Telaah "The Boy, the Mole, the Fox and the Horse"
BERITA LAINNYA - 06 April 2025
The Boy, the Mole, the Fox, and the Horse adalah buku nonfiksi bergambar karya Charlie Mackesy yang menceritakan kisah sederhana namun penuh makna. Cerita dimulai dengan pertemuan antara seorang anak laki-laki yang penuh rasa ingin tahu dengan seekor tikus tanah yang kecil dan ramah. Mereka berbincang tentang kehidupan, rasa takut, impian, dan tentu saja kue, makanan favorit si tikus tanah. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan seekor rubah yang tertutup karena masa lalunya yang kelam, dan seekor kuda yang lembut serta bijaksana. Keempat tokoh ini berjalan bersama melewati salju, badai, dan sungai yang dingin sambil mengenal dan berbagi pemikiran mengenai keberanian, harapan, dan arti menjadi baik.
Konflik dalam buku ini tidak muncul dalam bentuk pertarungan atau adanya tokoh antagonis, melainkan berasal dari dalam diri masing-masing karakter. Ketakutan, keraguan, dan rasa tidak percaya diri menjadi tantangan yang mereka hadapi bersama. Charlie Mackesy menggambarkan bagaimana persahabatan sejati dapat bertumbuh bukan karena kesempurnaan, tetapi dengan saling memahami kelemahan masing-masing. Setiap karakter memiliki kelemahannya masing-masing yang dimana ini menggambarkan ketakutan yang mungkin kita miliki, tetapi dengan bersama mereka menemukan keberanian yang tidak dimiliki saat sendirian.
Akhirnya keempat tokoh ini menyadari bahwa yang mereka cari bukanlah jawaban dari luar, melainkan ketenangan yang datang dari saling menerima dan hadir satu sama lain Setiap halaman buku memadukan ilustrasi yang indah dengan kata-kata sederhana yang penuh makna. Charlie Mackesy menghadirkan kisah yang menenangkan dan memberi ruang untuk refleksi. Salah satu kutipan paling berkesan berbunyi, “Tears fall for a reason and they are your strength, not weakness.” Setiap kalimat menyatakan apa yang kita rasakan, dan mengingatkan bahwa perasaan tersebut adalah bagian dari perjalanan hidup, bukan kelemahan.
The Boy, the Mole, the Fox and the Horse adalah buku yang bukan sekedar bacaan, melainkan ajakan untuk berhenti sejenak dan meresapi makna dan maksud dibalik setiap kalimatnya. Salah satu kelebihannya terletak pada cara penyampaian pesan yang sederhana namun menyentuh. Pesan-pesan tersebut berhasil sampai ke hati pembaca tanpa perlu ungkapan rumit atau narasi yang kompleks.. Hal ini sejalan dengan teori komunikasi efektif Shannon dan Weafer yang menekankan bahwa kejelasan dan kesederhanaan pesan sangat penting agar komunikasi berjalan dengan lancar, dan pesan dapat tersampaikan dengan jelas.
Setiap halamannya dipenuhi ilustrasi yang sederhana namun penuh ekspresi, menguatkan isi cerita dan membangun kedekatan emosional seolah sedang berbicara langsung kepada pembaca. Ilustrasi dalam buku ini bukan sekadar pelengkap, melainkan menjadi elemen inti dalam menghadirkan suasana, emosi, dan pesan yang ingin disampaikan. Berdasarkan teori psikologi visual, elemen gambar yang dirancang dengan kekuatan emosional dapat memperdalam keterlibatan pembaca dan memperkuat kesan yang ditinggalkan. Charlie Mackesy berhasil menyatukan visual dan narasi menjadi pengalaman membaca yang menyentuh dan tak mudah dilupakan.
Buku ini bisa dinikmati siapa saja, tanpa mengenal usia. Anak-anak akan tertarik dengan ilustrasi dan karakternya, sedangkan pembaca dewasa akan menemukan keheningan dan perenungan dari setiap kalimatnya. Dalam sunyi dan letih, Buku ini hadir menjadi teman batin yang memahami pembaca tanpa banyak bicara. Kesederhanaan adalah hal yang menjadi kekuatan utama buku ini. Buku ini tidak memberi nasihat panjang atau solusi instant, tetapi memberikan ruang untuk merasa, diam, dan perlahan menerima bahwa rapuh pun adalah bagian dari manusia.
Salah satu hal yang menjadi kekurangan dari buku ini terasa kurang cocok bagi anak-anak atau pembaca yang lebih menyukai cerita dengan alur yang ielas dan berkembang. Buku ini tidak memiliki konflik utama, klimaks, atau penyelesaian seperti cerita pada umumnya. Alur dalam buku ini cenderung datar dan berpindah-pindah, dan tidak membentuk satu cerita yang berkembang. Karena itu bagi pembaca yang biasa membaca buku dengan perjalanan cerita yang terarah, buku ini mungkin terasa membingungkan dan kurang memuaskan.
Selain itu pemilihan font dalam buku ini kurang tepat. Meskipun penggunaan font bergaya tulisan tangan (handwriting) dimaksudkan untuk menambahkan kesan artistik, justru hal ini dapat menyulitkan bagi sebagian pembaca. Beberapa kata menjadi sulit dibaca, sehingga mengganggu kenyamanan saat membaca. Berdasarkan teori tipografi, keterbacaan merupakan aspek penting dalam kenyamanan membaca. Font yang terlalu dekoratif dapat mengganggu fokus dan memperlambat pemahaman teks.
Buku ini terasa ringan dan kurang mendalam dalam hal substansi. Sebagian pembaca menganggap bahwa cerita ini terlalu repetitif sehingga terkesan monoton dan mengurangi kedalaman alur. Hal ini membuat pembaca tidak terdorong untuk berpikir lebih dalam. Karakter utama, seorang anak kecil lebih menyerupai roh atau hantu dibanding manusia biasa. Ia tidak merasakan dingin meskipun jatuh ke sungai, tidak tampak lapar, dan kesulitan, dan latar belakang keberadaanya pun tidak pernah dijelaskan dengan jelas. Tiba-tiba saja ia muncul di hutan bersalju tanpa asal-usul yang pasti, dan hingga akhir cerita pun tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang siapa dirinya atau dari mana ia berasal. Pendekatan ini justru membingungkan dan menghambat pengembangan karakter yang lebih kuat.
Buku The Boy, the Mole, the Fox, and the Horse karya Charlie Mackesy layak dibaca, terutama karena setiap kalimatnya mampu mewakili berbagai perasaan yang muncul dalam perjalanan hidup manusia. Banyak pelajaran bermakna yang dapat dipetik, dan secara halus buku ini mengajak pembaca untuk merefleksikan diri serta lebih terbuka terhadap emosi dan perasaan pribadi. Sebuah karya yang sederhana namun menyentuh, dan bisa meninggalkan kesan yang hangat di hati.
Buku ini berhasil meraih sejumlah penghargaan bergengsi, seperti Waterstones Book of the Year dan Barnes and Noble Book of the Year pada tahun 2019, serta telah diterjemahkan ke lebih dari 50 bahasa dan terjual hampir 10 juta kopi di seluruh dunia, Adaptasi film animasinya juga berhasil meraih Film Pendek Animasi Terbaik di Academy Awards ke-95 dan Animasi pendek terbaik di British Academy Film Awards ke-76, yang semakin memperkuat daya tarik cerita ini. Buku ini cocok dibaca oleh siapa pun, dari berbagai usia, terutama bagi mereka yang sedang mencari ketenangan, penghiburan, atau makna di tengah kesibukan hidup sehari-hari.
sumber gambar: renebook.com
Informasi Terkini seputar sekolah kristen BPK PENABUR
Daftar Indeks Berita Terbaru dari BPK Penabur