Kunjungan Pengurus Harian Ke Cimahi
Read MoreBPK PENABUR Kunjungi Kepala Badan Standar, Kuriku...
Read MoreBPK PENABUR Kunjungi Direktur Kepala Sekolah, Pen...
Read More
Sumber foto: Hellosehat
Bagaimana caranya memberi hukuman yang paling tepat pada anak? Mungkin banyak orang tua yang punya pertanyaan ini. Apakah dengan menerapkan punishment atau reward?
Reward adalah pemberian hadiah saat anak mampu menunjukkan keberhasilan pada aspek tertentu, kebaikan, atau sebagai tanda kasih sayang.
Sedangkan punishment yaitu cara mendidik anak supaya belajar dari kesalahan, dari hukuman yang orangtua terapkan.
Meski begitu, memberi hukuman pada anak membutuhkan teknik khusus, bukan sekedar menakut-nakuti, membuat anak jera, berbohong dengan alasan supaya anak mau mendengarkan orangtua, atau memberikan ancaman.
Tips Memberikan Hukuman pada Anak
Jika ingin anak-anak belajar dari kesalahan dan tak mengulanginya, cobalah terapkan beberapa cara berikut ini:
Anak-anak senang mengeksplorasi segala hal. Kadang, mereka melakukan sesuatu yang cukup membahayakan diri atau orang lain.
Anak ingin melihat reaksi orang di sekitarnya saat ia melakukan sesuatu agar mendapat perhatian, atau supaya ia mendapatkan jawaban dari hal-hal yang membuatnya penasaran. Misalnya, jika anak menumpahkan air ke lantai, sebaiknya jangan langsung berteriak atau memarahi anak.
Ajak anak membersihkan lantai bersama, tujuannya agar dia tahu, saat mengotori lantai maka ia pun harus bertanggung jawab.
Memukul atau mencubit saat anak melakukan kenakalan, justru membuatnya tantrum. Anak yang dipukul oleh orangtuanya akan kehilangan rasa percaya diri, dan tidak lagi menghormati orangtua karena merasa terancam. Selain tantrum, hukuman fisik malah membuat anak memberontak.
Sumber foto: Hellosehat
Anak bisa merasakan kecemasan hingga ketakutan, terutama saat beradaptasi di lingkungan baru. Jika dibiarkan, dan melindungi anak untuk menghindari rasa takut, justru perasaan takut tersebut akan terbawa hingga dewasa.
Parahnya, saat orangtua menghukum anak dengan cara menakuti-nakuti, anak-anak akan merasa trauma, kesulitan mencoba hal baru, dan cenderung menghindari permasalahan.
Kebanyakan orang dewasa, sulit meminta maaf kepada anak-anak meski melakukan kesalahan. Mengatakan maaf pada anak dianggap menghilangkan harga diri dan tidak menunjukkan otoritas sebagai orangtua. Padahal, jika ingin anak-anak mengakui kesalahan dan meminta maaf ketika melakukan tindakan yang kurang benar, orangtua harus memberikan contoh lebih dahulu.
Anak merupakan cetakan ulang dari orangtuanya, sehingga sekadar berharap mereka mau mengakui kesalahan dengan meminta maaf di waktu yang tepat tanpa memberi contoh, tidak dapat mengubah perilaku anak.
Banyak aktivitas sederhana yang bisa dilakukan untuk belajar disiplin bersama anak. Alih-alih menghukumnya, menerapkan sikap disiplin bisa menjadi pilihan agar anak memahami konsep salah dan benar, boleh atau tidak boleh, baik maupun tidak baik.
Misalnya, saat waktu makan, terapkanlah jam makan. Sebelum makanan utama, harus minum jus buah lebih dulu. Orangtua harus tegas serta lugas di hadapan anak saat membiasakan aturan, supaya perilaku disiplin mereka terbentuk.
Bicarakan apa yang diinginkan dari anak, tapi jangan menuntut atau memaksa mereka. Melainkan berbicara, apa yang bisa dilakukan anak, dan bagaimana konsekuensinya jika mereka melanggar. Selain itu, jangan terlalu sering memberi toleransi, karena anak akan meremehkan dan menganggap aturan yang dibuat, boleh saja dilanggar.
Memberikan hukuman pada anak boleh-boleh saja dengan tujuan membentuk karakter positif mereka, bukan melukai secara fisik maupun meninggalkan trauma psikologis. Yuk, jadi orangtua yang mendorong anak untuk mau belajar dari kesalahan dan pengalaman, bukan menjadi orangtua yang hanya menyalahkan tapi enggan mengarahkan.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Interaksi Sosial? Mari Belajar Bersama!
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur
© 2019 YAYASAN BPK PENABUR
Develope by FMG