Kejujuran: Buah Berpikir dan Bersikap Positif

BERITA LAINNYA - 23 February 2021

Kejujuran: Buah Berpikir dan Bersikap Positif

oleh Margaretha Widyastuti, S.Pd.

 

“Adek, Mama tanya dong?” kata Mama sambil mendekati anaknya yang baru berumur 7 tahun.

“Apa, Ma?” tanya balik anak laki-lakinya.

“Mama cantik ga, dek?” tanya Mamanya.

“Iyalah… Mama cantik. Tapi Mama cerewet banget, “ jawab anaknya.

“Oh gitu, ya Dek?” jawab Mamanya sambil tersenyum. “Thank, Adek,” lanjut Mama sambil mencium pipi anaknya. Anaknya pun memeluk Mamanya dengan erat.

Percakapan ibu dan anaknya merupakan hal yang biasa dilakukan dalam komunikasi keluarga. Percakapan tentang penampilan fisik anggota keluarga juga merupakan hal yang biasa dalam komunikasi keluarga.

Dialog di atas berisi pertanyaan seorang ibu pada anaknya tentang penampilan fisik, khusunya kecantikan dirinya. Dalam konteks dialog kehidupan di atas, penilaian kecantikan seorang wanita diberikan pada anaknya yang berusia 7 tahun.

 

Stimulus dan Respons

Kecantikan seorang wanita adalah hal yang relatif, tergantung penilaian seseorang terhadap orang lain. Bagaimana respons kecantikan itu diberikan pada anaknya yang masih kanak-kanak,  anaknya yang remaja, anaknya yang dewasa muda, atau anaknya yang sudah dewasa? Jawabannya pasti beragam.

Tidak hanya berdasarkan umur anak, tetapi juga jenis kelamin anak. Pria dan wanita memiliki respons yang berbeda terhadap stimulus yang ada. Sementara itu, respons yang muncul dapat beragam jika yang merespons adalah suaminya, anggota keluarga yang lain, tetangganya, atau rekan kerja.

Mama memberikan stimulus berupa pertanyaan tentang kecantikan dirinya kepada anak laki-lakinya. Seorang mama memiliki prediksi jawaban yang merupakan respons dari anaknya.  Sementara itu, respons anaknya berupa jawaban “cerewet’ dari anaknya tidak terprediksi olehnya. Di sisi lain, seorang pendidik sering kali tanpa menyadari menghadirkan kedua stimulus tersebut untuk mendapatkan respons dari siswa. Ada respons yang dapat diprediksi dan yang tidak terprediksi.

Menurut B.R. Hergenhahn dan Mathew H. Olson dalam Theories of Learning (2017:7) menyampaikan tentang penkondisian klasik terkait dengan stimulus dan respons. Sebuah kondisi berupa stimulus yang sengaja dihadirkan untuk melihat respons yang muncul dari siswanya. Stimulus itu disebut conditioned stimulus (stimulus bersyarat atau stimulus terkondisikan). Selain itu, ada pula unconditioned stimulus (stimulus tidak dikondisikan). Respons yang hadir pun dapat berupa conditioned respons dan unconditioned respons.

Jika pendidik memaknai stimulus dan respons ini dengan baik, pengkondisian yang ingin dicapainya dapat diprogram. Jika pencapain yang diharapkan dari peserta didik adalah kebiasaan berbuat jujur, kedua stimulus itu dapat dikondisikan. Pengkondisian itu akan memberikan pengalaman kebiasaan jujur peserta didik dalm tiap proses pembelajaran. Respons yang dihadirkan peserta didik menginspirasi pendidik untuk terus menanamkan jujur sebagai sebuah kebiasaan. Kebiasaan jujur akan berdampak pada pembentukan kejujuran dalam hidupnya.

Fatchul Mu’in menyatakan bahwa pendidikan sebagai proses penyadaran, pencerdasan, dan pembangunan mental atau karakter. Hal tersebut bukan hanya identik dengan sekolah, tetapi juga berkaitan dengan proses kebudayaan. Kebudayaan ini akan punya kemampuan untuk mengarahkan kesadaran, memasok informasi, membentuk cara pandang, dan membangun karakter generasi muda khususnya. Artinya, karakter yang menyangkut cara pandang dan kebiasaan siswa, remaja, dan kaum muda secara umum (2011:324).

Dengan demikian, pengkondisian kejujuran dalam diri siswa berkaitan dengan proses kebudayaan. Jika kejujuran peserta didik adalah sebuah bentuk kebudayaan, hal itu akan berimplikasi pada membangun karakter peserta didik. T. Gunawan Wibowo dalam Menjadi Guru Kreatif (2010:57) mengutip pernyataan Lickona bahwa karakter merupakan gambaran universal yang menunjukkan seseorang memiliki keberanian dan keyakinan untuk hidup menurut keutamaan moral. Orang yang berkarakter akan mempunyai kebijaksanaan untuk melakukan diskresi benar atau salah, jujur, dipercaya, penuh rasa hormat, bertanggung jawab, mengakui, dan belajar dari kesalahan, memiliki komitmen seturut prinsip moral yang benar.

Pengkondisian klasik stimulus dan respons tentang kejujuran oleh pendidik adalah proses pembentukan karakter siswa di sekolah. Proses pembentukan karakter jujur pada diri siswa ini tidak terjadi di luar tembok sekolah, melainkan hal terdekat di lingkungan sekolah. Proses itu terjadi dalam interaksi pendidik-siswa yang berjalan melalui proses pembelajaran di sekolah (2010:58).

 

Berpikir dan Bersikap Positif

Di sisi lain, ada pernyataan dari sang anak yang mengatakan dua hal yang kontradiktif, yaitu hal positif dan hal negatif. Hal yang positif diungkapkan dengan “cantik”, sedangkan hal negatif disampaikan dengan “cerewet”. Kedua kata tersebut merupakan penilaian yang sekaligus disampaikan oleh orang lain. Ini menunjukkan seseorang memang memiliki dua sisi dalam kehidupannya, ada sisi positif/kebaikan dan sisi negatif/kekurangan.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa seorang Mama tidak hanya terbatas dilihat dari fisik, tetapi juga dari sikapnya. Sikap diaplikasikan dalam perkataan dan perbuatan. Sikap Mama yang cerewet pasti ditunjukkan melalui perkataan. Pernyataan yang disampaikan sekaligus tersebut menyadarkan Mamanya untuk melihat dari beberapa sisi, tidak hanya terfokus pada sisi fisik, tetapi juga sikapnya. Cantik dan cerewet menjadi identitas Mama bagi anaknya. Pernyataan sang anak tentang hal positif dan hal negatif Mamanya adalah sebuah bentuk kejujuran sang anak.

Bagaimana dengan seorang pendidik? Cukupkah seorang pendidik dinilai pintar untuk menunjukkan kualitasnya? Siapkah seorang pendidik ketika menerima hal positif dan negatif yang disampaikan sekaligus dari para muridnya/rekan kerjanya?

Pernyataan positif dan negatif yang dikemukakan siswa tentang gurunya menunjukkan kejujuran. Siswa berani mengatakan kejujuran yang dialaminya bersama sang pendidik. Respons yang harus dilakukan pendidik adalah berpikir dan bersikap positif. Dengan berpikir positif, pendidik mengetahui kelebihan dan kelemahan dalam dirinya melalui proses pembelajaran yang berlangsung. Pendidik akan melakukan perubahan untuk menjadi baik untuk dirinya dan untuk siswa yang diajarnya. Kejujuran siswa tentang kelemahan dirinya mengarahkannya bersikap positif.

Berpikir dan bersikap postif membawa perubahan dalam diri pendidik. Setiap perubahan selalu membawa nilai-nilai baru. Norman Canfield dalam Dahysatnya Berpikir Positif (2016:1) menyatakan bahwa berpikir positif merupakan sikap mental yang melibatkan proses memasukan pikiran-pikiran, kata-kata, dan gambaran-gambaran yang konstruktif (membangun) bagi perkembangan pikiran Anda. Pikiran positif menghadirkan kebahagiaan, sukacita, serta kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan. Apapun yang pikiran yang diharapkan, pikiran postif akan mewujudkannya. Berpikir positif juga merupakan sikap mental yang mengharapkan hasil baik dan menguntungkan. Oleh karena itu, berpikir positif menghadirkan senyuman dan kata-kata positif dalam suara hati dan saat berbicara. Tersenyum akan membuat sesorang berpikir lebih positif (2016:6).

Hal yang sama ditunjukkan dalam ilustrasi di atas, yakni respons Mama tersenyum ketika sang anak menyatakan hal positif dan negatif tentang dirinya. Sang Mama menunjukkan senyumnya adalah bukti nyata dari pikiran dan sikap positif dirinya. Dengan demikian, senyuman sang pendidik atas respons poitif dan negatif yang disampaikan siswanya dengan jujur menunjukkan pendidik berpikir dan bersikap positif.

Wibowo lebih lanjut memberikan gambaran tentang guru yang baik. Guru yang baik mengajar dan melihat anak didiknya tidak saja lewat mata pikirannya. Ia mendayagunkan keterampilan pedagoginya dan melengkapinya dengan hati. Si anak merasa aman karena sang guru adalah cahaya api yang menerangi ruang kegelapan dan ketidakpastian dalam dirinya. Keragaman ekspresi wajah sang guru menunjukkan cermin siswanya. Keberhasilan dan kegagalan siswa akan nampak nyata dalam wajah guru. Guru akan tertunduk sedih menyaksikan kegagalan muridnya menjadi “orang” dalam hidupnya. Guru yang baik membuat anak-anak tertawa atau menertawakan dirinya sendiri. Inilah relasi hati guru-murid (2010:113-114).

Ilustrasi Mama dan anak laki-lakinya mencerminkan relasi hati keduanya. Ketika pernyatan positif dan negatif tentang seorang Mama disampaikan dengan kejujuran buah hatinya, pendidik juga mengalami kondisi yang sama.  Begitu pula relasi hati pendidik dan para siswanya.

Pendidik yang berpikir dan bersikap positif menghasilkan nilai kejujuran. Berani menanamkan pikiran dan sikap positif dalam diri pendidik menuai kejujuran dalam diri pendidik dan diri para siswa. Pendidik adalah cermin siswa.

 

 

*****

Daftar Pustaka

 

Canfield, Norman. 2016. Dahsyatnya Kekuatan Berpikir Positif: Chicken Soup for Soul. Banana.

Hergenhahn, B.R. dan Mathew H. Olson. 2017. Theories of Learning. Edisi 7. diterjemahkan oleh Triwibowo B.S. Jakarta: Kencana

Mu’in, Fatchul. 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta:  Ar-Ruzz Media.

Wibowo, T. Gunawan. 2010. Menjadi Guru Kreatif. Jakarta: Media Maxima.

Tags:
BERITA LAINNYA - 20 November 2021
Character Camp : Good Character
BERITA LAINNYA - 22 November 2021
Character Camp : Saka Bakti Husada
Character Camp : Saka Bakti Husada
BERITA LAINNYA - 23 November 2021
SETALI IMAN DAN PERBUATAN
 SETALI IMAN DAN PERBUATAN
BERITA LAINNYA - 23 November 2021
Setia dalam Melayani
Setia dalam Melayani
BERITA LAINNYA - 24 November 2021
Character Camp : Saka Bakti Husada Sangatlah berg...
Character Camp : Saka Bakti Husada Sangatlah berg...
BERITA LAINNYA - 23 February 2023
ARTMAZING
BERITA LAINNYA - 06 March 2023
Budaya 5S dan TOMAT
Budaya 5S dan TOMAT
BERITA LAINNYA - 11 March 2023
Gold Flag untuk Pengurus OSIS AHI periode 2022
Gold Flag untuk Pengurus OSIS AHI periode 2022
BERITA LAINNYA - 17 March 2023
Cyber Security
Cyber Security
BERITA LAINNYA - 18 March 2023
Laporan Hasil Belajar MID Semester
Laporan Hasil Belajar MID Semester
BERITA LAINNYA - 02 November 2023
Daily Inspiration, 02 November 2023
BERITA LAINNYA - 07 November 2023
Daily Inspiration, 07 November 2023
Daily Inspiration, 07 November 2023
BERITA LAINNYA - 15 November 2023
Excelsior Excitement   Written by: Sharon Victo...
Excelsior Excitement   Written by: Sharon Victo...
BERITA LAINNYA - 14 November 2023
Keep Moving Forward for Advanced Indonesia Writt...
Keep Moving Forward for Advanced Indonesia Writte...
BERITA LAINNYA - 13 November 2023
What is school for? A Speech by Leon Oswald..
What is school for? A Speech by Leon Oswald..
BERITA LAINNYA - 15 March 2024
“Resensi Buku Goosebumps: Makhluk Mungil Pembawa ...
BERITA LAINNYA - 16 March 2024
Resensi Buku HUJAN: Tere Liye
Resensi Buku HUJAN: Tere Liye
BERITA LAINNYA - 17 March 2024
“Resensi Buku Keindahan Hidup”
“Resensi Buku Keindahan Hidup”
BERITA LAINNYA - 18 March 2024
Resensi Buku: "Koala Kumal" karya Raditya Dika
Resensi Buku: "Koala Kumal" karya Raditya Dika 
BERITA LAINNYA - 19 March 2024
Resensi buku “LELAKI DITENGAH HUJAN”
Resensi buku “LELAKI DITENGAH HUJAN”
BERITA LAINNYA - 21 July 2024
Jangan Bersungut-sungut
BERITA LAINNYA - 11 September 2024
Andalkan Tuhan dalam Segala Situasi
Andalkan Tuhan dalam Segala Situasi
BERITA LAINNYA - 22 July 2024
Percaya Pada Waktu Tuhan
Daily Reminder
BERITA LAINNYA - 11 September 2024
Damai Sejahtera di Tengah Badai
Damai Sejahtera di Tengah Badai
BERITA LAINNYA - 23 July 2024
Menjadi seperti Kanak-kanak Yesus
Daily Reminder

Choose Your School

GO