Malaikat Senjaku
BERITA LAINNYA - 15 December 2020
Waktu usiaku lima tahun, aku begitu menyukai saat aku mengusap embun pagi yang menyelimuti jendela rumahku. Aku akan memberikan senyuman terbaikku saat benda putih itu kembali setiap tahunnya, salju. Aku tidak akan bosan menghitung jumlah mereka semua dan menjulurkan lidah agar salju itu dapat kurasakan, dingin yang mengelitiki ujung lidahku. Ibu selalu memanggilku untuk menyesap sedikit teh hangat yang ia telah siapkan untuk kami semua. Ayahku adalah sosok yang penuh semangat untuk menemaniku pergi bermain perang bola-bola salju ataupun membuat beberapa boneka salju yang kuharap dapat menjadi adikku, karena aku adalah seorang anak tunggal.
Hal terfavoritku di bulan November ini adalah mengunjungi kota besar Jepang yaitu Tokyo, disana aku seperti terjun kedalam dunia imajinasi penuh warna-warni dari lampu neon gedung pencakar langit.
“Ayah! Apakah aku terlihat cantik dengan ikat rambut ini?” tunjukku pada ayah seusai ibu mengikatkan sepasang ikat rambut berwarna putih dengan bunga sakura diatasnya.
“Anak ayah memang selalu cantik dimata ayah, lebih cantik dari ibu mu” puji ayah yang membuat ibu sedikit menunjukan muka mengejek pada ayah yang membuat gelak tawa kami pecah di toko souvenir kala itu.
Oh ya, aku nyaris menceritakan tentang latar orang tuaku. Sebenarnya ibu adalah orang Indonesia yang adalah keturunan Jawa dan ayah adalah orang Jepang. Mereka dipertemukan oleh sesuatu yang bernama cinta, begitu cerita mereka padaku.
Namun kenyataannya, sekarang sudah tak lagi sama.
Duniaku sudah berubah dan terbalik. Kini musim dingin hanyalah sebuah masa yang sangat dingin, dan membekukan masa kelam yang ku simpan dalam dada. Perlu katakan bahwa aku berharap agar musim dingin tidak datang kembali, aku sudah tidak peduli lagi akan semua kebahagian itu walaupun diriku masih menunggu dan merindukan sedikit kebahagiaanku kembali lagi.
Semenjak kecelakaan yang menimpaku dan ibu, aku mulai kehilangan segalanya
Malam ini aku hanya dapat melihat lagit Tokyo yang gelap dengan benda putih yang berjatuhan, dengan telapak tangan yang menyentuh jendela,aku merasakan dinginnya malam itu masuk kedalam pori-pori kulitku, dan aku pun tersenyum kecut.
Esok paginya, aku masih setengah sadar saat membuka pintu kamar untuk menyimpakan sarapanku seorang diri. Menyalakan pemanas dan tungku, entah mengapa aku selalu masak untuk porsi dua orang. Mungkin aku hanya merindukan ayah yang kembali setelah sekian lama meninggalkanku dalam kesendirian dan memilih hidup bersama seorang perempuan yang baru.
Setelah itu aku kembali memalingkan wajahku menghadap rasel sekolahku, memasukan bekal dan memakai sepasang sepatu yang selalu menemaniku menimba ilmu disetiap paginya.
“Selamat pagi, Kaila” sapa pak Ichiro, penjaga gerbang sekolahku dengan sedikit menunduk kepala.
Aku pun menundukkan tubuhku kepadanya sebagai wujud membalasnya.
Pagi itu lorong sudah dipenuhi dengan murid-murid yang selalu memandangku aneh dan berbeda setiap kali derap langkah sepatuku terdengar mereka.
“Eh, ada si Kaila guys! Mau masuk kelas?”
“Kata sandinya apa?” Ejek Rin Azura seorang murid bintang disekolah.
“Apa? Apa? Gak kedengeran woi” Lanjut Hanako.
Sekejap tubuhku terhuyung ditembok. Rasanya sulit sekali bernapas, karena Hanako membungkam mulutku, sambil membuatku berlutut dihadapan Rin. Aku hanya dapat menangis, saat kepalaku sontak dipaksa mendongak oleh Rin untuk meminta maaf karena mendiamkannya. Aku merasa dunia ini bukanlah tempat yang adil bagiku, karena bukannya pembelaan dari bibir teman-teman namun justru tawaan yang menyakitkan, dan satu lagi kalimat itu.
“Dasar bisu!” Kata Hanako ditelingaku yang membuat ku menangis sejadi-jadinya setelah ia melepasku.
Aku benci saat cermin memantulkan wajah ini, siapa yang ingin mengalami kecelakaan yang mengharuskannya mengalami kerusakan syaraf dibagian kepala yang menyebabkan kelumpuhan pada bagian mulutku dan kehilangan ibu yang ia sangat cintai.
Sepulang sekolah aku selalu duduk di tepi danau, pandanganku tertuju pada seekor induk kelinci yang bersama anaknya keluar dari lubang dibawah tanah. Tanpaku sadari mataku mulai mengenang air mata, teringat kenangan bersama ayah dan ibu yang selalu menjagaku dulu dari kejamnya dunia ini, dan andai saja mereka ada saat lemahku sekarang. Lamunan ini membuatku tidak menyadari ketika seorang pria bermantel coklat tebal datang duduk disampingku sampai ia memberikan sebuah sapu tangan miliknya untuk mengusap air mataku.
Aku seketika terperangah, tidak menyangka ada sosok pria asing yang begitu peduli denganku ditengah dinginnya hari ini, dan bahkan memberikan mantelnya. Secara cuma-cuma sambil mengucapkan.
“Jangan menangis lagi, percayalah musim semi akan kembali” yang kemudian melangkah pergi menjauh dari pandanganku yang mengikutinya.
Entahlah siapa dia, setibanya dirumah aku menuliskan satu buah ucapan terimakasihku yang tidak dapat kusampaikan hari itu yang dengan harapan ia bisa membacanya suatu saat nanti.
Terima kasih untuk segala yang telah kau lakukan, engkau telah membuatku kembali tegar dan membuat cahaya dalam diriku kembali bersinar
– Kaila Miyuki-
Tiga hari setelah kejadian itu, kelasku kedatangan seorang murid baru. Sontak seluruh kelas menjadi heboh terutama para wanita dikelas, karena ternyata ia adalah anak seorang presdir dari perusahaan mobil ternama di Tokyo.
Ken Reiyu, namanya. Ia duduk persis didepanku, yang berarti duduk ia harus duduk disebelah Rin. Aku benci ketika Rin mulai mengodai pria itu, namun aku sontak teringat akan wangi ini. Wangi yang melekat pada mantel coklat itu! Apakah ia adalah pria yang kucari selama ini? Aku tidak tahu jelas tapi aku merasakan sesuatu yang berbeda.
Saat pulang hari, ia mendatangiku. Dan berkata
“Apakah kamu merasa lebih baik?”
Kini tubuhku berguncang hebat, dengan kakiku melumpuh. Aku menatap Ken dan jantungku berdebat lebih kencang dari kereta Shinkansen. Siapa sangka justru ia memberikanku sebuah kertas dan pulpen. Untuk menjawabnya. Air mata mengalir dan menetes meluncur jatuh keatas kertas putih. Aku tidak dapat melakukan apa-apa, sejujurnya aku merindukan seseorang untuk mempedulikanku ini.
Keesokan harinya kami menjadi semakin dekat dan ia mengajakku pergi ke kantin, untuk mentraktir beberapa mangkuk sup kacang merah. Tentu itu memancing kecemburuan Rin dan Hanako, aku takut mereka melakukan sesuatu yang lebih buruk kepadaku. Oleh karenanya aku ingin sedikit bahkan menjauh darinya, namun seperti ahli wujung dari negri lain ia justru mengatakan.
“Kau tidak perlu khawatir akan apapun, aku suka dengan sikapmu, jadi aku mohon agar tidak menghindar dariku, Kai.” Ia mengakhiri ucapannya itu dengan senyuman seindah cahaya mentari, begitu hangat ku rasakan.
Tidak sadar aku menjadi teman dengannya, Ia meminta agar aku mengijinkannya untuk mampir kerumahku untuk sekedar bermain saja. Lalu dengan diam-diam ia membuka salah satu buku yang kutulis dengan judul “Malaikat Senjaku” saat aku mengambil segelas air, sontak aku menunduk sambil mengigit bagian bawah bibirku karena wajahku begitu menyala merah padam ketika ia membaca buku yang kutulis untuknya dalam waktu luangku. Aku tidak tahu harus merasa senang atau justru khawatir, sudah terlambat untuk memikirkan hal seperti itu.
“Kaila” panggilnya dengan suara khas miliknya
Lantas aku pun mengangkat kepalaku perlahan dan justru ia memberikan gerakan isyarat tangan yang aku tidak menyangka ia mempelajarinya hanya untukku, dan itu memiliki arti.
“Aku mencintaimu apa adanya, dan aku akan membawamu menjadi sehangat musim semi kembali. Terima kasih untuk menerimaku menjadi temanmu, maukah kamu menjadi sesuatu yang lebih spesial dalam hidupku kelak?”
Kei meraih tanganku dan menggenggamnya erat, menunjukan keyakinan dan tekadnya, aku pun membalasnya dengan anggukan kecil dan air mata yang tidak tertahankan. Ia pun memelukku, suatu rasa yang membuatku nyaman dan aman, sudah berapa lama aku merindukan seseorang yang menerimaku. Sungguh ketulusan yang berarti, berasal dari latar belakang yang berbeda dengan cara berbicara dan bahasa yang berbeda bukanlah sesuatu harus dibenci namun diterima dengan kesatuan bahasa yaitu cinta kasih.
Dikarang oleh Nathanael Nanda Santosa
Sekolah SMK Farmasi BPK Penabur
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur