Semangat Belajar di Tengah Pandemi
BERITA LAINNYA - 22 July 2020
Sejak, pandemi covid-19, melanda dunia, termasuk Indonesia, kehidupan kita juga
menjadi terpengaruh. Pada mulanya, terjadi krisis kesehatan masyarakat, kemudian orang tidak
bisa bekerja seperti biasa, sehingga sektor industri tidak bisa berproduksi secara maksimal,
sehingga terjadi krisis ekonomi, lalu berlanjut kepada pemutusan hubungan kerja (PHK)
sehingga terjadi krisis sosial, demikian seterusnya, dampaknya merambat ke berbagai bidang,
termasuk dunia pendidikan.
Dunia pendidikan di Indonesia sendiri, dalam hal ini persekolahan, sudah dihentikan
kegiatan pembelajaran tatap mukanya, sejak bulan Maret 2020. Kegiatan pembelajaran di
sekolah yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka, berubah menjadi daring atau sekarang
disebut dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Berubahnya aktfitas pembelajaran dari tatap muka
menjadi PJJ, berdampaknya “terguncangnya” dunia pendidikan kita. Kemendikbud, sebagai
regulator dalam dunia pendidikan di tanah air, sebenarnya telah meresponnya, antar lain dengan
mengatur kegiatan pembelajaran agar sedapat mungkin tidak bertatap muka, alias PJJ, sampai
suatu daerah berada di zona hijau, itupun jika dilaksanakan pembelajaran tatap muka, maka
harus dengan protokol kesehatan yang ketat.
Dengan diluncurkannya PJJ tersebut, ternyata faktanya dilapangan dalam tataran
implementasinya, tetap menemui kendala-kendala. Kendala yang pertama adalah belum
terjangkaunya jaringan internet di seluruh wilayah Indonesia, sehingga banyak guru dan siswa
belum bisa melaksanakanya dengan maksimal. Kendala kedua adalah belum terbiasanya guru
menggunakan platform PJJ, sehingga tidak bisa diharapkan proses pembelajaran secara baik,
dalam waktu singkat. Fakta di sekolah, pelatihan berbagai platform daring untuk PJJ memang
sedang dan telah dilaksanakan secara gencar untuk semua guru, baik di sekolah negeri dan
swasta. Kendala ketiga, banyak diantara siswa yang terkendala untuk membeli kuota internet
karena orangtuanya kesulitan ekonomi, karena terkena PHK, misalnya. Kendala yang ke empat,
sekalipun kendala pertama, kedua dan ketiga di atas bisa diatasi, PJJ bukanlah cara yang ideal
ketika kita ingin tujuan kurikulum bisa tercapai dengan baik. Faktornya antara lain adalah
dengan PPJ, siswa belum tentu bisa menyerab kanten-konten pembelajaran dengan baik
dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka.
Lalu, untuk mengatasi persoalan di atas apa yang harus kita lakukan? Pendekatan
pertama adalah kolaborasi antara sekolah (baca: guru), orang tua dan siswa, dalam mendukung
kegiatan pembelajaran. Dari sisi guru, suka tidak suka ia harus terus menambah pengetahuannya
dalam menggunakan platform PJJ, demikian juga mencari sumber-sumber pembelajaran daring
yang dapat menunjang proses pembelajaran dalam mencapai tujuan kurikulumnya. Saat ini
sumber pembelajaran sangat berlimpah di dunia maya, jika guru dapat memilihnya dengan tepat,
dan cocok dengan kompetensi yang sedang ia ajarkan, baik yang berasal dari dalam negeri (
berbahasa Indonesia) dan juga dari luar negeri (berbahasa asing). Disinilah pentingnya guru
membuka diri dan mengevaluasi dirinya dengan membandingkan kualitas pengajarannya selama
ini, dengan guru-guru di seluruh dunia, terutama guru-guru dari negara maju, sembari
memperbaiki dan mengisi dirinya dengan hal-hal yang positif dari guru yang ada di dunia maya.
Pendekatan kedua, siswa harus merubah cara berpikirnya untuk tidak hanya mengharapkan
sumber pembelajaran satu-satunya berasal dari gurunya di sekolah, terutama bagi siswa yang
sudah duduk di bangku SMP dan SMA/SMK sederajat. Mereka seharusnya sudah mulai mencari
sumber pembelajaran lain sembari melatih keterampilan abad 21-nya, yaitu 4C (critical
thingking, collaborative, creative dan communicative). Saya kira dengan cara seperti ini,
wawasan berpikir siswa akan terbangun dengan baik dan luas, sehingga pada saatnya nanti
mereka dapat belajar secara mandiri, walapun tetap difasilitasi dan disupervisi oleh gurunya di
sekolah. Berikan siswa kita kepercayaan untuk mencari sumber pembelajaran dimana saja dan
dari siapa saja tetapi tetap dalam koridor yang sudah ditentukan sekolah.
Pendekatan ketiga, perlunya perubahan cara berpikir orang tua dalam peralihan cara
belajar tatap muka menjadi PJJ, yaitu selain sebagai orang tua, ia juga pendidik bagi anak-
anaknya di rumah. Mungkin saja orang tua tidak memahami konten pembelajaran anaknya, tetapi
dari segi memotivasi anaknya agar jangan gampang menyerah, tentu saja dapat tetap dilakukan.
Selain itu menanamkan pendidikan karakter di rumah dapat dilakukan orang tua kepada anaknya
dalam kegiatan sehari-hari.
Dengan kollaborasi sekolah (guru), siswa dan orangtua yang saling bersinergi,
diharapkan PJJ di saat pandemi ini tetap dapat memberi makna bagi kita semua, terutama siswa,
agar tidak gampang menyerah dengan keadaan saat ini. Diakhir tulisan ini, saya ingin mengutip
perkataan Charles Robert Darwin (1809), seorang ahli Biologi, yang mengatakan: “ It is not the
strongest of the species that survives, nor the most intelligent that survives. It is one that is most
adaptable to change.” Terhadap kutipan ini saya mengintepretasikannya seperti ini:” Bukan
mahluk yang paling kuat saja yang dapat terus hidup, tidak juga mahluk yang paling pintar,
tetapi mahluk yang mampu terus beradaptasi terhadap perubahan.” Jadi kata kuncinya adalah
teruslah beradaptasi terhadap perubahan dan jangan pernah menyerah.***
Oleh : Sion Pinem
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur