Cerpen 1 Karya Aaron Octanus T

BERITA LAINNYA - 31 May 2021

Namaku Hendi Lianto Putra, biasa dipanggil ndidi. Entah sejak kapan kata itu menempel di namaku. Semasa sekolah, aku adalah anak yang culun, cengeng, sering jadi bahan bullyan, aku juga sering dimarahi oleh guruku karena nilai fisikaku selalu dibawah 50. Aku teringat kata guruku saat SMP, “Mau jadi apa kamu nanti? Dasar anak yang gapunya.....”. Ah sudahlah, tidak usah dilanjutkan, itu sangat menyakitkan.

Tapi itu dulu, sekarang aku adalah seorang motivator, penulis, dan standup comedian yang cukup terkenal di kota ini. Aku bisa sedikit berbangga pada diriku. Bukuku yang berjudul “arti bahagia” meledak penjualannya di pasaran. Aku sangat senang kala itu, bagi orang Jakarta yang mengadu nasib ke Jogjakarta bermodal ijazah S1 dan menulis hanya bermodal laptop toshiba jadul.  

Aku sering diberi pertanyaan, “Kenapa Anda menjadi seorang penulis?” atau “Kenapa Anda menulis buku ini?” 

Tapi aku tidak pernah ditanya, “Bagaimana dan kapan kamu menemukan pola pikir bahagia?”. Hingga saat itu sekolahku mengadakan reuni SMA, dan temanku menanyakan itu. 

Pertanyaan yang cukup sederhana.

“Pertanyaan ini akan saya jawab dengan cerita.” Jawabku 

“Ceritanya sekitar 10 menit.”

“Apakah kalian mau menghabiskan waktu 10 menit untuk mendengar cerita saya?” Tanyaku

“Tentu.” Jawab singkat temanku

“Ceritanya dimulai dari perusahaan...”

“Oh iya, sebelum saya cerita ada satu peraturan. Jangan di potong cerita saya.”

“Oke.” Jawab singkat temanku.

 “Cerita dimulai dari perusahaan di Jogja.”

Saat itu, saya baru mendapat pekerjaan di perusahaan startup Jogjakarta setelah menganggur selama 3 bulan.

“Loh bukannya kamu kerja di Jakarta?”

“Dibilangin jangan dipotong.”

“Setelah lulus kuliah di Jakarta, saya merantau ke Jogja buat cari kerja bermodal ijazah S1. Cari kerja di Jakarta susah.”

“Lanjut ya.”

Sebelumnya, saya bekerja di perusahaan kertas yang cukup besar pada saat itu. Saya cukup beruntung bisa mendapat gaji sedikit diatas UMR. Namun, tahun 2020 seperti yang kita tahu terjadi pandemi, dimana banyak orang terkena PHK. Termasuk saya. 

Saya menganggur seperti kayu mati yang sudah tidak ada gunanya. Rasanya saya hanya memenuhi dunia, menjadi sampah masyarakat, tidak ada gunanya saya hidup. Setiap minggu saya mengirim email ke 2 perusahaan di Jogjakarta berharap ada balasan “selamat anda diterima untuk melakukan wawancara”. Kenyataanya, itu ada di pikiran positif saya saja. 

Dua minggu pertama saya menikmati “masa pengangguran” saya. Saya teringat kembali masa-masa SMA dimana saya bisa bermain game tanpa ada beban pikiran. Hari demi hari terlewati begitu saja, tidak ada pemasukan. Sementara duit terus keluar, beruntung masih ada tabungan yang cukup untuk hidup 3 bulan jika dipakai dengan hemat.

Beruntung, di minggu ke-12 saya menjadi kayu mati, ada perusahaan startup yang menawari saya pekerjaan. Saya tidak menyianyiakan kesempatan itu. “Berapapun gajinya akan saya ambil.” Kata saya yang sudah hampir stress saat itu. Bersyukur saya bisa lolos wawancara dan memulai kerja minggu depannya.

Hari pertama dan kedua saya lewati dengan cukup baik.

Naasnya, di hari ketiga saya telat bangun.

Kriiiiing! Alarm hp berbunyi untuk kesekian kalinya

“HAH, 7:40?”

“Hari ketiga aja udah telat, gimana mau dapet impresi bagus.”

Saya langsung siap-siap untuk pergi ke kantor. Berharap saya punya kaki seperti cheetah agar tidak telat. Saya berusaha secepat mungkin mengendarai motor saya, tapi tetap saja telat. 2 menit....

Sesampainya di kantor

“Maaf pak, di jalan macet banget.”

“Hendi Hendi.... di Jogja mana ada sih macet? Apalagi masa psbb gini” Kata Pak Herto (Manajer HRD perusahaan). “Kamu bohong kayak anak SMP aja, bilangnya ijin ke toilet malah makan.” Lanjut Pak Herto.

“Kok bapak tau?” Tanyaku

“Anak saya kalau mau makan alesannya gitu.”

“Udah mending kamu jujur aja.”

“Huh.” 

Setelah menghela napas panjang, aku menceritakan alasanku.

“Kemarin sehabis pulang kerja saya mengikuti lomba menulis essay, saya juga sedang mengurusi jualan makanan saya. Ini semua dilakukan untuk saya bisa bertahan hidup pak.”

“Yaudah saya maafkan hari ini, kamu sudah tahu aturan telat di kantor ini kan?”

“Tahu pak, dalam satu bulan maksimal telat 3 kali. Lebih dari 3 gaji dipotong 15%.”

“Nah, kamu sudah memakai 1 kali”

“Yasudah kamu masuk kerja sana.”

Saya melakukan pekerjaan saya dengan cukup lancar. Tugas yang diberikan ke saya dapat dikerjakan dengan baik.

Saat istirahat siang, saya berbicara dengan rekan kerja di kantornya. Kami membicarakan banyak hal. Ada satu hal yang membuat saya berdebat dengan teman saya, yaitu tentang kebahagiaan.

“Mimpi saya adalah membuka lapangan pekerjaan yang bisa memperkerjakan 200 orang.” Kata Mazen (rekan kerja saya)

“Untuk apa?” Tanyaku

“Negara kita kekurangan lapangan pekerjaan. Semakin banyak sarjana, semakin sedikit pula lapangan pekerjaan. Ditambah lagi ada pandemi, banyak orang yang di PHK padahal dia punya performa yang baik” Kata Mazen

“Kenapa kamu mengurusi orang lain sedangkan kamu saja masih belum sukses?” Tanyaku

“Apakah harus menunggu sukses untuk membantu orang?” Balas Mazen

“Tentu tidak, tapi untuk membuka lapangan pekerjaan butuh modal yang tidak sedikit bukan?” Tanyaku lagi.

“Iya sih, saya setuju dengan hal itu. Tetapi saya punya alasan lain.”

Pembicaraan kami berdua mulai serius. Kami mulai menegakkan badan, menatap lawan bicara masing-masing.

“Sekarang usia saya 26 tahun, anggap saya hidup sampai umur 72 tahun.” Lanjut Mazen

“Lalu?” Tanyaku sambil kebingungan

“Di sisa 46 tahun hidup saya ini, saya tidak mau menghabiskan waktu saya untuk hal yang tidak saya sukai.”

“Intinya saya mau hidup bahagia, dengan membuka lapangan pekerjaan, saya merasa bahagia karena membantu banyak orang. Bukankah lebih bahagia jika kita melakukan hal yang kita sukai?”

Aku mulai mengerti tentang poin yang dia sampaikan. Tapi masih ada sesuatu yang aku belum setuju.

“Iya, saya setuju. Tapi, manusia butuh uang untuk bertahan hidup. Manusia juga butuh uang untuk mencari kesenangan.” Kataku dengan percaya diri tinggi.

“Pepatah mengatakan, ‘Bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian’. Jadi kita harus bekerja keras di usia muda agar bisa hidup bahagia di masa tua sekalipun yang kita kerjakan kurang kita sukai. Memang prosesnya kita tidak suka, tapi setidaknya kita menyukai hasilnya.“ Lanjutku.

“Jamrud di salah satu lagunya mengatakan, ‘Bersakit dahulu senang pun tak datang malah mati kemudian’. Untuk apa kita punya banyak uang, tapi pernikahan hancur, hubungan dengan orang tua tidak baik, dan kita sakit sakitan di masa tua. Apakah itu yang dinamakan bahagia?”

“Bahagia bukan soal punya banyak uang, tapi tentang value yang kita bisa berikan ke masyarakat.” 

“Saya rasa kamu juga setuju dengan itu.” Lanjut Mazen

“Iya saya setuju dengan arti bahagia menurut kamu. Lantas, mengapa kamu tidak melakukan sesuatu yang kamu sukai?” Tanyaku

“Selain bekerja disini saya juga melakukan sesuatu yang saya sukai. Saya bekerja disini untuk mencari pengalaman kerja sekaligus bertahan hidup. Hidup di kota ini memang tidak mudah.”

“Iya, hidup di kota ini memang tidak mudah.”

“Saya disini bukan bermaksud untuk menggurui kamu, saya hanya punya pandangan lain terhadap kebahagiaan.” Kata Mazen

“Menurut saya, pandangan kamu juga tidak salah. Ada beberapa poin juga yang saya setuju.” Lanjutnya.

Perdebatan itu sudah menghabiskan 30 menit hingga membuat kami lupa mengisi perut.

“Hendi .....Hendi...... Bangun. Udah 30 menit kamu tidur.” Kata seorang temanku.

Pekerjaan semalam membuatku kurang tidur, dan aku tertidur lelap saat istirahat siang. Aku belum sempat makan siang, karena terlalu sibuk berdebat dalam mimpi. 

Setidaknya aku mendapat pandangan baru terhadap arti “bahagia”.

Aku juga tidak kenal siapa itu Mazen, aku tidak tahu dia datang dari mana. Tapi 30 menit mimpiku itu sudah mengubah hidupku sekarang.

“Kesimpulannya hidupmu berubah karena satu mimpi?” Tanya temanku

“Iya, betul.”

Selesai...

Tags:

Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR

Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur

BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 11 February 2021
SPEKTA Kembali Mengukir Prestasi
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 26 February 2021
PERJUSA-AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 08 March 2021
Ibadah Siswa-AKW
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 08 March 2021
UJIAN PRAKTIK SPEKTA
Siswa kelas XII SMAK PENABUR Kota Wisata mulai me...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 25 March 2021
UJIAN SEKOLAH KELAS XII SPEKTA
Ujian Sekolah SMAK PENABUR Kota Wisata tahun pela...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 28 September 2020
Pelatihan dan Pembinaan Guru Karyawan SMA Kristen...
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 19 October 2020
Upacara Bendera SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 October 2020
ELATE SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 23 October 2020
Kebaktian Komplek SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 26 October 2020
Kebaktian Bulanan SMAK PENABUR Kota Wisata
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 06 February 2023
Skrining Kesehatan kelas 10
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 15 February 2023
"Do not follow the crowd in doing wrong"
"Do not follow the crowd in doing wrong"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 16 February 2023
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
"Buku terpopuler edisi Januari 2023 PERPUS-AKW"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 17 February 2023
Morning reflection: Cleansed Completely
Morning reflection: Cleansed Completely
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 February 2023
“AKU, TUHAN,” BERSUARA DAN MENGUTUS
“AKU, TUHAN,” BERSUARA DAN MENGUTUS
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Cerpen (Sonata dan Stroberi)
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Cerpen (Hai Diriku, Istirahatlah)
Cerpen (Hai Diriku, Istirahatlah)
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Cinta Tak Kunjung Selesai
Resensi Buku Cinta Tak Kunjung Selesai
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
Resensi Buku Perasaan Sesungguhnya
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 30 September 2023
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
Resensi Buku Lail, Esok, dan Hujan
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 February 2024
PKBN2K : "Kesabaran"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 29 February 2024
Renungan Pagi : "STATUS DAN FUNGSI"
Renungan Pagi : "STATUS DAN FUNGSI"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 20 February 2024
Renungan : "MEMBERI BUKTI”
Renungan : "MEMBERI BUKTI”
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 21 February 2024
Morning Devotion : "God’s Open Doors"
Morning Devotion : "God’s Open Doors"
BERITA BPK PENABUR JAKARTA - 22 February 2024
Renungan : "MENGASIHI TANPA MEMBEDAKAN"
Renungan : "MENGASIHI TANPA MEMBEDAKAN"

Choose Your School

GO