikisahkannya. Aku membayangkan, dia sekarang sudah menjadi pemuda yang matang, tubuhnya lebih besar dan tinggi. Dengan bangga aku tunjukkan email ke seorang rekan yang ada didekatku dan bercerita singkat tentangnya. Aku seperti mendapatkan kekuatan untuk tidak bosan-bosan membimbing anak-anak yang dianggap bermasalah, sekalipun didepan mata tidak nampak ada perubahan.

Akupun membalas emailnya, aku ceritakan perasaan sukacitaku dan harapanku membaca emailnya. Aku tanyakan keberadaannya dan aktifitasnya sekarang dan tak lupa aku tuliskan alamatku dan nomor HPku seperti yang dimintanya.

Hari-hari berikutnya, aku jalani tugasku dengan lebih semangat lagi. Terbayang olehku, akan ada anak-anak yang mengalami pembaruan, sama seperti Joshua. Aku merasa energiku bertambah kala mengingat email Joshua, suatu saat akan ada anak lain, satu orang lagi, bahkan mungkin banyak lagi yang membuktikan bahwa mendampingi, membimbing, mengajarkan, memberikan keteladan sekalipun tidak nampak perubahan dengan cepat, mungkin nanti, mungkin esok, bahkan sekalipun tidak ada perubahan yang nampak tetap aku yakini tak ada yang sia-sia.

Berselang dua bulan, aku memperoleh sms dari Joshua “bu, kalau aku sudah di Indo kita ketemuan ya, aku mau kenalkan ibu dengan seorang alumni sekolah ibu” .  Singkat cerita, kami bertemu di suatu tempat, di Restoran steak di Jakarta. Ketika memperkenalkan seorang wanita muda cantik dan nampak smart, Joshua bilang “ bu ini pacarku, dulu aku benci banget kalau ibu ngobrol sama aku trus bawa-bawa firman Tuhan, eeh sekarang aku ketemu dia malah lebih rohani dari ibu”, “kena batunya loh...” kataku bercanda.  Dari percakapan kami saat itu, aku melihat Jos memang berubah, harapanku terpenuhi. Semoga ini tidak sesaat tetapi terus bertumbuh mencapai kematangan yang semestinya. Mampu mengentaskan diri dari konflik-konflik pribadinya untuk bisa bangkit mengentaskan konflik sesama dan generasi berikutnya.

 

Oleh : Siwi Tri Wahyuningtyas, M.Pd.

Kepala Sekolah

(Salah satu tulisan di buku : Kepompong di Daun PENABUR).

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

Berita BPK PENABUR Jakarta - 19 May 2020
PELEPASAN SISWA ANGKATAN X
Berita BPK PENABUR Jakarta - 19 August 2021
Countdown AMAZING BENEFIT- 2 Days to go
Countdown AMAZING BENEFIT- 2 Days to go
Berita BPK PENABUR Jakarta - 20 August 2021
Countdown AMAZING BENEFIT- 1 Days to go
Countdown AMAZING BENEFIT- 1 Days to go
Berita BPK PENABUR Jakarta - 21 May 2020
LIBUR Kenaikan Isa Almasih
Berita BPK PENABUR Jakarta - 30 May 2020
Juara I Jurusan MIPA - Tahun 2020 - Kezia Alverta...
BERITA LAINNYA - 15 April 2022
Selamat Memperingati Jumat Agung
BERITA LAINNYA - 14 April 2022
A little love never hurts
A little love never hurts
BERITA LAINNYA - 17 April 2022
SELAMAT MERAYAKAN PASKAH 2022
SELAMAT MERAYAKAN PASKAH 2022
BERITA LAINNYA - 18 April 2022
NARRATIVE TEXT
NARRATIVE TEXT
BERITA LAINNYA - 18 April 2022
Jack and The Grim Reapers
Jack and The Grim Reapers
BERITA LAINNYA - 17 December 2023
STRESS DAN MASA DEPAN
BERITA LAINNYA - 18 December 2023
Perkemahan Kamis Jumat (Perkaju) kelas XI. 2023
Perkemahan Kamis Jumat (Perkaju) kelas XI. 2023
BERITA LAINNYA - 19 December 2023
Adventurous Journey, Dofeia-Bronze, 2023..
Adventurous Journey, Dofeia-Bronze, 2023..
BERITA LAINNYA - 25 December 2023
Damai Natal di tengah hiruk pikuk dunia..
Damai Natal di tengah hiruk pikuk dunia..
BERITA LAINNYA - 20 December 2023
Sebuah langkah untuk membangkitkan Motivasi
Sebuah langkah untuk membangkitkan Motivasi 
BERITA LAINNYA - 28 September 2024
Tuhan sebagai Perisai bagi yang Berjalan Benar
BERITA LAINNYA - 29 September 2024
Kunci Kebahagiaan adalah Hidup Tanpa Kekhawatiran
Kunci Kebahagiaan adalah Hidup Tanpa Kekhawatiran
BERITA LAINNYA - 30 September 2024
Jangan Biarkan Amarah Merusak Hubungan
Jangan Biarkan Amarah Merusak Hubungan
BERITA LAINNYA - 30 September 2024
Kuasa di Dalam Lemah
Kuasa di Dalam Lemah
BERITA LAINNYA - 29 September 2024
Memahami Rencana Indah Allah untuk Hidup Kita
Memahami Rencana Indah Allah untuk Hidup Kita
BERITA LAINNYA - 07 January 2025
Domba Yang Hilang
BERITA LAINNYA - 08 January 2025
Misteri Allah
Artikel
BERITA LAINNYA - 09 January 2025
PERTOBATAN
Artikel
BERITA LAINNYA - 10 January 2025
TANPA SANDIWARA
ARTIKEL
BERITA LAINNYA - 11 January 2025
Tuhan Berkuasa
ARTIKEL

Choose Your School

GO