Cerpen Karya Anggita Laksmi

BERITA LAINNYA - 31 May 2021

 

        Kupandangi jendela ruangan kelas yang berembun. Udara dingin yang berhembus membuat diriku semakin gugup. Aku perbaiki tanda nama di seragamku yang bertuliskan “April”. Ketika namaku disebut, aku bergegas menuju ke depan kelas. Sebelum aku mulai berbicara, sebuah pesawat kertas menabrak diriku. Pesawat itu bertuliskan “Diam dan duduklah!” tulisan itu membuatku terdiam dan membeku.

 

        “April, apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya guruku yang kebingungan melihatku terdiam. Saat itu juga, aku mulai membacakan puisi yang aku buat. Suara kecil yang menyebutkan namaku, mulai terdengar semakin kuat. Lima orang menertawakanku dari dari kursi mereka. 

 

        “Duk duk duk!” bunyi suara meja yang dipukul. Guruku memberikan isyarat agar kelas tetap tertib. Diriku yang semakin gugup akhirnya menyerah dan hanya selesai membacakan tiga bait dari lima bait yang sudah kutulis. Dengan malu dan berat hati, aku kembali menuju ke tempat duduk. Teman yang duduk di sebelahku adalah sahabatku. Satu-satunya teman yang menghargai keberadaanku, namanya Bulan. Nama yang sangat unik untuk seorang anak yang cantik dan baik hati. Namun sampai saat ini aku tak tahu kenapa ia masih mau berteman denganku sejak hari itu.

 

        Ketika menatap mata Bulan, yang ada di pikiranku hanyalah penyesalan atas apa yang aku perbuat di masa lalu. Bola mata hitamnya selalu mengingatkanku pada langit yang gelap di hari itu. Semua yang terjadi masih teringat jelas olehku. Hari itu adalah hari Senin pukul lima sore. Hujan turun dengan deras, disertai angin kencang yang membuat langit siang menjadi malam. Hari itu benar-benar gelap. Semua rumah dan mobil di jalan raya mulai menyalakan lampunya. 

 

        Aku berlari mencari tempat berteduh sambil menutupi kepalaku dengan tas sekolah. Suara alarm mobil terdengar dimana-mana dikarenakan petir yang menyambar. Disaat yang bersamaan aku melihat temanku Bulan sedang berdiri di suatu gang yang memiliki tiang listrik besar. Dengan gembira aku berlari menghampirinya. Namun, disaat yang sama ada lima orang yang mengelilingi Bulan dan mengganggunya.

 

        Mereka adalah orang yang sangat kukenal. Mereka adalah teman yang bisa dibilang sangat dekat denganku. Kehadiran mereka sangat dikenal oleh semua orang, termasuk diriku. Aku selalu melakukan yang terbaik untuk teman-temanku, selalu menolong mereka, dan melakukan apapun yang mereka suruh. Hampir setiap minggu kami berkumpul. Namun, aku tak pernah sadar bahwa aku memilih jalan yang salah hanya untuk ketenaran. Langkah kakiku terhenti setelah melihat Asri,Yuri, Jingga, Mia, dan Cinta.

 

        Jingga mengeluarkan tangannya dari saku rok milik Bulan. Ia mengambil uang milik Bulan dan menggangunya. Di antara kelima temanku, aku sangat menyukai berteman dengan Jingga. Namun, apa yang aku lihat hari ini mengubah semua pikiranku tentangnya. Karena terkejut, aku mundur satu langkah tanpa memperhatikan apa yang ada di belakangku. Sebuah kaleng terinjak olehku dan membuat suara yang nyaring.

        Kakiku yang terjebak di dalam lumpur membuatku sulit untuk berlari menjauh. Namun, Yuri sudah melihatku dari jauh. Yuri menarik tanganku dan membawaku ke gang kecil itu. Disana aku bertemu Bulan yang sudah menangis tersedu-sedu. “Tunggu apa lagi, cepat buka tasnya!” kata Yuri kepadaku untuk membuka tas milik Bulan. Aku terdiam dan tidak bisa melakukan apa-apa. Kelima temanku mulai berteriak dan mengejekku. Saat itu, hanya satu hal yang muncul di pikiranku yaitu melarikan diri selagi aku mampu. Aku bergegas membuka tas milik Bulan dan memberikannya kepada Yuri. Mereka tidak melakukan apapun padaku. Aku hanya berdiri disana sambil melihat Bulan terjatuh dengan kondisi seragam yang dibasahi hujan. Sedangkan kelima temanku membawa payung setiap orangnya.

 

        Mereka tetap menggangu Bulan. Diriku yang bahkan tak memperdulikan Bulan, mencari cara untuk pergi dari sana tanpa harus memutuskan hubunganku sebagai teman kelima orang itu. “Sepertinya aku harus pulang, aku mulai tidak enak badan. Aku mudah sakit jika terkena hujan. Jingga, bolehkah aku pulang?” tanyaku kepada Jingga, karena melihat Jingga yang sedang memimpin mereka semua. 

 

        Tak ada satupun dari mereka yang menjawabku. Itu memang kebiasaan mereka. Mereka hanya bersikap baik kepadaku jika mereka butuh bantuan, sungguh tinggi hati. Sudah lama aku ingin memutuskan hubungan dengan mereka. Namun entah mengapa, mereka seperti besi dan aku bagaikan magnetnya. Jika suatu hari mereka sangat baik padaku, hatiku langsung tersentuh dan selalu berkata “Ternyata aku memiliki arti di kehidupan mereka.” Diriku yang sangat egois berlari meninggalkan Bulan di tengah-tengah mereka semua. 

 

        Aku berlari sekuat tenaga meskipun sulit untuk bergerak karena lumpur yang mulai memenuhi jalanan. Karena kami tinggal di desa yang terpencil, rumah kami dekat dengan sungai yang sekarang sudah meluap hingga garasi rumah. Sungai sudah menjadi dalam, dan orang-orang mulai menghindari tiang listrik dan kabel kabel yang ada. Melihat itu, aku mulai teringat tiang listrik yang ada di gang dimana Bulan diganggu. Jantungku berdetak sangat cepat. Lalu mendengar suara Ibuku dari kejauhan “April, cepat kesini Nak!” teriak ibu dengan panik. Aku langsung berlari kearah ibu sambil menangis. 

 

      “Kamu kenapa Pril?” tanya Ibu kepadaku sambil sibuk menuntun aku kedalam rumah, agar terhindar dari kabel-kabel. Aku terlalu takut untuk menjelaskan semuanya kepada Ibu. Bahkan di saat ini juga, aku masih memikirkan diriku sendiri. “Ibu, jika aku berada di suatu tempat yang berisi orang banyak. Lalu sesuatu yang buruk terjadi pada salah satu orang disana, apakah aku akan terlibat?” tanyaku dengan egois kepada Ibu. Ibu langsung melepaskan tanganku dan berkata “Apapun yang sudah kamu lakukan, kamu harus bertanggung jawab.” Diriku yang ketakutan mendengar kalimat ibu, langsung berlari keluar rumah dan naik keatas perahu karet untuk evakuasi. Air sungai semakin meluap dan aku mulai melihat banyak kendaraan mengambang. Jantungku benar-benar berdegup kencang, rasanya sudah seperti ingin meledak. 

 

        Setelah sampai di gang tadi, aku tidak melihat siapapun disana. Hanya ada tas milik Bulan yang sudah mengambang diatas air. Aku menangis dengan kencang ketika melihat listrik yang mulai mengeluarkan percikan api. Aku mendayung perahu karet itu dengan cepat sambil berteriak “Bulan!” di setiap tempat yang aku datangi. Air semakin tinggi hingga aku mulai lelah dan hanya terapung diatas perahu karet, mengikuti derasnya arus air. Tak lama kemudian, aku melihat seseorang menggunakan seragam sekolahku yang sedang duduk diatas mobil. Ternyata itu Bulan. Ia memeluk dirinya sendiri karena kedinginan sambil menangis. Aku mulai mendayung dengan cepat sambil memanggil namanya. Bulan tersenyum setelah melihatku, Ia melambaikan tangannya sambil menangis bahagia.

 

        “April, senang bisa melihatmu. Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Bulan kepadaku sambil tersenyum. “Maafkan aku Lan, aku sangat egois dan meninggalkanmu sendirian. Kamu tidak apa-apa kan?” tanya ku kepadanya. Bulan tak menjawabku namun Ia mulai menaiki perahu karet yang aku naiki. Saat itu ia berkata “Tidak perlu merasa bersalah, takut itu wajar.” Ujarnya sambil tertawa. Aku yang sangat merasa bersalah, bersyukur bahwa tidak terjadi hal buruk kepada Bulan. 

 

         Hingga saat ini aku juga belum memaafkan diriku sendiri atas apa yang aku lakukan. Tak terbayang betapa baiknya Bulan masih mau menerimaku sebagai temannya, bahkan ia tidak marah sedikitpun. Air susu dibalas dengan air tuba, kalimat ini sungguh menggambarkan kebaikan Bulan yang aku tolak mentah-mentah. 

 

        Sejak saat itu, aku memutuskan hubunganku dengan kelima orang itu. Meskipun mereka sangat tidak menyukaiku sekarang, tetapi aku sangat bersyukur memiliki teman seperti Bulan. Meskipun aku juga tidak pantas untuk berteman dengan orang sepertinya. Tapi aku akan berusaha untuk menjadi teman yang baik yang akan selalu ada untuk Bulan.

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 11 February 2021
SPEKTA Kembali Mengukir Prestasi
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 26 February 2021
PERJUSA-AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 08 March 2021
Ibadah Siswa-AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 08 March 2021
UJIAN PRAKTIK SPEKTA
Siswa kelas XII SMAK PENABUR Kota Wisata mulai me...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 25 March 2021
UJIAN SEKOLAH KELAS XII SPEKTA
Ujian Sekolah SMAK PENABUR Kota Wisata tahun pela...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 28 September 2020
Pelatihan dan Pembinaan Guru Karyawan SMA Kristen...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 19 October 2020
Upacara Bendera SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 October 2020
ELATE SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 23 October 2020
Kebaktian Komplek SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 26 October 2020
Kebaktian Bulanan SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2023
Skrining Kesehatan kelas 10
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 15 February 2023
"Do not follow the crowd in doing wrong"
"Do not follow the crowd in doing wrong"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 February 2023
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 17 February 2023
Morning reflection: Cleansed Completely
Morning reflection: Cleansed Completely
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 February 2023
“AKU, TUHAN,” BERSUARA DAN MENGUTUS
“AKU, TUHAN,” BERSUARA DAN MENGUTUS
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Cerpen (Sonata dan Stroberi)
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Cerpen (Hai Diriku, Istirahatlah)
Cerpen (Hai Diriku, Istirahatlah)
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Cinta Tak Kunjung Selesai
Resensi Buku Cinta Tak Kunjung Selesai
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 February 2024
PKBN2K : "Kesabaran"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 February 2024
Renungan Pagi : "STATUS DAN FUNGSI"
Renungan Pagi : "STATUS DAN FUNGSI"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 February 2024
Renungan : "MEMBERI BUKTI”
Renungan : "MEMBERI BUKTI”
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 21 February 2024
Morning Devotion : "God’s Open Doors"
Morning Devotion : "God’s Open Doors"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 February 2024
Renungan : "MENGASIHI TANPA MEMBEDAKAN"
Renungan : "MENGASIHI TANPA MEMBEDAKAN"

Choose Your School

GO