HUKUM TUAI - TABUR

BERITA LAINNYA - 03 December 2020

HUKUM TUAI - TABUR

Hukum "Tabur-Tuai" adalah sebuah hukum yang dikenal di dalam kekristenan. Hukum ini sudah disuarakan, bahkan dari zaman Perjanjian Lama (sebelum masehi). "Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana" (Amsal 22:8a). Atau di dalam Perjanjian Baru, Galatia 6:7 "Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. 

Prinsip yang sering disamakan dengan karma ini, juga bisa dilihat secara universal--dengan mengabaikan prinsip teologis tentunya! Hal ini dapat kita jabarkan dengan sederhana, dengan apa yang kita alami dalam keseharian. Dalam kondisi normal, seorang yang menanam padi, pada akhirnya akan menuai padi, bukan gandum, apalagi berlian! Dalam kondisi normal, seorang yang memelihara ikan di kolam, pada akhirnya akan panen ikan, bukan panen udang. Atau, orang yang melompat akan naik sedangkan orang yang terjun akan turun, dan seterusnya. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, kemungkinan akan disebut dengan dua nama, yaitu "keajaiban" atau "kemustahilan."

Dalam ilmu fisika, ada aksi maka ada reaksi. Dalam ilmu ekonomi, kita mengenal istilah utang dan piutang. Dalam logika kebahasaan, ada sebab dan ada akibat. Segala sesuatu akan berdampak secara normal, dalam hubungan sebab-akibat yang mengikuti kelaziman. Logika sebab-akibat inilah yang biasanya digunakan oleh manusia untuk melakukan setiap tindakan di dalam hidupnya. 

Analisis dampak yang dilakukan sepanjang hidup, bahkan sudah dimulai sejak manusia dilahirkan. Seorang bayi yang menangis akan segera didatangi oleh ibu atau pengasuhnya. Sang ibu atau pengasuh akan segera mengganti popok, memberi susu, atau menggendong si bayi hingga tangisannya berhenti. Sang bayi dalam hal ini tidak memiliki pengetahuan tentang arti tangis. Akan tetapi, pengalamanlah yang mengajarkannya bahwa jika ia menangis, akan ada seseorang yang datang dan memberinya minum, mengganti popok, atau mengangkatnya ke dalam gendongan. Pengalaman ini melewati proses penalaran yang menghasilkan sebuah tindakan. Jika berikutnya si bayi merasa lapar atau tidak nyaman karena popoknya yang basah, atau karena hal lain, ia akhirnya akan memutuskan untuk menangis.

Judul tulisan ini bukanlah typo atau salah ketik. Inilah prinsip yang justru menjiwai iman kekristenan, yaitu prinsip tuai -- tabur. Bukan bermaksud mengubah isi Alkitab, tulisan ini justru ingin mengajak kita melihat prinsip lain yang ternyata berjalan "seiring" dengan hukum "Tabur-Tuai." Prinsip ini bukan tanpa dasar. Prinsip ini sama logisnya dengan prinsip atau hukum "tabur-tuai" yang selama ini sudah kita kenal.

Ketika kita menabur benih padi di sawah, kita akan bekerja dengan keras, menjaga tanah dan ketersediaan air, serta menjaga tanaman kita dari berbagai hal yang mungkin akan mengakibatkan gagal panen. Setelah padi mulai tumbuh, kita masih terus bekerja, menghindarkan padi dari hama, gulma, dan binatang-binatang pengganggu. Setelah mendekati masa panen, kita terus bekerja untuk menjaganya, termasuk menjaga dari kemungkinan pencurian. Kita melakukan semua itu karena kita tentunya berharap bahwa pada saatnya nanti, kerja keras kita tersebut membuahkan hasil, yaitu panen padi.

Seorang pekerja akan melakukan pekerjaannya karena ia mengharapkan imbalan yang setimpal. Jika ingin imbalan yang lebih, berarti sang pekerja pun harus bekerja lebih (baca: lembur). Datang tepat waktu, bekerja sesuai aturan yang dibuat perusahaan, juga berpenampilan sesuai tuntutan perusahaan. Jika tidak terlalu menginginkan imbalan, sang pekerja juga bisa memilih untuk tidak bekerja dan menerima risiko pemotongan atau pengurangan upah yang akan diterima, atau bahkan pemberhentian.

Akan tetapi, prinsip hidup kekristenan tidak demikian. Seorang pengikut Kristus, memilih untuk mengikut Kristus, bukan karena mengharapkan imbalan apapun. Kalau hanya imbalan yang diharapkan, para misionaris yang mempertaruhkan nyawanya untuk melakukan penginjilan ke tempat-tempat yang belum pernah mereka datangi dan tidak ada jaminan keselamatan, tentu tidak akan undur. Apa yang lebih berharga bagi manusia selain nyawanya?

Kita adalah anak! Sebagaimana layaknya seorang anak, sejak dilahirkan kita sudah mendapat kasih sayang orangtua. Setiap hari kita dibesarkan dengan kasih sayang dan perhatian. Kita mematuhi perintah orangtua, kita melakukan hal-hal yang menyenangkan hati mereka, bukan karena mengharapkan imbalan, melainkan sebagai bentuk ucapan terima kasih kita atas segala kebaikan, segala kerja keras dan pengorbanan yang telah mereka lakukan untuk kita. Seberapa keras pun kita berusaha menyenangkan hati orang tua, tidak akan menentukan besaran perhatian dan kasih sayang yang akan mereka berikan kepada kita. Di antara anak dan orang tua juga tidak pernah ada kontrak yang mengatur tentang hal itu.

Berbeda dengan prinsip "Tabur-Tuai," prinsip "Tuai-Tabur" lahir dari sebuah kesadaran bahwa hidup ini adalah anugerah. Prinsip ini tidak menekankan pada hasil, melainkan pada alasan. Kita wajib menabur hal-hal yang baik karena kita menyadari bahwa kita telah terlebih dahulu menerima kebaikan berupa kehidupan, kesempatan, dan penebusan. Ibarat utang, kebaikan yang sudah kita terima tersebut haruslah kita bayar---tentunya dengan kebaikan juga---bagaimanapun caranya. Kita tidak punya pilihan untuk berkata iya atau tidak. Kita tidak punya kesempatan untuk bersantai dan memilih untuk tidak bekerja.

Kita telah terlebih dahulu menuai maka inilah saatnya kita mulai menabur!

Suryani Waruwu

Guru Bahasa Indonesia

Tags:
BERITA LAINNYA - 09 December 2021
Budaya di Balik Kota Seribu Gereja
BERITA LAINNYA - 10 January 2022
Claustrophobia Mendadak di Kelas
Claustrophobia Mendadak di Kelas
BERITA LAINNYA - 17 January 2022
SATOR (SEBUAH DOA PALINDROM)
SATOR (SEBUAH DOA PALINDROM)
BERITA LAINNYA - 24 January 2022
TekUN (Tekanan dalam Usaha Nyata)
TekUN (Tekanan dalam Usaha Nyata)
BERITA LAINNYA - 21 January 2022
Budaya Baru Ala Generasi Jaman Now
Budaya Baru Ala Generasi Jaman Now
BERITA LAINNYA - 27 September 2022
"Profil SMAK Penabur Harapan Indah, SMA Terbaik d...
BERITA LAINNYA - 29 September 2022
Mural Membuat Lingkungan Menjadi Indah
Mural Membuat Lingkungan Menjadi Indah
BERITA LAINNYA - 29 September 2022
Empati Menggerakan Aksi
Empati Menggerakan Aksi
BERITA LAINNYA - 30 September 2022
Festival Kora-Kora yang Menarik Wisatawan
Festival Kora-Kora yang Menarik Wisatawan
BERITA LAINNYA - 30 September 2022
Tari Kimbul dari Suku Kayu Pulo di Jayapura
Tari Kimbul dari Suku Kayu Pulo di Jayapura
BERITA LAINNYA - 29 August 2023
Cocok untuk kamu yang susah tidur : Cara Mengatas...
BERITA LAINNYA - 27 August 2023
Daily REMINDER, 27 Agustus 2023
Daily REMINDER, 27 Agustus 2023
BERITA LAINNYA - 14 August 2023
Makna Proklamasi di mata anak muda ...
Makna Proklamasi di mata anak muda ...
BERITA LAINNYA - 13 August 2023
PEMBANGUNAN INDONESIA MERDEKA, by THEO RAFAEL
 PEMBANGUNAN INDONESIA MERDEKA, by THEO RAFAEL
BERITA LAINNYA - 13 August 2023
Opini tentang Indonesia Merdeka...
Opini tentang Indonesia Merdeka...
BERITA LAINNYA - 04 November 2023
RASISME DI AMERIKA..
BERITA LAINNYA - 05 November 2023
Perebutan Pulau Sipadan-Ligitan Antara Indonesia ...
Perebutan Pulau Sipadan-Ligitan Antara Indonesia ...
BERITA LAINNYA - 06 November 2023
Konflik di Utara dan Selatan Korea...
Konflik di Utara dan Selatan Korea...
BERITA LAINNYA - 08 November 2023
KONFLIK APARTHEID DI AFRIKA SELATAN
KONFLIK APARTHEID DI AFRIKA SELATAN
BERITA LAINNYA - 10 November 2023
Gagalnya penanganan kerusuhan : Konflik Sumbawa
Gagalnya penanganan kerusuhan : Konflik Sumbawa
BERITA LAINNYA - 11 February 2024
Aku Harus Dikeluarkan dari Sekolah! sebuah RESENSI
BERITA LAINNYA - 12 February 2024
Idealisme Yang Berhadapan Dengan Cinta, sebuah RE...
Idealisme Yang Berhadapan Dengan Cinta, sebuah RE...
BERITA LAINNYA - 13 February 2024
Pembunuh Bayaran Paling Kuat Yang Pensiun, sebuah...
Pembunuh Bayaran Paling Kuat Yang Pensiun, sebuah...
BERITA LAINNYA - 14 February 2024
Si Malang Lail, sebuah RESENSI
Si Malang Lail, sebuah RESENSI
BERITA LAINNYA - 15 February 2024
Amelia, Si Anak Bungsu, sebuah RESENSI
Amelia, Si Anak Bungsu, sebuah RESENSI

Choose Your School

GO