Pendidikan di Indonesia
BERITA LAINNYA - 03 September 2022
Pendidikan di Indonesia kerap kali menjadi perbincangan hangat di kalangan dunia Pendidikan. Kemendikbud menyampaikan bahwa hasil studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA) tahun 2018 yang dirilis pada Selasa, 3 Desember 2019, bahwa Indonesia berada di peringkat 71 dari 77 negara di dunia. Hasil studi PISA 2018 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, dengan rata-rata skor OECD yakni 487. Kemudian untuk skor rata-rata matematika mencapai 379 dengan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains, skor rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 dengan skor rata-rata OECD yakni 489.
Kemendikbud meminta bantuan PISA untuk melihat melalui perspektif yang berbeda sekaligus memberikan masukan obyektif tentang perbaikan yang dilakukan ke depan. “Perspektif itu penting, karena menjadi insight baru dan angle untuk mengukur kita dan menunjukkan hal yang tidak kita sadari. Kunci kesuksesan belajar adalah mendapat sebanyak mungkin perspektif. Kita tidak bisa mengetahui apa yang mesti kita perbaiki jika kita tidak punya perspektif,” ucap Mendikbud Nadiem Anwar Makarim pada Rilis Hasil Studi PISA Indonesia Tahun 2018.
Sebenarnya apa saja sih penyebab rendahnya literasi di Indonesia? Menurut kompasiana, penyebab nya adalah kurangnya bahan bacaan dan praktik literasi, atau dengan kata lain kurangnya akses terhadap pendidikan. Kesenjangan Pendidikan ini dapat mendorong terjadinya Matthew Effect, dimana orang yang kesulitan membaca akan lebih rendah performanya dan gap antara pembaca yang baik dan buruk akan meningkat. Istilah dari Matthew Effect adalah yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Tetapi upaya pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan diapresiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) selaku penyelenggara PISA. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase penduduk yang bersekolah dalam laporan studi yang disampaikan oleh Yuri Belfali, Head of The Early Childhood and School Division, Directorate of Education and Skill, OECD. Pada tahun 2000, hanya 39 persen penduduk usia 15 tahun yang bersekolah pada jenjang SMP atau SMA. Sementara, pada tahun 2018, angka tersebut meningkat menjadi 85 persen. Sebelumnya di tahun 2003 sampelnya mencakup 46 persen saja.
Literasi merupakan hal yang krusial karena berkorelasi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. Oleh karena itu penting untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4.6. Poin tersebut berbunyi bahwa Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua remaja dan proporsi kelompok dewasa tertentu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kemampuan literasi dan numerasi.
Salah satu solusi dari masalah ini bisa dimulai dari peningkatkan skill dasar dan kecepatan membaca pada anak-anak. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan trik mencatat sambil membaca, himbauan untuk membaca dengan nyaring, hingga membuat stigma membaca menjadi menyenangkan dengan permainan kata dan simbol. Sekolah juga dapat meningkatkan jumlah persediaan buku macam buku agar siswa dapat semakin tertarik untuk membaca. Sekolah juga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan literasi siswa. Rendahnya literasi di Indonesia tentunya tidak bisa diatasi dengan baik tanpa adanya kesadaran dari masyarakat. Oleh karena itu, mari budayakan membaca karena membaca dapat membuka wawasan kita dan masih banyak lagi maanfaat dari literasi.
oleh Epiphany XII MIPA 3
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur