Resensi Novel Toto-Chan
BERITA LAINNYA - 08 April 2025
IDENTITAS BUKU
Judul: Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela
Penulis: Tetsuko Kuroyanagi
Tahun terbit: cetakan pertama, 1981, cetakan kedua puluh tiga, Mei 2017
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Genre: Sastra anak-anak
ISBN: 978-979-2-3655-2
Jumlah halaman: 272
Ukuran: 20 cm
Judul asli: Madogiwa no Totto-chan
SINOPSIS
Tetsuko mantap merampungkan karyanya, Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela pada usia 48 tahun. Buku yang Tetsuko kemas sedemikian rupa hingga berhasil menjadi salah satu literatur favorit masyarakat di zamannya. Jika membaca judul-judul bab dengan sekilas, kebanyakan akan terdengar seperti kalimat yang absurd dan fiktif. Namun, buku ini ditulis berdasarkan kisah nyata yang dialami Tetsuko semasa ia kecil, sebuah autobiografi. Tetsuko mempersembahkan karyanya sekaligus untuk mengenang mendiang kepala sekolahnya, Sosaku Kobayashi. Tetsuko memulai kisahnya dengan latar saat dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar.
Totto-chan begitu antusias saat dirinya diterima di Tomoe Gakuen, sekolah yang menggunakan gerbong kereta bekas sebagai ‘gedungnya’. Tidak disangka oleh tokoh mama, kehadiran Totto-chan di Tomoe diterima sangat hangat oleh kepala sekolah, Mr. Kobayashi. Beliau adalah sosok yang dikagumi Totto-chan. Jika sebelumnya ia malah diminta untuk mengundurkan diri dari sekolah, Mr. Kobayashi malah dengan senang hati menerima Totto-chan walaupun perilakunya dicap menjengkelkan dan tidak biasa bagi anak-anak.
Totto-chan kemudian menjalani hari-hari sekolahnya dipenuhi antusias serta rasa keingintahuan yang memuncak. Totto-chan mengalami segelintir pengalaman unik dan beberapa patut dipertanyakan, sejak ia bersekolah di Tomoe. Dompetnya yang jatuh ke dalam lubang kakus, pakaiannya yang sobek-sobek sebab ia suka memanjat pagar berduri, sampai dirinya yang hampir kehilangan salah satu daun telinga akibat tergigit anjing peliharaanya, Rocky. Ada juga kisah yang sehari-hari sering kita dengar dari anak sebaya Totto-chan. Bagaimana ia merengek untuk dibelikan anak ayam berwarna, pengalamannya berenang dengan teman sekelas, dan rasa penasaran ketika melihat orang berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
Buku diisi penuh dengan macam-macam cerita Totto-chan bersekolah dan keluarganya. Akan tetapi, Tetsuko menutup kisahnya dengan menulis kenangan yang cukup pahit dimana sekolahnya harus terbakar rata dengan tanah. Tomoe Gakuen terdampak peristiwa pengeboman pada saat Perang Pasifik 1945. Pada akhirnya Totto-chan harus berpisah dengan gerbong kereta tempat ia menggali ilmu dan sosok yang sangat ia hargai, Mr. Kobayashi.
ANALISIS ISI BUKU
- UNSUR INTRINSIK
- Alur
Salah satu aspek yang menarik perhatian pada buku karya Tetsuko adalah alurnya yang menjadi sebuah tanda tanya. Tetsuko seringkali tidak memberikan keterangan waktu kejadian tiap peristiwa, dirinya kerap memulai paragraf seperti berikut:
- “Suatu pagi…” halaman 115, bab: “Takahashi”
- “Suatu sore…” halaman 147, bab: “Bicara dengan Tangan”
Adapun bab yang langsung dimulai dengan pokok cerita tanpa adanya pengenalan latar kejadian seperti:
- “Totto-chan mengalami kecelakaan parah.” halaman 127, bab: “Kami Hanya Main-main…”
- “Untuk pertama kali dalam hidupnya, Totto-chan menemukan uang.” halaman 142, bab: “Sangat Misterius”
Pengantar seperti ini memberikan kesan bahwa buku ditulis secara spontan tanpa adanya struktur kejadian khusus yang dirancang oleh Tetsuko. Rentetan peristiwa yang tidak disertai latar waktu dengan jelas menyebabkan jalannya alur menjadi tidak bisa dipastikan maju, mundur, ataupun maju-mundur. Bagi pembaca yang kritis terhadap alur jalannya peristiwa dan struktur kejadian, hal ini dapat menjadi salah satu kelemahan yang dimiliki buku. Akan tetapi, setiap bab dalam buku ini tidak saling berkaitan sehingga walaupun tidak mengetahui alur, tidak ada bab yang akan mempengaruhi cerita pada bab lainnya. Buku ini dapat dibaca tanpa harus mengikuti urutan bab sesuka hati.
Akan tetapi terdapat hal yang menjadi perhatian yaitu perbedaan antara sebagian besar isi buku dengan bagian paling akhir, “Catatan Akhir”. Pada bab terakhir, Tetsuko menutup ceritanya dengan menuliskan alasan ia menulis buku dan beberapa peristiwa penting di hidupnya beberapa puluh tahun setelah peristiwa pengeboman Tomoe. Selain itu, Tetsuko juga menuliskan perjalanan hidup singkat dari Mr. Kobayashi dan beberapa teman-temannya serta dirinya sendiri. Pada bagian ini, konten yang dimuat lebih berat dan akan terdengar membosankan bagi pembaca anak-anak. Dikarenakan bab-bab sebelumnya yang diisi gurauan dan peristiwa unik, pembaca mungkin akan kurang tertarik jika harus membaca bagian yang sudah tidak ‘menyenangkan” lagi.
- Penokohan
Penggambaran tokoh utama dalam buku ini, Totto-chan, relatif sangat baik. Berkesinambungan dengan cara Tetsuko menggambarkan detail peristiwa ataupun suasana, caranya mendeskripsikan emosi, karakter, dan sikap Totto-chan dieksekusi dengan baik.
Jenis penokohan yang dipakai Tetsuko adalah penokohan tidak langsung atau dramatik. Penokohan tidak langsung berarti tokoh digambarkan melalui interaksinya dengan karakter lain ataupun reaksinya dengan lingkungan sekitar. Dalam buku ini, tidak hanya ada Totto-chan dan keluarga. Terdapat banyak karakter lain yang diperkenalkan oleh Tetsuko. Teman-teman di sekolah dan guru menjadi beberapa karakter yang cukup besar bagiannya dalam buku. Tetsuko juga memasukkan beberapa figur orang asing seperti pegawai tiket kereta (bab: “Stasiun Kereta”) dan pemusik jalanan (bab: “Gadis Cilik di Jendela”). (contoh diatas hanya diambil beberapa)
Melalui interaksinya dengan tokoh-tokoh tambahan diatas, pembaca dapat dengan mudah mengenal seperti apa sifat atau pribadi yang dimiliki Totto-chan. Tidak hanya melalui tokoh, karakter seorang Totto-chan juga digambarkan melalui reaksinya terhadap lingkungan sekitar. Contohnya pada bab: “Sekolah Baru”,
- “...tapi matanya melihat sekilas sesuatu yang membuatnya mengira dirinya sedang bermimpi.” (paragraf 3)
- “Dia tidak bisa mempercayai penglihatannya.” (paragraf 3)
- “Tapi sepasang mata gadis cilik berpipi merah jambu yang memandanginya dari balik semak-semak lebih bercahaya lagi.” (paragraf 5)
Berdasarkan 3 contoh kalimat diatas, pembaca dapat mengambil kesan bahwa Totto-chan adalah seorang gadis cilik yang memiliki antusiasme terhadap hal baru (konteks: sekolah barunya Tomoe Gakuen). Atau, pembaca dapat mengasumsikan bahwa Totto-chan memiliki sifat tidak takut akan mencoba hal baru. Contoh diatas diambil dari bab bagian awal. Seiring berjalannya cerita, ada banyak contoh penggambaran tokoh melalui lingkungan maupun interaksi yang dituliskan oleh Tetsuko. Hal ini menjadi salah satu kelebihan dari buku sebab Tetsuko berhasil mengilustrasikan karakternya saat masih anak-anak tanpa terkesan bertele-tele atau lebay.
- Latar
Cerita yang tertulis dalam buku ini ragam rupanya. Otomatis latar waktu serta suasana yang ada pada buku juga sangat banyak. Akan tetapi, seperti yang sudah dianalisis pada bagian alur, Tetsuko seringkali tidak memberikan informasi mengenai waktu terjadinya peristiwa. Sehingga hanya ada beberapa bab yang memiliki latar waktu walaupun tidak detail, contoh:
- “Setelah makan siang…” (bab: “Berjalan-jalan Sambil Belajar”)
- “Setelah libur musim panas berakhir, semester kedua dimulai.” (bab: “Euritmik”)
- “Ketika kembali ke sekolah setelah liburan musim dingin,” (bab: “Gerbong Perpustakaan”)
Kebanyakan bab yang disertakan keterangan waktu hanya dituliskan seperti itu. Tetsuko nyaris tidak pernah menyebutkan tanggal ataupun waktu terjadinya tiap peristiwa. Sementara itu, berbanding terbalik dengan latar waktu, Tetsuko justru menulis dengan sangat baik untuk mendeskripsikan suasana ataupun tempat pada setiap babnya. Contoh,
- “Tapi gerbang sekolah baru ini hanya terdiri atas dua batang kayu yang tidak terlalu tinggi. Kedua batang kayu itu masih ditumbuhi ranting dan daun.” (bab: “Sekolah Baru”)
- “Halaman sekolah yang tidak begitu luas dikelilingi tembok tapi pepohonan. Di sana-sini ada petak-petak bunga dengan bunga-bunga merah dan kuning.” (bab: “Aku Suka Sekolah Ini!”)
- “Kantor Kepala Sekolah tidak terletak di dalam gerbong, tapi di sisi kanan sebuah bangunan berlantai satu. Bangunan itu terletak diatas tangga batu berbentuk setengah lingkaran yang tingginya kira-kira tujuh undakan,” (bab: “Aku Suka Sekolah Ini!”)
Dapat dilihat bahwa cara Tetsuko menggambarkan latar tempat sangat jelas sehingga pembaca akan mendapat kesan bahwa sekolah yang sedang dideskripsikan memanglah unik dan berbeda dari sekolah pada umumnya. Hal ini menjadi kelebihan sebab melalui penggambaran latar tempat yang detail, Tetsuko dapat membangun suasana yang akan dirasakan oleh pembaca sehingga buku tidak menjadi membosankan. Jika Tetsuko hanya menuliskan “sekolah” atau “halaman sekolah” maka pembaca mungkin akan membayangkan sesuatu yang berbeda dari yang penulis inginkan. Hal ini tentu kontra dengan tujuan awal yaitu sekolah yang hendak dijadikan perhatian kepada pembaca sebab strukturnya yang unik.
- Sudut Pandang
Buku ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Melalui cara Tetsuko menuliskan proses suatu kejadian, buku dapat terasa seperti sebuah film. Hal ini juga dipengaruhi oleh gaya bahasa yang digunakan penulis.
- Gaya Bahasa
Salah satu aspek yang dapat dengan cepat disadari oleh pembaca adalah bahasa yang digunakan sangat sederhana. Struktur kalimat dasar yang cenderung jarang disertai majas membuat buku ini mudah dipahami oleh pembaca, terutama anak-anak. Tetsuko menggunakan diksi baku yang cenderung formal. Akan tetapi, buku ini merupakan terjemahan sehingga wajar jika bahasa yang tertulis terdengar lebih formal daripada yang pembaca temui sehari-hari. Ada kemungkinan jika bahasa yang digunakan pada buku versi Jepang lebih “ramah” bagi pembaca.
Terlepas dari bahasanya yang memang baku, karena penulisan kalimatnya yang sederhana buku ini tetap menjadi bacaan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan. Tetsuko tidak menambahkan gaya bahasa yang berlebihan sampai terkesan hiperbolik. Bagian ini menjadi salah satu kelebihan buku.
- Amanat
Setiap bab mempunyai pelajaran yang bisa pembaca teladani. Pesan moral yang terkandung pada buku diberikan secara tersirat. Hal ini mungkin dapat menjadi salah satu bagian yang kurang efektif untuk pembaca anak-anak. Pembaca anak-anak mungkin akan melewatkan teladan yang terkandung dalam cerita. Bagi pembaca yang sudah dewasa dan sudah bisa mengartikan suatu peristiwa, hal ini bukan menjadi masalah. Tapi bagi pembaca anak-anak cerita yang mereka baca mungkin akan terlewatkan begitu saja.
- UNSUR EKSTRINSIK
Unsur ekstrinsik merupakan bagian yang sangat luas untuk dibahas terkait buku ini. Pada bagian catatan akhir, Tetsuko menuliskan motivasinya untuk menulis Gadis Cilik di Jendela. Dimana salah satunya merupakan keinginannya untuk memperlihatkan bagaimana Mr. Kobayashi mendidik murid-muridnya.
Ada banyak pelajaran yang telah Tetsuko dapatkan semasa ia masih bersekolah di Tomoe, hal ini membuat dirinya menyimpulkan sesuatu, “Tapi aku cukup puas jika bisa membuat orang sadar bahwa seorang gadis cilik seperti Totto-chan, jika diberi pengaruh yang tepat oleh orang dewasa, akan bisa menjadi pribadi yang pandai menyesuaikan diri dengan orang lain.” Tetsuko benar sepenuhnya atas hal ini. Memang Tetsuko tidak secara langsung menuliskan nilai-nilai norma sosial yang ia pelajari. Akan tetapi, setelah menyelesaikan buku ini, pembaca dapat mengerti apa yang sebenarnya menjadi motivasi dan tujuan Tetsuko menulis.
EVALUASI KELEBIHAN KEKURANGAN
Kelebihan:
- Buku bisa dibaca dengan tidak mengikuti urutan bab.
- Penggambaran karakter yang kreatif dan tidak membosankan mudah ditangkap pembaca.
- Penggambaran latar tempat yang detail dan deskriptif sehingga membangun suasana yang tepat bagi pembaca.
- Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dipahami semua kalangan.
- Banyak pesan moral yang terkandung.
Kekurangan:
- Alurnya yang kurang jelas sehingga struktur kejadian atau urutan peristiwa tidak diketahui.
- Bagian akhir buku yang relatif kurang menarik terutama bagi pembaca anak-anak karena perbedaan konten.
- Amanat yang mungkin akan terlewatkan oleh pembaca anak-anak.
SIMPULAN
Buku yang tidak bosan terpajang di rak best-seller ini menjadi salah satu buku non-fiksi terbaik di negeri sakura. Kisah yang dimuat ringan dan penuh oleh canda tawa, bahasa yang dipakai sederhana sehingga mudah dipahami, terdapat banyak nilai moral yang terkandung. Jika ada buku yang wajib untuk dibaca anak-anak maupun orang dewasa, mungkin Gadis Cilik di Jendela adalah jawabannya. Ada begitu banyak nilai sosial dan pelajaran hidup yang bisa lebih dalam ditelisik untuk penggemar buku terutama autobiografi. Buku non-fiksi yang telah menggaet penghargaan dari UNICEF sekaligus yang telah menjadikan Tetsuko Kuroyanagi sebagai duta UNICEF, tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Sebagai penutup, inilah salah satu kutipan paling populer dari “Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela”, “Punya mata, tapi tidak melihat keindahan; punya telinga, tapi tidak mendengar musik; punya pikiran, tapi tidak memahami kebenaran; punya hati yang tidak pernah tergerak dan karenanya tidak pernah terbakar. Itulah hal-hal yang harus ditakuti, kata kepala sekolah.”
sumber gambar: periplus.com
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur