TRADISI PASOLA

BERITA LAINNYA - 14 January 2025

TRADISI PASOLA

Abigail Jocelyn Pattinaya / 01, Benedictus Satria Widjaja / 04, 

Samuel Arsenio Baginta G. / 28, Sharren Ilona Griffith G. / 29

 

 

Pasola adalah ritual perang adat yang berasal dari Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ritual ini merupakan permainan ketangkasan yang melibatkan dua kelompok penunggang kuda yang saling berhadapan, berkejar-kejaran, dan melempar lembing kayu ke arah lawan. Nama Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola" yang berarti kayu lembing. Pasola diselenggarakan oleh orang Sumba Barat untuk merayakan musim tanam padi. Ritual ini biasanya dilakukan pada bulan purnama, saat cacing-cacing laut (nyale) keluar di tepi pantai. 

 

Tradisi Pasola diyakini sudah ada sejak zaman dahulu kala dan merupakan bagian integral dari upacara adat yang berhubungan dengan musim tanam padi di Sumba. Awalnya, Pasola dilakukan sebagai bentuk ritual keagamaan kepada para leluhur dan sebagai permohonan untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah. Menurut legenda, Pasola berawal dari kisah cinta seorang wanita bernama Rambu Kaba yang meninggalkan suaminya, Umbu Dulla, untuk bersama pria lain. Ketika Rambu Kaba kembali ke kampung halamannya, dua kelompok pria yang terbagi berdasarkan dukungan mereka terhadap Rambu Kaba dan Umbu Dulla berperang menggunakan tombak kayu. Pertempuran ini kemudian berkembang menjadi ritual tahunan yang disebut Pasola. Suasana selama ritual dipenuhi dengan derap kuda, teriakan, dan dukungan penonton. 

 

Lalu siapa saja yang menjadi peserta Pasola? Pesertanya adalah para laki-laki yang sudah dewasa dan punya nyali besar. Mereka harus lihai menunggang kuda dan melempar lembing dengan baik dari atas punggung kuda. Ketika waktu penyelenggaraan Pasola sudah tiba, maka arena lapang Pasola akan dipadati oleh beribu-ribu warga masyarakat yang berbusana adat. Cukup dengan pengumuman di pasar-pasar rakyat, warga masyarakat dengan sendirinya akan berbondong-bondong menuju arena lapang Pasola. Para laki-laki yang menunggang kuda dan memangku lembing terbagi dalam dua kelompok regu atau pasukan sesuai pengelompokan Parona (kampung adat) sejak nenek-moyang mereka. Para laki-laki tersebut berbusana adat lengkap sehingga tampil layaknya pangeran.

 

Kedua pasukan tersebut, menempati sisi ujung arena lapang masing-masing. Kedua sisi arena lapang lainnya dipenuhi oleh warga masyarakat sebagai penonton. Pasola berjalan di bawah komando langsung oleh Rato Nale. Sebelum Pasola dim ulai, Rato Nale mengumumkan kepada para peserta Pasola untuk menaati larangan-larangan yaitu tidak membawa masalah dan dendam pribadinya, tidak membidik lawan yang jatuh dari kuda dan lawan yang telah membelakang, serta menggunakan lembing yang tumpul. Meski lembing kayu yang digunakan berujung tumpul, tapi permainan ini bisa berakibat fatal. Percikan darah dianggap memiliki makna simbolis untuk kesuburan dan kesuksesan panen namun kematian dalam Pasola dianggap sebagai pertanda pelanggaran norma adat. Peserta juga dilarang membawa pulang lembing ke rumahnya. Artinya dalam Pasola harus menjunjung tinggi sportivitas.

 

Sebelum Pasola dimulai, biasanya diadakan berbagai upacara adat, termasuk pemanggilan roh leluhur dan ritual Marapu, yaitu kepercayaan asli masyarakat Sumba yang menghormati roh-roh leluhur. Satu elemen penting dari Pasola adalah penampakan nyale, yaitu cacing laut yang dianggap sakral. Jika nyale muncul dalam jumlah besar, itu dianggap sebagai pertanda baik, dan upacara Pasola pun dilaksanakan. Tradisi Pasola memiliki nilai sosial dan religius yang sangat kuat di kalangan masyarakat Sumba. Selain sebagai sarana menjaga harmoni antar desa, Pasola juga merupakan bentuk pengabdian kepada leluhur serta permohonan doa untuk panen yang melimpah.

 

Sebagai tanda resmi dimulainya Pasola maka Ndara Nale (Kuda Nale) dengan tanda khusus di atas kepalanya yang disebut Wullu Horo (mahkota) dan ditunggang oleh orang kepercayaan Rato Nale dipacu memasuki arena lapang Pasola didampingi oleh beberapa ekor kuda sebagai dayang-dayangnya. Kuda Nale ini tidak mengelilingi arena lapang tapi hanya melintasi sekali saja secara bolak-balik dan langsung kembali ke Parona.

 

Akan tetapi, seiring dengan pergerakan zaman yang membawa masuk agama-agama besar seperti Kristen ke dalam masyarakat Sumba Barat menyebabkan perubahan pemaknaan Pasola. Sebelum masuknya Kristen, Pasola memiliki makna spiritual yang sangat kuat dalam kepercayaan Marapu, namun dengan kedatangan agama Kristen, banyak masyarakat Sumba mulai mengadopsi ajaran-ajaran baru yang berbeda dengan Marapu. Beberapa dari mereka mulai melihat Pasola sebagai sebuah tradisi budaya daripada ritual keagamaan. Mereka sering kali berada dalam posisi yang menggabungkan kedua identitas tersebut, dengan merayakan Pasola sebagai bagian dari warisan budaya sambil tetap menjalankan ajaran Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa aspek ritual yang sangat berkaitan dengan Marapu dalam Pasola mulai dikurangi atau dimodifikasi. Misalnya, doa-doa atau persembahan yang secara tradisional ditujukan kepada arwah leluhur atau dewa-dewa Marapu mungkin tidak lagi dilakukan, atau digantikan dengan bentuk yang lebih sesuai dengan ajaran Kristen.

 

Dengan tetap mempertahankan Pasola sebagai tradisi memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal melalui perkembangan pariwisata. Banyak turis domestik maupun internasional menunjukan antusias mereka untuk menyaksikan tradisi Pasola. Hal ini membantu masyarakat Sumba untuk melestarikan tradisi mereka sekaligus meningkatkan taraf hidup. Namun, dengan semakin  banyaknya pengunjung yang datang, muncul tantangan baru dalam menjaga keaslian dan makna dari Pasola. Ada kekhawatiran bahwa komersialisasi dapat mengurangi nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi ini. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Sumba dan para pihak terkait untuk bekerja sama dalam menjaga agar Pasola tetap menjadi tradisi yang autentik dan penuh makna.

 

Dalam konteks modern, Pasola juga menjadi simbol identitas budaya bagi masyarakat Sumba. Meskipun zaman telah berubah dan banyak aspek kehidupan telah terpengaruh oleh globalisasi, Pasola tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di Sumba. Melalui Pasola, generasi muda di Sumba diajarkan untuk menghargai dan melestarikan warisan budaya nenek moyang mereka. Secara keseluruhan, Pasola adalah lebih dari sekadar permainan atau ritual adat. Ia adalah manifestasi dari nilai-nilai spiritual, sosial, dan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi di Sumba. Dengan tetap menjaga dan melestarikan tradisi ini, masyarakat Sumba tidak hanya menghormati leluhur mereka, tetapi juga memperkuat identitas budaya mereka di tengah arus modernisasi.

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

BERITA LAINNYA - 12 January 2021
THE MATTER
BERITA LAINNYA - 14 January 2021
Mencegah Meningkatnya Kasus COVID-19 Melalui Klas...
BERITA LAINNYA - 12 January 2021
Aksi Sosial Bina Iman Kelas XI 2020-2021
BERITA LAINNYA - 09 January 2021
Parents Gathering SMAK HI 9 Januari 2021
BERITA LAINNYA - 03 February 2021
PROJECT PELEPAS DAHAGA
PROJECT PELEPAS DAHAGA
BERITA LAINNYA - 03 August 2023
Daily Inspiration , 03 Agustus 2023
BERITA LAINNYA - 04 August 2023
Belajar kreatif ala Ibu Desmiana, membuat kaos Ti...
Belajar kreatif ala Ibu Desmiana, membuat kaos Ti...
BERITA LAINNYA - 02 August 2023
Daily Inspiration, 02 Agustus 2023
Daily Inspiration, 02 Agustus 2023
BERITA LAINNYA - 07 August 2023
Pekan ASI Sedunia, mengapa ASI begitu penting? ma...
Pekan ASI Sedunia, mengapa ASI begitu penting? ma...
BERITA LAINNYA - 07 August 2023
Daily Reminder, 07 Agustus 2023
Daily Reminder, 07 Agustus 2023
BERITA LAINNYA - 04 March 2024
“Ajisaka: Sang Ksatria Maha Pemberani Pendobrak S...
BERITA LAINNYA - 05 March 2024
“Bayangan Persahabatan” sebuah resensi
“Bayangan Persahabatan” sebuah resensi
BERITA LAINNYA - 06 March 2024
Resensi Buku: Being Unhappy is A Choice
Resensi Buku: Being Unhappy is A Choice
BERITA LAINNYA - 07 March 2024
“Buku Penuh Misteri dan Teka-teki”
“Buku Penuh Misteri dan Teka-teki”
BERITA LAINNYA - 08 March 2024
“BUMI Tere Liye”
“BUMI Tere Liye”
BERITA LAINNYA - 19 August 2024
Upah Dosa vs. Karunia Allah
BERITA LAINNYA - 18 August 2024
Muda dan Tetap Tenang: Menghadapi Tantangan Hidup
Muda dan Tetap Tenang: Menghadapi Tantangan Hidup
BERITA LAINNYA - 15 August 2024
Menjadi Berkat bagi Sesama
Menjadi Berkat bagi Sesama
BERITA LAINNYA - 01 September 2024
Pelayanan Pujian di GKI Harapan Indah, 1 Septembe...
Pelayanan Pujian di GKI Harapan Indah, 1 Septembe...
BERITA LAINNYA - 13 August 2024
Apa yang Kita Tabur, Itulah yang Kita Tuai
Apa yang Kita Tabur, Itulah yang Kita Tuai
BERITA LAINNYA - 04 February 2025
Kekuatan yang Berasal dari Harapan
BERITA LAINNYA - 04 February 2025
TINJAUAN PENYEBAB PENYAKIT GINJAL DAN PENANGANAN ...
TINJAUAN PENYEBAB PENYAKIT GINJAL DAN PENANGANAN ...
BERITA LAINNYA - 14 February 2025
Menebar Kasih yang Tak Berkesudahan
Menebar Kasih yang Tak Berkesudahan
BERITA LAINNYA - 05 February 2025
Berkat dan Harapan Baru
Berkat dan Harapan Baru
BERITA LAINNYA - 01 February 2025
Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dila...
Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dila...

Choose Your School

GO