Peringatan Kemerdekaan HUT ke-76 Republik Indones...
Read MoreNah, teman-teman berikut rangkuman 5 YouTube Chan...
Read MorePada TKK 1 PENABUR, pada term 1 kelas TK A memili...
Read MorePerkenalkan, namaku Riana. Biasa aku dipanggil Riri. Aku seorang anak tunggal. Ayah ibu sangat menyayangiku. Seperti rutinitas pagi setiap hari, Mbak Darmi sudah sibuk di dapur bersama ibu memasak untuk sarapan kami. Sementara aku, masih berselimut di tempat tidur menikmati cuaca Minggu pagi ini yang hujan sejak subuh tadi.
Tok…Tok….Tok…
Ku dengar ada suara yang mengetuk pintu kamarku.
“Hmm… pasti ibu mau membangunkanku untuk sarapan” pikirku dibalik selimut. Badan ini rasanya berat ingin turun dari ranjang, mungkin semalam aku terlalu lelah mengerjakan beberapa tugas sekolah yang harus dikumpulkan Senin besok. Dengan berat langkah ku bukakan pintu kamarku.
Oh… Nana… Ku pikir ibu yang mengetuk pintu.
“Sini masuk Na” kataku pada Nana.
Ya, Kana gadis kecilnya Mbak Darmi. Usianya tidak jauh beda denganku. Kami hanya selisih pas 1 tahun, karena tanggal lahir kami kebetulan sama. Kana atau sering disapa Nana sudah lama tinggal bersama kami . Sejak ayah Nana meninggal dunia karena kecelakaan 5 tahun lalu, Mbak Darmi membawa Nana ke rumah ini karena tidak ada yang merawat Nana. Mbak Darmi dan Nana sudah seperti keluarga kami sendiri.
“Ada apa Na?" tanyaku agak bingung kepada Nana. Karena saya kenal betul Nana gadis pemalu dan sangat sopan. Nana tidak pernah mengetuk pintu kamarku pagi-pagi sebelum aku bangun.
“Duduk sini Na” aku memberikan kursi belajarku kepada Nana, sementara aku duduk di tepi ranjang.
“Hmm… Kak…Kak…hmmm….” kata Nana terbata-bata, dengan raut wajah sedih Nana menatapku. Aku semakin bingung karena tidak seperti biasanya Nana begini.
“Na… ada apa? Kalau ada sesuatu jangan disembunyikan. Aku ini sudah menganggap kamu seperti adikku sendiri. Aku ini seperti Kakakmu Na. Jangan takut, katakan saja ada apa?” ujarku kepada Nana.
Tangisan Nana pun pecah. Nana tidak bisa membendung air matanya lagi yang sejak tadi dia tahan.
“ Kak Riri.” Nana bangkit dari tempat duduknya dan memelukku erat.
Aku pun membelai rambut ikal hitam ciri khasnya Nana.
“Kak Riri, Nana ke kamar Kakak ingin menyampaikan sesuatu, Kak. Nana ingin pamit Kak” tangisan Nana makin kencang.
Aku pun sangat terkejut mendengar ucapan Nana karena ini sangat mendadak. Ayah, Ibu, bahkan Mbak Darmi pun tidak pernah memberitahukan sebelumnya kepadaku.
“Kamu serius dengan apa yang kamu ucapkan Na? sebenarnya apa yang terjadi Na? kok mendadak begini. Lalu kamu ingin kemana? Tinggal dimana?” kataku pada Nana antara bingung dan sedih.
“Aku dan Ibu akan pulang ke Tegal Kak. Nenek di kampung sudah sakit-sakitan. Tidak ada yang merawat Nenek lagi. Bibi yang biasa merawat Nenek harus pindah kota ikut dengan suaminya yang ditugaskan oleh kantornya ke Surabaya. Kami tidak ada pilihan lagi Kak.” Nana berbicara sambil menangis. Sedangkan pikiran dan perasaanku bercampur aduk. Sedih, terkejut, dan cemas semua menjadi satu.
“Pulang ke Tegalnya kapan Na?” tanyaku lagi.
“Kami berangkat nanti sore Kak, kereta yang jam malam” jawab Nana.
Ku tarik nafas panjang. Hati kecilku sangat sedih. Nana sudah bersamaku selama ini. Sikapnya yang sopan, tutur katanya yang halus membuat aku sangat sayang kepada Nana.
Lalu aku mengajak Nana keluar kamar untuk menemui ayah dan ibuku. Aku pun bertanya langsung kepada ayah dan ibu yang sedang duduk di ruang keluarga. Ibu sudah selesai memasak dan sedang menemani ayah nonton siaran berita di telelvisi.
“Ayah, Ibu, apakah benar apa yang dikatakan Nana? Apakah Nana dan Mbak Darmi akan pulang ke Tegal sore ini Bu?” tanyaku masih setengah tidak percaya.
Mbak Darmi yang sedang membersihkan lantai pun tertunduk tidak berani menatapku. Aku tau mereka semua belum siap mengatakan kepadaku, mereka tidak ingin membuat aku sedih.
Ibu berdiri dari kursi, memelukku. Ibu berusaha menenangkan hatiku.
“Riri, sore ini Mbak Darmi akan pulang ke Tegal. Ibunya Mbak Darmi sudah tua dan sedang sakit, sementara disana tidak ada lagi yang bisa merawat Ibunya Mbak Darmi. Jadi Mbak Darmilah yang akan merawat ibunya. Nana akan ikut bersama Mbak Darmi ke Tegal.” Ibu berusaha menjelaskan kepadaku sambil memelukku.
Namun, hatiku begitu sedih. Nana sudah seperti adikku. Dan sore ini aku harus berpisah dengan Nana yang sudah bersamanya 5 tahun ini.
Mbak Darmi memberanikan diri untuk menghampiriku.
“Non Riri, Mbak Darmi, dan Nana pamit pulang ya Non. Mbak Darmi minta maaf jika Mbak Darmi dan Nana ada salah selama ini. Terima kasih Non Riri yang selama ini begitu sayang dan peduli kepada Nana. Non Riri juga selalu mau berbagi apapun dengan Nana. Terima kasih, Non.” ucap Mbak Darmi sambil tertunduk.
Aku juga bisa merasakan hati Mbak Darmi yang sebenarnya berat meninggalkan keluarga kami. Mbak Darmi sudah lama bekerja disini. Bahkan Ibu cerita Mbak Darmi sudah bekerja sebelum aku lahir.
Aku pun bergegas kembali ke kamar. Ku ambil sebuah kado dari lemariku. Kado yang sudah terbungkus rapi. Kado ini sudah dari Senin lalu kami beli untuk ulang tahun Nana. Saat ayah sedang cuti kantor, kami pergi ke sebuah toko yang tidak jauh dari rumah kami. Kebetulan Mbak Darmi dan Nana pamit keluar ke Bank hendak mengirim uang untuk ibunya di Tegal.
“Nana, ini kado untuk kamu. Besok adalah hari ulang tahun kamu dan juga hari ulang tahunku. Semoga kamu suka yah dengan kado ini." ucapku sambil menyerahkan kepada Nana.
“Terima kasih Kak Riri. Sebentar Kak, Nana juga punya kado untuk Kak Riri.” Nana bergegas ke kamarnya dan kembali ke ruang tamu membawakan sebuah kado untukku juga.
“Kak Riri, ini kado ulang tahun untuk Kak Riri juga, ini sebagai kenang-kenangan dan ucapan terima kasih Nana untuk Kak Riri. Semoga Kak Riri suka juga yah.” kata Nana sambil menyerahkan kado tersebut.
“Terima kasih ya Na, apapun isinya ini aku pasti sangat senang kok.” ucapku sambil tersenyum.
“Kalau begitu sebelum Mbak Darmi dan Nana berangkat, dibuka dulu saja kadonya sama-sama.” usul Ibu.
“Ayo Riri, Nana dibuka bungkusan kadonya!” kata Ibu dengan penuh semangat.
Dan kami pun berdua membuka bungkusan kado kami masing-masing.
Betapa terkejutnya kami semua. Ternyata kado kami isinya sama. Aku memberikan Nana boneka beruang dengan pita biru warna kesukaan Nana. Dan Nana memberikanku boneka beruang dengan pita merah warna kesukaanku.
“Wah kalian memang sehati, kalian bisa memeluk boneka beruang ini jika saling rindu.” hibur Ibu kepadaku dan Nana.
Tidak lama kemudian, mobil jemputan Mbak Darmi pun tiba.
“Na, janji ya sering kirim kabar untukku.” kataku kepada Nana sambil mengantar Nana ke luar pagar.
“Baik Kak, Nana janji akan sering kirim kabar. Kak Riri juga yah.” ucap Nana.
Sebelum masuk mobil, ku peluk Nana erat, dan Mbak Darmi juga memeluk erat Ibu lalu berpamitan kepada ayah. Mobil pun melaju dan kami saling melambaikan boneka beruang kado kami.
TAMAT
Jazzelyn Abigail Hanley - SDK 1 PENABUR
***
Mari bergabung di SDK PENABUR Jakarta https://psbjakarta.bpkpenabur.or.id/ .
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur
© 2019 YAYASAN BPK PENABUR