Rabu Abu
Berita Lainnya - 21 February 2023
Rabu Abu. Terus merenungkan peristiwa hari ini. Dari manakah asalnya? Mengapa menjadi gerbang muka peristiwa kasih, sekaligus peristiwa pahit penuh derita Sang Kristus bagi dunia. Teringat akan seorang laki-laki dari Tanah Us bernama Ayub. Seorang yang saleh, hampir seluruh hidupnya jauh dari kejahatan. Dianugerahi banyak hal oleh Allah, oleh karena ketaatannya. Tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan yang baik dan penurut. Kekayaannya, sangat berlimpah. Berkat Tuhan mengalir dalam kehidupannya, sungai pun tak sederas itu. Ada saatnya kala itu, Si Iblis menantang ketaatan Ayub di hadapan Tuhan. Tuhan mengizinkan Ayub untuk dicoba, seberapa jauh ia sungguh taat, seberapa kuat kesalehannya itu. Mulai dari kematian hewan-hewan ternak miliknya yang aneh penyebabnya. Lalu juga, kematian kesepuluh anaknya yang janggal dan mengejutkan. Bahkan tidak hanya sampai di situ, sakitnya yang jijik dan mengerikan sulit untuk diterima oleh nalar. Satu per satu kerabat terdekat dan orang-orang dikasihinya pergi meninggalkan pada saat ia berusaha untuk tetap pada kesetiaan iman.
Si Ayub dari Tanah Us itu hanya dapat berdiri lemas dan lalu mengoyakkan jubahnya yang tersisa. Ia mencukur kepalanya lalu bersujud ke tanah dalam penyembahan dan pasrah diri. Sungguh mengesankan ucapan hati dan mulutnya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah TUHAN!”
Orang seperti apakah dia? Tidak mengutuki kesalehannya, imannya, kesetiaannya, dan ketaatannya. Atau, siapakah kita? Orang seperti apakah kita yang bukan karena perkara sesukar itu dengan mudah mengutuk akan segala sesuatu? Rabu Abu. Kita hadir tanpa apapun, tanpa mengenakan apapun. Jika kini kita hidup dengan sebagaimana kita ada, memiliki rupa-rupa harta, memakai rupa-rupa pakaian, maka semua itu karena Tuhan. Kita mungkin tidak lebih dari abu apabila tanpa diri Tuhan. Abu ini adalah tanda kelemahan kita, tetapi juga tanda bahwa kita berasal dan akan kembali kepada Tuhan. Maka, terpujilah Tuhan!
Sudahkah sungguh mengenal dan menerima Rabu Abu? Kita sungguh adalah abu, berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu. Sudah adakah beban berat dan derita hidup membuatmu menjadi abu sebelum waktunya? Sudah adakah kesulitan dan kesukaran membuatmu menyadari bahwa diri ini adalah semata-mata abu? Apakah badai kehidupan keluarga telah membuatmu menjadi abu? Apakah badai sakit sudah membuatmu menjadi lemah dan tak berdaya? Apakah kesulitan ekonomi melululantakkan imanmu? Sudahkah ketakutan dan kekhawatiran membuatmu merasa kehilangan arah? Kita memang adalah abu, namun adalah abu salib Kristus yang berkorban melalui derita dan di dalam kasih.
Apakah Rabu Abu itu bagimu? Apakah ada artinya bagi setiap kita yang bedosa? Bagi setiap kita yang imannya digoncang oleh keinginan diri tanpa batas? Apakah berarti bagi kita yang mewajarkan dan menganggap sederhana dosa? Apakah kita yang menganggap diri lebih tinggi dari orang lain, acap kali mengutuki orang lain, melukai hati sesama dengan sengaja dan rela, atau yang memutarbalikkan kebenaran untuk keagungan pribadi pantas menerima tanda salib Kristus yang berasal dari abu itu?
Bagaimana pun, kita adalah abu, bahkan abu salib Kristus pun sudah ditorahkan pada setiap dahi yang hadir. Maka mulai lah peristiwa suci Paskah ini dengan hati yang mulia. Hati yang menyadari bahwa kita ini hanyalah abu, tanpa arti. Namun kita adalah abu, yang membuat Sang Allah dalam Kristus menyerahkan diri. Abu yang tidak dibiarkan-Nya dalam derita dan dosa. Selamat menghayati Rabu Abu saudaraku...
(Juan Gilbert Boeky - Guru PAK SMAK 5 PENABUr Jakarta)
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur